Meraup Manfaat Puasa dengan Jamu Jabati Jarak (Bagian 5)
Lomba | 2022-03-23 01:52:50Masih mengutip pendapat Syaikh Ahmad Ali Al-Jurjawi dalam kitabnya Hikmatut Tasyri wa Falsafatuhu, Juz I, halaman 204, bahwa salah satu hikmah dari ibadah puasa adalah mengendalikan sifat bahimiyah, sifat laksana hewan buas yang terdapat dalam jiwa kita. Salah satu sifat hewan buas adalah rakus terhadap makanan.
Kerakusan terhadap makanan yang terdapat dalam jiwa kita setidaknya bisa dibuktikan dalam dua hal, yakni menyimpan persediaan makanan secara berlebihan; dan selalu berlebihan dalam mengkonsumsi makanan. Setiap saat menghadapi makanan kita selalu ingin melahapnya terkadang tanpa memperdulikan lagi kondisi perut atau lambung kita.
Persoalan kemaruk, rakus, atau berlebihan dalam mengkonsumsi makanan ini telah menjadi persoalan seluruh negara di dunia. Banyak negara yang mengkampanyekan pola makan sehat, salah satunya adalah tidak rakus dalam mengkonsumsi makanan.
Mary Belknap (2015 : 264) dalam bukunya Homo Deva Evolution’s Next Step menyebutkan, berlebihan mengkonsumsi makanan merupakan penyebab utama timbulnya berbagai penyakit. Untuk menjadikan hidup kita lebih sehat, setiap orang harus mampu mengendalikan diri agar mampu mengendalikan diri dari kebiasaan berlebihan dalam mengkonsumsi makanan baik dari segi kuantitas maupun gizi makanan.
Berlebihan dalam mengkonsumsi makanan sekalipun makanan yang bergizi bukanlah merupakan perbuatan yang menyehatkan badan, namun merupakan perbuatan menumpuk-numpuk racun dalam tubuh. Jika seseorang sadar akan keadaan tersebut, ia harus segera melakukan detoxifikasi atau proses pengeluaran racun dari dalam tubuh. Selain dengan olah raga, melakukan puasa merupakan salah satu cara terbaik mengeluarkan racun dari dalam tubuh.
Seperti sudah disebutkan dalam tulisan sebelumnya, konsep puasa demi detoxifikasi berbeda dengan konsep puasa dalam Islam, namun ada kesamaan konsep, yakni menahan makan dan minum. Dengan demikian, Ibadah puasa jika dilaksanakan dengan benar memiliki hikmah mengeluarkan racun dari dalam tubuh kita. Syarat utama agar ibadah puasa kita benar-benar memberikan hikmah detoxifikasi yang menyehatkan tubuh adalah benar-benar menerapkan konsep jarak (jangan rakus).
Kesalahan umum dalam melaksanakan ibadah puasa adalah rakus ketika berbuka puasa. Tidaklah mengherankan jika usai ibadah puasa selama satu bulan, berat badan kita bukan menurun, tapi sebaliknya, berat badan kita malah bertambah. Derajat sehat pun tidak kita raih. Padahal idealnya ibadah puasa itu menyehatkan.
Sebagai orang beriman, kita harus benar-benar melaksanakan ibadah puasa sebaik mungkin. Salah satunya adalah dengan memperhatikan tatakrama ketika berbuka puasa. Selain tak melupakan berdo’a ketika berbuka, juga tidak rakus, tidak mengisi perut kita dengan makanan dan minuman secara berlebihan.
Rasulullah saw, baik ketika berbuka puasa maupun dalam kesehariannya tidak pernah mengkonsumsi makanan secara berlebihan. Ia selalu mengatur pola makannya agar benar-benar memberikan manfaat bagi tubuhnya baik secara sosial maupun spiritual.
Secara sosial, makanan dikonsumsi memberikan efek kesehatan terhadap tubuh, sedangkan secara spiritual, makanan yang dikonsumsi tidak menghalangi dirinya untuk melaksanakan ibadah. Rasulullah saw selalu mengatur kapasitas lambungnya sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga untuk bernafas.
Para ahli kesehatan mengakui, pola makan yang dilakukan Rasulullah saw merupakan pola makan yang sehat. Pola makan cara Rasulullah saw ini terbukti ampuh dalam menjaga kesehatan tubuh, menjauhkan diri berbagai penyakit.
Pola makan Rasulullah saw telah ditiru orang-orang di beberapa negara, dan terbukti menyehatkan. Misalnya orang Okinawa-Jepang memiliki kearifan lokal yang disebut hara hachi bu yang secara garis besarnya bermakna makan setelah lapar, dan berhenti makan sebelum kenyang.
Lambung hanya diisi 80% dari kapasitasnya, dan 20% sisanya untuk bernafas. Dari hasil penelitian terhadap penduduk Okinawa-Jepang yang menerapkan pola makan hara hachi bu, terbukti mereka lebih sehat, lebih bahagia, dan berumur panjang.
Jauh-jauh hari Rasulullah saw sudah memperingatkan agar kita benar-benar memperhatikan makanan dengan baik, terutama dalam mengukur kuantitas makanan yang kita konsumsi. “Timbanglah kebutuhan akan makananmu, pasti kalian akan memperoleh berkah dari makanan untuk tubuhmu,” (H. R. Ahmad dan ath-Thabrani).
Salah satu berkah dari makanan yang kita konsumsi adalah memberikan efek kesehatan terhadap jiwa dan raga. Kini tinggal kembali kepada diri kita dalam mengatur pola makan.
Dengan penuh kasih sayang, Allah telah memerintahkan kita untuk melaksanakan ibadah puasa yang sarat hikmah baik secara sosial maupun spiritual. Kewajiban kita tinggal melaksanakannya sebaik mungkin sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah saw.
Dalam hal dampak rakus ketika mengkonsumsi makanan sekalipun makanan halal, saya mengajak pembaca untuk merenungkan pendapat Dr. Amir An-Najar (2002 : 26) dalam salah satu karyanya At-Tashawuf An-Nafsi (Psikoterapi Sufistik).
“Jika seseorang rakus dalam mengkonsumsi suatu makanan sekalipun makanannya halal, maka perut, jiwa, dan hatinya akan sakit. Barangsiapa jwa dan hatinya sakit, ia akan hidup dalam himpitan penyakit jiwa dan raga.” (bersambung).
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.