GURU MASA KINI, GURU MILENIAL YANG TIDAK MENGENAL ANAK NAKAL
Guru Menulis | 2022-03-30 21:57:42Jagad media sosial dan dunia pendidikan terhenyak meilhat tingkah seorang siswa sekolah menengah. Siswa tersebut menggambar gambar yang tidak senonoh di papan tulis. Padahal disampingnya ada sang Ibu Guru yang membersihkan dan menghapus tulisan dan gambar di papan tulis tersebut. Siswa tersebut tetap saja melanjutkan kegiatannya menggambar tersebut, dan mengabaikan kehadiran Ibu Guru disampingnya. Kejadian sampai viral karena ada salah satu teman yang merekam kejadian tersebut dan menybarkannya memalui jejaring media sosial. Sungguh ironis.
Selain itu, tidak sedikit pemberitaan yang kita jumpai melalui jagad media massa yang menyuguhkan berbagai informasi kenakalan remaja. Seperti misal informasi dari republika.co.id (6/10/11) yang menyatakan seorang anak SD berusia 12 tahun dilaporkan ke pihak yang berwajib karena tuduhan melaukan peleehan seksual terhadap seorang anak perempuan yang umurnya jauh lebih muda. Dihadapan polisi anak tersebut megakui telah melakukan hubungan sesama jenis dengan beberapa teman lelakinya. Nauzdubillah. Pertanyaan yang ada sudah demikian parahkah akhlak generasi bangsa ini? Lantas bagaimana langkah seorang guru dan orang tua menghadapai fenomena ini?
Gambaran tersebut di atas, merupakan potret nyata kehidupan remaja saat ini. Kadang sebagai orang tua merasa jengkel dan sedih melihat tingkah laku anak-anak dan remaja saat ini. Sebagai orang tua jika perintah atau keinginan orang tuanya tidak dipatuhi, lantas mengatakan dan melabeli anaknya nakal. Lantas, tidak sedikit pula kejadian yang dilakukan anak di sekolah yang tidak mematuhi tata tertib sekolah. Sebagian besar warga sekolah dan civitas akademika menganggap dan memberi label siswa nakal. Perbuatan siswa yang serig membolos, terlibat tawuran, bahkan mengarah ke aksi pornografi serta porno aksi. Lantas bagaimana peran guru saat ini? Serta upaya apa yang dapat dilakukan guru dalam mengatasi permasalahan kenakalan tersebut?
Siswa dan remaja saat ini dapat dikatakan sebagai generasi milenial (millennial generation). Istilah lainnya adalah generasi Y atau juga echo boomers. Istilah tersebut seperti penulis kutip dari republika.co.id (26/12/16) diciptakan oleh dua pakar sejarah dan penulis Amerika, William Strauss dan Neil Howe dalam beberapa bukunya. Namun para pakar menggolongkannya berdasarkan tahun awal dan akhir. Penggolongan generasi Y terbentuk bagi mereka yang lahir pada 1980 – 1990, atau awal 2000 dan seterusnya. Awal 2016 Ericsson mengeluarkan 10 tren Consumer Lab untuk memprediksi beragam keinginan konsumen. Dari survey ang dilakukannya, Ericsson menyatakan bahwa perlu perhatian khusus terhadap perilaku generasi milenial. Hal ini disebabkan produk teknologi yang mempengaruhi gaya hidup. Buktinya, remaja menghabiskan waktu di depan layar gawai mereka (HP/Laptop) sekitar tiga jam sehari dan saat ini mencapai 20 persen.
Lekat dengan dunia maya, memiliki pengetahuan tinggi dalam menggunakan platform dan perangkat mobile ternyata melahirkan titik lemah bagi generasi internet. Titik lemah tersebut berdampak buruk terhadap keamanan generasi meillenial di dunia maya. Tentu menjadi kekhawaturan tersendiri bagi ayah ibu maupun guru di sekolah.
