Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Kunci Sukses

DEPRESI IBU DAN DERITA ANAK, KAPITALISME HANCURKAN FITRAH KEIBUAN

Agama | Tuesday, 29 Mar 2022, 08:12 WIB

Oleh Indah Kartika Sari, SP (Kontributor Retizen Republika)

Dia mengaku selama ini kurang kasih sayang. Dia mengaku sudah tidak sanggup lagi hidup dengan ekonomi yang pas-pasan. Apalagi suaminya sering menganggur. “Saya ini enggak gila. Pengin disayang sama suami, suami saya sering nganggur," “Saya ingin menyelamatkan anak-anak saya biar enggak hidup susah. Enggak perlu ngerasain sedih. Harus mati biar enggak sedih kayak saya,” katanya.

In adalah pernyataan polos dan jujur dari mulut seorang ibu muda berinisial KU (35 tahun) di Tonjong, Brebes, Jawa Tengah, yang menggorok leher anak kandungnya yang berusia 6 tahun, dan melukai 2 anak kandung lainnya. Kasus ini sontak menggegerkan masyarakat. Sebab, ibu muda yang dikenal pendiam di antara para tetangganya ini, tega menghabisi darah dagingnya sendiri dengan sadisnya.

Ahli Psikologi Forensik, Reza Indra Giri Amriel mengimbau kepada pihak kepolisian untuk memeriksa lebih lanjut kejiwaan pelaku. Walaupun dari berita yang ada, penyebab pelaku melakukan tindakan sadis tersebut kepada anaknya karena alasan ekonomi, kesulitan hidup.

Sebagaimana manusia yang lain, seorang ibu memiliki hajat hidup yang tidak bisa ditawar-tawar yaitu kebutuhan fisik yang harus dipenuhi. Dilansir dari The Huffington Post, Paul Currie, seorang pakar perilaku makan sekaligus profesor psikologi di Reed College, mengungkapkan bahwa rasa lapar dapat mengubah seseorang menjadi sangat emosional, yang seringnya timbul sebagai stres, kecemasan, hingga kegelisahan.

Itu sebabnya, kita mungkin mengenal beberapa orang yang menjadi marah saat ia merasa lapar atau belum makan. Ini membuat orang sulit konsentrasi, sering bengong, hingga membuat sejumlah keteledoran. Bahkan kata-kata yang diucapkan jadi berantakan. Berangkat dari teori ini, wajar saja seorang ibu bisa stress karena galau terhadap perkara perut keluarganya yang morat marit.

Selain hajat hidup seperti makan dan minum, sebagaimana manusia lain, ibu juga membutuhkan kasih sayang dari pasangan hidup atau orang-orang di sekitarnya. Ternyata menurut pengakuan ibu penggorok anak ini, dia memiliki latar belakang yang jauh dari kasih sayang dan cinta keluarga terlebih dari suami. Maka wajar saja, kolaborasi persoalan perut dan naluri kasih sayang ditambah lagi kekosongan iman membuat ibu depresi yang berujung pada gelap mata.

Berdasarkan analisa persoalan, tentu saja solusi depresi ibu adalah bagaimana memenuhi kebutuhan hidupnya baik pangan, sandang, papan, keamanan, pendidikan dan kesehatannya, Tak cukup hanya itu, ibu perlu dipenuhi naluri kasih sayangnya serta kebutuhan batinnya agar dia merasa tenang dan damai dalam menjalankan peran pertama dan utamanya. Namun untuk sempurnanya pemenuhan kebutuhan tersebut terasa sulit didapatkan dalam sistem kapitalisme. Sistem ini justru memasung fitrah ibu. Tidak bisa dipungkiri bahwa kehidupan serba materialistik di bawah asuhan sistem kapitalisme telah memunculkan stress yang berkepanjangan pada rakyat termasuk para perempuan. Penguasa yang abai kepada rakyatnya dan lebih sayang pada pemilik modal dan oligarkhi telah menyebabkan ketimpangan ekonomi. Tak ayal, keluarga sebagai institusi terkecil di masyarakat pun turut terdampak. Ketahanan ekonomi keluarga berada di ujung tanduk.

