Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dimas Rahmat Naufal Wardhana

Hari Puisi Internasional Membawa Dampak Baik Bagi Literasi Indonesia?

Sastra | 2022-03-20 21:52:39

Dalam sejarahnya puisi merupakan karya sastra yang telah ada di zaman lampau sekitar tahun 1700-1200 SM, dan disini akan mengetahui kesastraan di Indonesia. Pada tahun 1920 sampai dengan tahun 1990 kesastraan Indonesia modern selalu berkembang. Dengan demikian, hal ini membuat adanya persambungan sejarah sastra Indonesia, baik dalam ragam prosa maupun puisi. Sampai sekarang, yang merupakan sajak Indonesia modern yang pertama adalah sajak "Tanah Air" yang ditulis oleh "M. Jamin (Muhammad Yamin), terdapat dalam Jong Sumatra No.4, Tahun III, April 1920".

Sebuah karya sastra sesungguhnya merupakan response terhadap karya sebelumnya, baik berupa tanggapan atau penyambutan yang bersifat penerusan konvensi maupun penyimpangan konvensi yang telah ada. Seorang penyair menulis puisi berdasarkan konvensi-konvensi puisi sebelumnya, tetapi sekaligus juga sering menyimpangi konvensi yang telah ada ataupun norma puisi sebelumnya. Hal ini mengingat bahwa karya sastra (puisi) itu tidak lahir dalam kekosongan belaka, akan tetapi larik-larik puisi akan muncul dalam menyesuaikan perasaan jiwa untuk menggambarkan sifat yang berada didalam rona suatu suasana.

Demikian juga, puisi merupakan karya sastra yang berkembang pesat. Banyak penulis-penulis terkenal seperti Chairil Anwar, W.S Rendra, Sapadi Djoko Damono, Taufiq Ismail, Sitor Sitomorang dan banyak lagi. Ini menandakan pada jaman dahulu banyak aktivis menyampaikan ide-ide cemerlang sehingga disebut penyair legenda di Indonesia. Lalu ditetapkan tanggal 21 Maret sebagai Hari Puisi Internasional oleh UNESCO pada tahun 1999 merupakan ajang dimana para calon penyair di seluruh dunia termasuk Indonesia akan semakin memiliki orang-orang yang berpikir karena akan mengaplikasikannya menjadi karya terindah dan menambah kreativitas pengolahan katanya.

Hal ini juga akan berdampak dengan literasi di Indonesia. Mengapa demikian, karena karya sastra (puisi) ini akan melambangkan suatu kreatvitas, imajinasi dan tentunya pikiran yang menjadi satu kolaborasi yang menumbuhkan generasi muda berpikir cerdas. Mengenai literasi sendiri setiap daerah di Indonesia sangat banyak memiliki masalah literasi dimulai tidak adanya kualitas untuk meningkatkannya, tidak adanya dari segi ekonomi dan sebagainya, maka dari hal tersebut mungkin puisi bisa menjadi salah satu jalan untuk mencapai tujuan literasi di Indonesia.

Pada kalanya puisi itu melambangkan sayap kehijauan yang dimana sayap itu akan membuat kita menjulang tinggi ke dunia yang lebih luas akan pengetahuan literasinya dan akan lebih mengutamakan kehidupan dalam pikiran, hati, serta jiwa menjadi bersih karena sudah mengungkapkan dalam kata-kata yang disebut puisi, tapi pada realitanya jaman sekarang sudah berkurang drastis para penyair pemula yang akan bercahaya gelora dalam berpuitis. Padahal karya sastra (puisi) itu merupakan regangan antara konvensi dan inovasi, yang dimana para generasi bangsa akan termotivasi dalam menuangkan sentuhan tinta untuk membentuk jadi kata-kata yang menarik.

Walaupun puisi memiliki hal yang tidak dimiliki karya sastra lainnya dalam menuntaskan kebuntuan dalam berpikir, imajinasi oleh para generasi bangsa, maka perlu dilihat dalam perspektif di dunia pendidikan yang pada saat ini masih kurang karena dari segi ilmu puisi nya sendiri pun banyak yang kurang memahami dari kalangan muda para siswa bahkan mahasiswa dimulai dari banyak majas, stigma puisi yang penuh dengan keindahan yang mendayu-dayu, dan bahkan dianggap lebay atau berlebihan. Terlebih lagi ketika diminta menulis puisi siswa dan mahasiswa bingung menulis puisi karena tidak dapat memahami atau memilih diksi atau majas yang sesuai. Puisi seolah menjadi momok menakutkan bagi mereka.

Dengan Hari Puisi Internasional dalam mengkaitkan perlu dipahami dan diresonansi ke dalam pribadi masing-masing. Khusunya pendidik di Indonesia ini masih banyak yang belum mengerti puisi itu seperti apa, jadi mereka perlu mengakrabkan diri dengan salah satu karya sastra tersebut. Bahwasannya dibalik dari mereka gak paham ada kebaikan yang tersimpan yaitu mereka bisa berpikir cerdas, tapi sebelum itu perlu adanya materi literasi fiksi dan non fiksi hal tersebut menjadi pijakan dalam mengenalkan para generasi muda dalam berkawan dengan puisi.

Memang sekarang sudah serba canggih. Oleh karena itu, integrasi puisi sebagai hasil literasi dapat dituangkan ke dalam kiriman media sosial, seperti Instagram, Facebook, Whatsapp, dan Twitter. Kebahagiaan, keharmonisan, keagamaan, kesedihan tidak hanya dituangkan menjadi caption foto dengan makna denotasi semata, tapi menjadi indah dengan balutan diksi dan majas yang akan memberi dampak kepada bagi pembacanya.

Apabila puisi menjadi kawan, puisi akan mewujudkan tujuan literasi di Indoensia yang bertujuan untuk meningkat kredibilitas para generasi bangsa dalam mengatualisasikan dan mengabadikan sebagai penulis pemula. Diksi yang menguntai larik akan menjuntai dan menenun bait-bait indah kehidupan literasi. Bahkan dalam puisi nya Chairil Anwar menjadi awal titik kobaran api menjadi sangat panas, karena banyak yang sudah berkorban demi negara tercinta kita. Dengan kata lain puisi ialah media positif perubahan sosial di tengah-tengah masyarakat yang kian dinamis dan tentu para generasi bangsa akan memajukan pikirannya dimulai dari pengolahan kata yang luas, memiliki cakupan imajinasi yang cemerlang, dan bisa berpikir atas kesadaran demi kemajuan bangsa Indonesia ini.

Sebagai karya yang indah. Puisi akan menjadi sentuhan awal sebuah kebangkitan literasi Indonesia yang dimana para intelektual muda jadi bertambah dalam berpikir hal-hal yang cerdas, berimajinasi untuk bereksploratif ke dunia yang lebih luas akan pengetahuannya. Aksioma ini perlu digaungkan agar dapat diteruskan pada generasi bangsa selanjutnya yang akan membawa kemakmuran dalam aspek literasi.

Jadilah yang terdepan dalam membawa negeri ke jenjang lebih luas di mata dunia, agar masalah literasi dapat dipecahkan dengan karya indah dari alam semesta untuk berpikir seperti cendikiawan yang terus dilatih hingga mencapai kesempuranaan dalam keinginan untuk meningkatkan literasi di Indonesia.

Dimas Rahmat Naufal W

Mahasiswa Administrasi Publik

KADER IMM FISIP

Universitas Muhammadiyah Jakarta

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image