Asyiknya Guru Masa Kini
Guru Menulis | 2022-03-31 18:43:26Tiga belas tahun yang lalu penulis terhenyak oleh anak semata wayangku. Betapa tidak, dia protes tidak mau sekolah, ngapain sekolah kalau membuat kita bodoh! Selidik punya selidik, dia beralasan. Kenapa sih kita harus sekolah jika membuat otak tidak berubah, stagnan bahkan membuat bodoh dan tidak berkembang! Di lain pihak guru tidak membuat greget baginya. Guru tidak lagi memberikan pencerahan, tantangan atau pun membuat kreatif, justru sebaliknya. Ia beralasan, cukup membuka mbah Google, maka apapun yang diajarkan oleh guru seluruhnya ada di situ, maka mau tidak mau guru harus ditinggalkan oleh peserta didiknya sendiri!
Perkembangan ilmu pengetahuan dan tenologi ibarat tsunami, tidak bisa ditahan, dibendung atau dibiarkan begitu saja. Masih ingat tentunya bagi kita awal muasal tulisan tercetak, berkat temuan Gutenberg (sekitar 1398 - 3 Februari 1468) dunia tercerahkan. Apapun ilmu tidak hanya ada di otak, diingat atau sebatas diskusi dari meja satu ke meja yang lain, dari ruang satu ke ruang yang berbeda, akan tetapi bisa menjadi manuskrip berdaya guna bagi anak cucu sebagai bahan tercetak.
Temuan terus berkembang, mulailah diciptakan mesin tik. Alat ini mampu mengoptimalkan kerja otak untuk ditumpahkan dalam sebuah tulisan, kendati tuts-tuts yang ada bisa membuat berdarah-darah tangan kita, saking berat tekanan menimbulkan luka. Kendala demikian tidak membuat kita mengeluh, justru menjadi tantangan tersendiri. Bukankah buku-buku sastra, kedokteran, serta ilmu-ilmu lain bisa diabadikan menjadi buku yang menumental sebagai “harta” tak terkira harganya.
Mesin tik manual lambat laun ditinggalkan alatan diciptakan mesin tik elektrik. Perkembangan selanjutnya, diciptakan mesin pintar super canggih computer. Demikian seterusnya perkembangan teknologi dari hari kehari mengalami fenomena yang luar biasa.
Terkhusus dunia pendidikan dengan perkembangan teknologi ini membuat kita terbantukan sekaligus mengalami pergeseran. Paling tidak, jika kita, khususnya guru tidak mengikuti perkembangan mau tidak mau guru harus ditinggalkan oleh peserta didik. Seperti awal tulisan ini peserta didik begitu sederhana memberikan solusi, ngapain nongkrongin guru jika tidak menarik, bahkan tidak membuat siswa cerdas!
Guru masa kini adalah guru melek teknologi berarti guru yang siap menyongsong masa depan. Guru yang tidak mau berubah cepat atau lambat akan menjadi patung berucap tanpa ada yang mendengarkan. Bisa jadi Anda pernah mengalami “dikacangin” anak-anak ketika kita asyik menyampaikan pelajaran. Asyik menurut kita belum tentu asyik menurut mereka. Artinya, saat kita bersemangat menyampaikan pelajaran sebaliknya peserta didik asyik dengan dunia sendiri. Ia cukup klik pelajaran apa yang disampaikan hari ini, dengan hitungan menit bahkan detik sudah tersaji di HP mereka. Akhirnya peran guru tergeserkan dengan teknologi. Bukankah sudah tersedia, MOOC, Massive Open Online Course serta AI (Artificial Intelligence). MOOC adalah inovasi pembelajaran daring yang dirancang terbuka, dapat saling berbagi dan saling terhubung atau berjejaring satu sama lain.
Di sinilah tantangan kita, bagaimana mengimbangi kemajuan teknologi menjadi nilai positif bagi pembelajaran. Bukankah sebelumnya kita merasa tersinggung dengan adanya bimbingan belajar (Bimbel) yang menjamur di mana-mana? Sabda guru menjadi lumpuh alatan lebih percaya ke bimbel. Orang tua begitu bangga anaknya diterima di sekolah yang mereka inginkan, anakku diterima karena anakku ikut bimbel. Seolah sekolah dalam hal ini guru tidak berperan dalam mensukseskan anak mereka. Namun belakangan ini, sedikit banyak bimbel terancam dengan perkembangan teknologi. Bukankah cukup klik di HP seluruh pelajaran tersaji dengan sempurna?
Suatu saat penulis diminta jadi model mengajar oleh peserta didik. Mereka membuat skenario dengan begitu sempura, mulai dari menata gaya, pencahayaan sampai bagaimana menyampaikan pelajaran yang menarik. Berbekal HP, a sampai z saat penulis menyampaikan pelajaran ia rekam menjadi sebuah film yang menarik! Lalu diupload, dikirim ke youtube. Mak ajadilah sumber belajar dan bisa dinikmati oleh masyarakat dunia.
Di lain waktu, peserta didik menceritakan bagaimana pemanfaatan teknologi. Saat semesteran ujian berlangsung, guru asyik dengan dunianya sendiri, asyik membaca buku, Koran atau memainkan HP. Di lain pihak peserta didik pun demikian asyik dengan HP-nya sendiri. Selidik punya selidik, soal-soal yang diujikan, cukup mereka ketik ulang atau difoto lalu dikirim ke Google dalam sekejap jawaban terkirim kembali di HP mereka, terselesaikanlah sudah dengan sempurna.
Lalu, di mana peran guru sekarang? Inilah tantangan kita bagaimana perkembangan teknologi harus dioptimalkan sedemikian rupa. Guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber belajar yang harus dijiplak sedemikian, akan tetapi menjadi fasilitator membuka dunia. Mari kita berubah mulai sekarang, jika tidak mau ditinggalkan.
Berselimerannya ilmu di hadapan kita, tentu menjadi tantangan tersendiri. Tidak jarang peserta didik lagi dan lagi, saat mereka diberi tugas untuk dikerjakan di rumah, mereka teriak-teriak. Jenuh Pak, Bu, kenapa sih harus mengerjakan tugas begitu banyak? Dan beberapa keluhan lainnya.
Kini dunia pendidikan, khususnya guru ditantang bagaimana memberikan solusi bukan hanya menyodorkan tugas tanpa kita pahami, paling tidak sebelum tugas itu diberikan kita sudah menyiapkan strategi bagaimana peserta didik tetap berkutat dengan kewajibannya tanpa adanya paksaan. Bukankah melakukan sesuatu jika dinikmati sepenuh hati hasilnya akan oftimal?
Dengan demikian jika kita merasa guru masa kini yang berdaya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadikan motivasi. Sehingga kita tidak akan terasing di tengah-tengah peserta didik, bahkan kehadiran kita dirindukan oleh mareka. Itulah asyiknya guru masa kini.
#gurumasakini
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.