Mahalnya harga barang dan fasilitas strategis seperti listrik dan air bersih, di tambah sulitnya mendapatkan akses pendidikan dan kesehatan membuat pikiran dan konsentrasi ibu bercabang antara menjadi tulang punggung keluarga dan menjadi pengatur tangga sekaligus pendidik anak-anaknya. Apalagi banyak para suami yang menjadi pengangguran. Bukan karena malas, tetapi karena langkanya pekerjaan yang menghasilkan finansial yang mensejahterakan. Jelas sekali persoalan ibu merupakan persoalan manusiawi yang membutuhkan solusi sistemik yang manusiawi dan memanusiakan manusia.

Sudah tentu Islam sebagai way of life mampu menyelesaikan seluruh masalah manusia. Dengan kedudukannya yang tinggi yaitu sebagai sistem kehidupan, Islam mampu memenuhi fitrah ibu.

Dalam Islam kedudukan ibu sungguh begitu mulia dan terjaga yaitu sebagai ibu dan pengatur rumah tangga sekaligus sosok yang terpelihara kehormatannya. Oleh karena itu dalam menyokong fungsinya yang strategis dalam mempersiapkan generasi masa depan, Islam sangat memperhatikan pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, papan bahkan pendidikan, kesehatan dan keamanannya. Tidak hanya itu, Islam menjamin kebutuhan ruhiyah dan maknawiyah dengan mengkondisikan keluarga menjadi keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah.

Semua itu akan terpenuhi dengan sempurna dengan negara dan penguasa yang berfungsi sebagai penanggung jawab penuh sekaligus sebagai pelindung rakyat.

Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya seorang imam (kepala negara) laksana perisai, rakyat di belakangnya dan dia menjadi pelindung bagi rakyatnya" (HR Bukhari dan Muslim).

Nabi Muhammad SAW telah menggariskan, tugas seorang penguasa secara umum adalah memelihara seluruh kemaslahatan rakyat dengan petunjuk Allah SWT dan contoh Rasul SAW semasa menjadi kepala negara di Madinah.

Al-Imam Hasan Al-Bashri ketika menjawab pertanyaan Khalifah Umar bin Abdul Aziz tentang jabatan seorang imam, Beliau berkata :

"Sesungguhnya Allah SWT menjadikan imam yang adil itu untuk meluruskan yang bengkok, membimbing yang zalim, memperbaiki yang rusak, membela yang lemah, dan pelindung yang teraniaya. Dia (seorang imam) seumpama seorang budak yang dipercaya oleh Tuannya (Allah) untuk menjaga dan memelihara harta dan keluarga, dia tidak akan menghukum dengan hukum jahiliyah, tidak mengikuti orang yang zalim, tidak akan membiarkan orang yang zalim itu berbuat sewenang-wenang terhadap yang lemah, pemegang wasiat anak yatim dan amanat orang miskin, mendidik yang kecil dan mengawasi yang besar."

Oleh karenanya, tidak wajar kalau seorang pemimpin membiarkan rakyatnya terlilit berbagai kesulitan, baik dalam bidang ekonomi, sosial kemasyarakatan, maupun keamanan. Penguasa tidak boleh membiarkan rakyat miskin dan lapar.

Penguasa juga tidak boleh membiarkan rakyat mengeluh karena sekolah mahal dan biaya kesehatan yang tinggi dan lain sebagainya. Ya, penguasa memang harus laksana perisai yang melindungi dan mengayomi dalam segala aspek kehidupan.

Bercermin pada suatu masa, seorang ibu yang stress menghadapi anak-anaknya yang menangis karena kelaparan. Untuk menghilangkan gundah gulananya, si ibu merebus batu agar anak-anaknya tahu ibunya sedang memasak makanan.

Tidak menunggu waktu yang lama, masalah hajat hidup ibu dan anak tersebut segera selesai. Penguasa yang sangat takut kepada Tuhannya segera melayani kebutuhan pangan rakyatnya. Derita ibu dan anak berakhir. Ibu dan anak menikmati hidangan lezat dari penguasa yang amanah ini.

Duhai Umar betapa rindu para ibu dengan kehadiran sosok pemimpin sepertimu.

Sumber bacaan :

https://www.republika.co.id/berita/r91p1n396/soal-ibu-muda-gorok-anak-psikolog-polisi-perlu-telusuri-kejiwaannya

https://hellosehat.com/mental/gangguan-mood/hangry-mudah-marah-saat-lapar/

https://www.republika.co.id/berita/propq6458/menjadi-pemimpin-yang-mengayomi#:~:text=Rasulullah%20SAW%20bersabda%2C%20%22Sesungguhnya%20seorang,(HR%20Bukhari%20dan%20Muslim).

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image