Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Pramudya Utari

Kreatif dan Inovatif, Satu Tarikan Napas Bagi Guru Masa Kini

Guru Menulis | 2022-03-31 08:46:28
japanculture-newyork.com

Ada perbedaan signifikan antara guru masa kini dan guru masa lalu. Ketika kita membicarakan pola pendidikan masa kini, maka komponen yang senantiasa mengiringi pendidikan tak jauh dari kata ‘teknologi’, ‘kreativitas’ dan ‘inovasi’. Inovasi lahir dari kreativitas. Kreativitas adalah kemampuan untuk berpikir alternatif gagasan baru yang berguna. Kreatif adalah sifat yang selalu mencari hal-hal baru sedangkan inovatif adalah sifat yang menerapkan solusi kreatif. Jadi, kreatif tapi tidak inovatif adalah hal yang mubazir (Rusli, 2017).

Pandemi telah merubah pola pendidikan kita untuk menjadi seperti yang sekarang. Mau atau tidak mau, terpaksa atau suka rela. Dan kita patut mensyukuri keadaan ini sebagai salah satu jalan menuju perubahan yang lebih baik, jika ditangani dengan tepat. Dengan istilah lain, guru atau murid sama-sama harus mengikuti pola yang terbaik sesuai kapasitas mereka. Seperti yang tercantum di pusdatin.kemdikbud.go.id, di antara inovasi pembelajaran di era masa kini adalah memanfaatkan aplikasi berbasi LMS (Learning Management System), pemanfaataan media sosial secara asynchronous, pembelajaran dengan pendekatan blended learning, keterlibatan orang tua murid, penerapan model-model pembelajaran inovatif, dan pembelajaran berdasarkan kebutuhan peserta didik. Sekolah yang paling kesulitan menerapkan metode tersebut sudah pasti sekolah-sekolah di daerah terutama daerah terisolir. Internet, kuota, dan sistem pembelajaran yang masih asing. Menjadi tantangan tersendiri bagi para guru, take it or leave it.

Saya mengikuti salah satu grup yang terdiri dari guru dan operator bernama Simpatika Kemenag di platform Facebook. Setiap kali saya membuka beranda grup tersebut selalu berakhir dengan mengerutkan dahi. Para guru mengeluhkan tunjangan yang tidak cair, menunggu kepastikan kesejahteraan profesi mereka yang sudah mengabdi bertahun-tahun dan belum sertifikasi, mengeluhkan tugas-tugas administratif yang menjadikan performa mengajar mereka turun dan kurang maksimal karena beban tak kasat mata, yang secara tidak langsung mengikis makna esensial dari proses belajar-mengajar di kelas yang membutuhkan ‘ruh’ dari sang guru kepada sang murid. Guru sibuk mengerjakan beban tak kasat mata di depan layar komputer dan kehilangan ‘ruh’nya ketika mengajar anak-anak. Padahal, dalam proses pendidikan itu yang paling penting adalah ruh/ jiwa guru, bukan materi atau metode mengajar.

Jika Guru Musnah dari Dunia

Saya teringat novel Sekai kara Neko ga Kieta nara karya Genki Kawamura yang difilmkan tahun 2016 berjudul If Cats Dissapear from the World. Sekilas jika kita melihat judul akan terbayang segerombolan tikus yang menguasai dunia setelah semua kucing menghilang dari dunia. Rupanya tidak demikian. Novel itu menceritakan tentang seorang laki-laki yang bekerja sebagai tukang pos yang didiagnosa sakit kanker stadium akhir. Seorang yang menyerupai dirinya datang menemuinya di waktu sekarat dan menawarkan kesempatan untuk lebih panjang 1 hari dengan syarat menghilangkan 1 benda di dunia. Ponsel, film, dan jam tangan sudah raib. Tibalah ketika ia ingin menghilangkan kucing dari dunia ini, tetapi ia pun menyadari bahwa kucing berperan penting bagi kehidupannya; kasih sayang bersama ibunya, dan kenangan indah di masa lalu. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk tidak menghilangkan kucing dari dunia.

Saya membayangkan ketika guru-guru honorer di grup Simpatika Kemenag di atas musnah dari dunia. Mungkin tidak ada lagi keluhan beban mengajar dan gaji tak layak yang mereka suarakan di Facebook. Dunia menjadi lebih sepi dan bisa jadi, institusi pendidikan kita menuju degradasi karena guru-gurunya sudah tidak ada.

Guru Kreatif dan Inovatif

Dua terminologi ini adalah satu tarikan napas. Mereka yang tidak kreatif dan berinovasi akan tertinggal. Guru masa kini bisa jadi jasa ketok magic! Silakan tertawa. Kenyataannya memang demikian. Anak-anak bisa mencari hal apapun dari internet. Mereka bahkan bisa menggunakan jasa les privat jarak jauh dari pengajar terbaik yang ada di platform edukasi yang kini marak di kalangan kita. Ketimpangan dalam akses dan fasilitas edukatif sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi dan lingkungan masing-masing. Namun, tidak ada kata ampun bagi guru sejati. Mereka harus kreatif dan inovatif menggunakan teknologi yang digandrungi anak-anak masa sini sebagai salah satu media pembelajaran yang menyenangkan dan relate dengan kehidupan di era masa kini. Saya sendiri terkadang menggunakan TikTok sebagi media pembelajaran dalam menyampaikan materi ketika blended learning. Anak-anak lebih bersemangat, terhibur, dan mudah-mudahan ‘ruh’ yang dulu mengawang-awang itu bisa kembali, sehingga apa yang disampaikan oleh guru bisa menghujam di jantung anak didik kita. Kenangan seorang guru di kepala mereka bukanlah guru yang pasif melainkan penuh vitalitas, menyenangkan, dan dirindukan.

Dari sekian pola pembelajaran di masa kini, yang paling penting adalah menginjeksi kenangan di pikiran anak didik kita tentang sosok guru yang menyampaikan pelajaran dengan kreatif dan inovatif, dengan tidak menanggalkan ‘ruh’ di dalam diri sang guru.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image