Ayah dan ibu merupakan orang tua sekaligus guru siswa di rumah. sedangkan guru di sekolah merupakan orang tua kedua siswa di sekolah. Keduanya memiliki peran yang strategis dalam membentuk kepribadian dan karakter anak. Menurut Psikolog Klinik anak dan remaja dari Klinik Terpadu Universitas Indoneisa (UI), Andini Sugeng, seperti dilansir dari Republika.co.id (19/05/21), mengatakan bahwa label nakal salah satu sebabnya orang tua kurang memahami kebutuhan dan keinginan anak. Menurutnya perilaku nakal biasanya terlihat ketika anak menampilkan perilaku yang dianggap melanggar aturan dan norma yang ada di rumah maupun lingkungan sosial. Untuk itulah pentingnya menggunakan bahasa sederhana yang dapat dipahami anak, agar keinginan orang tua b dimengerti dan dilaksanakan anak.
Dalam konteks di rumah, perlu adanya komunikasi yang efektif diantara orang tua dan anak. Dalam konteks di sekolah, komunikasi yang efektif perlu tercipta antara guru dan siswa. Komunikasi yang di maksud adalah adanya rasa saling menghormati dan menghargai antar siswa maupun guru. Perasaan memahami antara hak dan kewajiban masing-masing. Siswa mempunyai kesadaran yang baik akan kewajiban yang haru dilakukan serta memahami hak hak yang layak diterima sebagai akibat dari kebijakan yang dilakukan. Lantas apa peran guru dalam era milenial ini?
Bagaimanapun di zaman yang semakin canggih ini, seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih sangat berpengaruh dalam kehidupan. Salah satunya adalah dalam pembentukan karakter generasi bangsa. DI sadari atau tidak, telah terjadi kemerosotan moral generasi bangsa ini. Mengapa? Kurangnya perhatian dan pendekatan dalam pemanfaatan media teknologi dalam perilaku keseharian di berbagai tingkatan lingkungan. Dimulai dari lingkungan keluarga sebagai lingkungan terdekat dan terkecil, selanjutnya lingkungan masyarakat, maupun pergaulan antar teman.
Dari fenomena dekadensi moral yang timbul dari berbagai efek negatif modernisasi, menumbuhkan anak-anak “nakal”. Padahal dalam dunia pendidikan tidak ada istilah anak nakal. Namun yang ada adalah anak hyperaktif. Yakni anak dengan segudang bakat yang tidak tersalurkan dengan baik. Sebagai pelampiasannya, anak anak tersebut mencari kegiatan lain yang dapat menyalurkan kesukaannya. Inilah menjadi peran guru dan orang milenial sekarang ini. Yakni menjadi pengarah dalam rangka penyaluran hobi generasi bangsa ini supaya lebih baik.
Sebagai seorang pendidik, mengamati perilaku anak-anak tersebut. Sifat dan karakter dan kepribadian mereka. Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan menelusuri latar belakang mereka sebelum mengambil keputusan, apa penanganan yang tepat untuk mereka. Tentu yang pertama dan utama adalah metode pendekatan yang dilakukan.
Pendekatan ini adalah hal yang sangat penting. Karena ketika mereka merasa sudah dekat dengan seseorang, mereka merasa ada yang memperhatikan dan memperduikannya. Sehingga diharapkan ada katerbukaan dari anak tersebut untuk disampaikan. Pada saat itulah, maka nilai-nilai yang baik yang bersumber dari aajran agama maupun norma hukum yang ada di masyarakat dapat kita sampaikan. Bahwa yang ini ”boleh” dilakukan, ataukah “tidak” boleh dilakukan dapat kita sampaikan. Pada saat menyampaikan nilai-nilai tersebut, maka perlu menunjukkan sikap tegas namun tak perlu amarah. Memberikan keteladanan dan contoh yang konsisten. Memenuhi apa yang pernah kita janjikan dan ucapkan. Jangan lupa cari tahu penyebab anak tersebut berperilaku hyperaktif. Seandainya mengatakan tidak, harus menyiapkan alasannya. Semoga dengan berbagai langkah pendekatan yang guru lakukan di masa kini, menjadi menjadi sebab guru milenial tidak mengenal anak nakal. Wallahu a’lam bishowab.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.