Guru Masa Kini: Semangat dan Terampil pada Perubahan
Guru Menulis | 2022-03-31 21:08:26Dalam satu dekade ke belakang perubahan begitu cepat terjadi di dunia pendidikan tanah air. Kita mulai lebih dulu dari kurikulum, bermula dengan kurikulum 2013 yang cukup kontras dari kurikulum sebelumnya, utamanya dari segi penilaian. Kurikulum 2013 mengakomodasi aspek sosial, spiritual, juga afektif dan pasikomotorik siswa. Ini merupakan sesuatu yang tidak akan ditemukan pada kurikulum sebelum K 13. Peralihan menuju K 13 saat itu butuh waktu yang tidak sebentar. Revisi demi revisi dilakukan untuk menelurkan sebuah kurikulum yang paripurna.
Tepat pada 17 Februari 2022 Kemendikbudristek resmi meluncurkan Kurikulum Merdeka yang sempat sebentar disebut Kurikulum Paradigma Baru. Adagium lama kembali meluncur bak bola liar,”tiap ganti menteri, ganti kurikulum.” Padahal dunia pendidikan selalu menuntut perubahan menyesuaikan perkembangan zaman. Jangan mudah untuk berprasangka negatif dulu, kurikulum ini sudah diujicobakan sejak setahun atau ada yang dua tahun sebelum Kurikulum Merdeka resmi rilis. Boleh kita simak pengalaman Ibu guru bernama Stefani Anggia Putri, Guru SD Negeri 005 Sekupang, Batam, Kepulauan Riau yang telah menerapkan Kurikulum Merdeka di sekolahnya sejak tahun lalu. “Dengan penerapan Kurikulum Merdeka, pembelajaran dilakukan melalui paradigma baru dan berdiferensiasi sehingga menjadi menyenangkan, berpusat pada siswa, dan sesuai kebutuhan serta tahap kembang siswa,” ungkapnya. Pengalaman saya sendiri turut membenarkan apa kata Ibu Stefani. Ah, adagium lawas itu ternyata tidak benar.
Jika kurikulum berubah, sudah pasti perangkat-perangkat di dalamnya turut berubah. Sebagai contoh, dari Kurikulm Merdeka guru akan mengenal pembelajaran berdiferensiasi, penilaian berganti istilah dengan asesmen, yang dimulai sejak awal pembelajaran dengan asesmen diagnostik. Dan tujuan mulia dari Kurikulum Merdeka ini adalah mencetak generasi yang memiliki karakter kuat yang disarikan menjadi Profil Pelajar Pancasila.
Perubahan seperti satu helaan nafas dengan kemajuan. Sejarah kemajuan suatu bangsa mengisahkan perubahan. Jika pendidikan Indonesia ingin maju, tidak ada kata lagi selain, BERUBAH! Dan guru menjadi lakon utama dari perubahan itu. Gaya mengajar, metode, model, pendekatan, dan strategi pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru menuntut perubahan. Sebabnya, generasi Z tidak sama dengan generasi yang tumbuh besar di era 90 an atau sebelumnya. Teknologi menjadi teman penting generasi Z, mereka seperti tak bisa hidup jika sehari saja tidak menyentuh layar gawai.
Swafoto, reels, unggahan ke Tik tok atau Instagram sudah seperti ritual wajib bagi generasi Z. mulai dari bangun tidur, hendak sembahyang, berangkat sekolah, di sekolah begitu seterusnya sehari penuh semua wajib ter-story dengan baik. Panji Sukma mengisahkan ini dengan satir dalam puisinya bertanggal 15 Juli 2021: ada yang diusir/ diancam/ disita/ dipukul/ dicekik/ pada siapa mereka hendak melapor selain pada instagram.
Teknologi dengan pendidikan menemukan momentum selama pandemi. Di awal perpindahan dari pembelajaran klasikal ke pembelajaran dalam jaringan (daring) karena pandemi, terasa berat untuk para guru. Namun, guru masa kini bukanlah guru yang menyerah begitu saja pada keadaan. Dia tetap optimis jika ada hikmah di balik pandemi yang terjadi. Platform pembelajaran yang dulunya sama sekali terasa asing bagi guru, kini mudah dioperasikan.
Guru masa kini adalah guru yang semangat dalam menyongsong perubahan, karena perubahan itu niscaya. Sayangnya perubahan ini tidak pandang bulu, tidak pandang usia. Kita mesti salut kepada guru sepuh yang bahkan untuk menekan keyboard layar android saja masih belajar. Jika anggapan guru masa kini itu pada guru muda saja, ini keliru. Guru senior yang bahkan lusa sudah pensiun, tetapi masih bersemangat belajar, tetap bisa kita juluki sebagai guru masa kini.
Tentu dengan semangat saja tidak cukup, untuk menghadapi perubahan yang begitu cepat ini, guru harus memiliki keterampilan. Mengutip dari laman UNESCO keterampilan guru masa kini termaktub ke dalam empat pilar, yaitu: Learning to know (belajar untuk mengetahui), Learning to do (belajar melakukan atau mengerjakan), Learning to live together (belajar untuk hidup bersama), Learning to be (belajar untuk menjadi/mengembangkan diri sendiri)
Tentunya keterampilan ini menjadi tantangan tersendiri untuk para guru. Sekali lagi, berkeluh kesah dan mudah menyerah bukanlah karakter guru masa kini. Namun, bersemangat untuk selalu belajar dan berubah menuju ke arah yang lebih baik inilah sejatinya karakter guru masa kini. Pada akhirnya mari kita bergandengan tangan, saling menguatkan bahu untuk Indonesia maju, Indonesia emas 2045. Semangat pasti bisa!
Daftar Pustaka :
Panji Sukma. 2019. Iblis dan Pengelana. Jogjakarta: Mojok
Siaran Pers Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor : 68/sipers/A6/II/2022
Redaksi. 2021. Sepuluh Kompetensi Guru Di Abad 21, http://kompetensi.info/kompetensi-guru/sepuluh-kompetensi-guru-di-abad-21.html diakses pada 30 Maret 2022 pukul 21.00 WIB
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.