Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Mutiara Zulfa L

Arus Kekuasaan Tanpa Dialog

Politik | 2025-12-31 11:39:35

Ruang publik Indonesia kerap tampak penuh suara. Pernyataan resmi terus mengalir, informasi bergerak cepat, dan komunikasi politik hadir nyaris tanpa jeda. Namun di balik derasnya arus tersebut, dialog justru terasa semakin jarang. Banyak keputusan publik hadir sebagai pengumuman, bukan hasil percakapan. Kritik ada, tetapi kerap tidak benar-benar diperhitungkan. Inilah arus kekuasaan tanpa dialog.

Lagu Politrik dari .Feast menawarkan metafora yang relevan untuk membaca situasi ini. Politik digambarkan seperti aliran listrik yang menghubungkan banyak pihak, tetapi dikendalikan dari satu pusat. Publik tersambung dalam jaringan komunikasi, menerima arus informasi, namun tidak memegang saklar. Energi mengalir, tetapi arah dan kekuatannya ditentukan sepihak.

Dalam perspektif komunikasi politik, kondisi tersebut menunjukkan relasi yang timpang. Negara berbicara, publik mendengar. Informasi disampaikan, tetapi ruang untuk merespons sering kali hadir setelah keputusan dibuat. Partisipasi direduksi menjadi penerimaan, sementara dialog dua arah kehilangan tempatnya. Komunikasi berjalan, tetapi percakapan tidak benar-benar terjadi.

Arus kekuasaan tanpa dialog tidak berarti masyarakat diam. Kritik tetap muncul di ruang digital, diskusi kecil, hingga karya seni. Namun kritik tersebut kerap tenggelam di tengah kebisingan informasi dan narasi resmi yang terus berulang. Seperti dalam Politrik, publik berada dalam arus, tetapi tidak ikut menentukan arah. Sunyi hadir bukan karena ketiadaan suara, melainkan karena suara tidak memiliki daya pengaruh.

Pola komunikasi semacam ini berisiko memisahkan warga dari proses politik. Ketika ruang dengar menyempit, kepercayaan publik perlahan melemah. Warga mungkin tetap patuh, tetapi tidak merasa dilibatkan. Demokrasi berjalan secara prosedural, namun miskin dialog. Politik tampil aktif berbicara, tetapi pasif mendengarkan.

Melalui Politrik, .Feast mengingatkan bahwa persoalan utama komunikasi politik bukan pada seberapa sering kekuasaan menyampaikan pesan, melainkan sejauh mana ia membuka ruang percakapan. Arus yang terus mengalir tanpa dialog hanya akan menghasilkan koneksi semu. Tanpa saklar partisipasi, komunikasi politik berisiko menjauh dari makna dasarnya sebagai ruang pertemuan antara negara dan warga.

Arus kekuasaan tanpa dialog, pada akhirnya, mengajak kita merefleksikan kembali cara berkomunikasi dalam demokrasi. Bukan menambah volume suara, melainkan memperluas ruang dengar. Sebab tanpa dialog, politik akan terus bergerak namun semakin jauh dari partisipasi yang bermakna.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image