Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image ZAHRA AULIA RAHMADANI

Pemerintah Perketat Larangan Thrifting Impor

UMKM | 2025-11-24 13:22:59

Pemerintah Indonesia kembali menegaskan sikap tegas terhadap maraknya praktik thrifting atau penjualan pakaian bekas impor yang belakangan semakin diminati masyarakat, terutama kalangan muda. Kementerian Perindustrian mengingatkan bahwa perdagangan pakaian bekas impor merupakan aktivitas ilegal karena melanggar aturan tata niaga. Larangan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan yang secara eksplisit melarang masuknya pakaian bekas dari luar negeri ke pasar domestik.

Direktorat Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kemenperin menilai praktik thrifting bukan hanya melanggar aturan, tetapi juga menyebabkan kerugian besar bagi industri tekstil lokal. Pakaian bekas impor yang dijual dengan harga sangat murah membuat produk UMKM sulit bersaing, terutama bagi produsen skala kecil yang mengandalkan pasar domestik sebagai sumber pendapatan utama. Kemenperin juga mengimbau masyarakat agar tidak lagi membeli pakaian bekas impor karena dampaknya merugikan ekosistem industri dalam negeri yang tengah berupaya bangkit pasca pandemi.

Pernyataan lebih tegas disampaikan oleh Menteri Keuangan yang menolak keras wacana legalisasi thrifting. Menurutnya, usaha thrifting tidak dapat dilegalkan selama barang yang masuk adalah barang ilegal. Meski sebagian pedagang berani mengatakan siap membayar pajak jika diperbolehkan, pemerintah memastikan bahwa pungutan negara tidak dapat dikenakan pada aktivitas yang melanggar hukum. Menteri Keuangan menegaskan bahwa pengawasan harus diperkuat dan setiap barang ilegal yang masuk mesti diberhentikan sebelum merusak pasar nasional. Ia menambahkan bahwa keberadaan barang bekas impor seringkali masuk melalui jalur tidak resmi—baik melalui kontainer yang disamarkan maupun mekanisme jastip lintas negara. Karena itu, penegakan aturan kepabeanan dan pengawasan di lapangan menjadi kunci untuk menekan laju perdagangan barang ilegal tersebut. Sikap pemerintah yang tidak kompromi ini bertujuan menjaga ruang usaha bagi produsen garmen lokal agar tetap kompetitif.

Di sisi lain, DPR melalui Komisi VII mendesak pemerintah menyusun regulasi khusus yang secara jelas mengatur batasan antara thrifting legal dan ilegal. DPR menilai bahwa selama ini belum ada aturan komprehensif yang mengakomodasi pasar barang preloved lokal yang sebenarnya legal, seperti pakaian bekas buatan dalam negeri atau preloved yang diperjualbelikan tanpa melanggar aturan impor. Regulasi khusus dianggap penting untuk memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha sekaligus melindungi UMKM yang memproduksi pakaian baru di tanah air. DPR juga mengusulkan agar pakaian bekas impor ilegal yang tertahan di pelabuhan atau gudang penyimpanan tidak langsung dimusnahkan, melainkan dipilah dan diolah kembali menjadi bahan baku tekstil. Bahan baku tersebut kemudian bisa disalurkan kepada UMKM untuk mendukung kreativitas produk lokal dan menekan biaya produksi. Langkah ini dinilai sebagai solusi yang lebih produktif ketimbang memusnahkan barang dalam jumlah besar tanpa memberikan manfaat ekonomi.

Selain itu, DPR menekankan bahwa upaya memperkuat industri lokal harus sejalan dengan gerakan “Bangga Buatan Indonesia”. Dengan regulasi yang tepat, pasar preloved domestik dapat berkembang tanpa bergantung pada pasokan barang ilegal dari luar negeri. Namun tanpa penegakan aturan yang kuat, thrifting impor dikhawatirkan terus membanjiri pasar dan semakin menyulitkan UMKM bersaing. Di tengah tingginya minat masyarakat terhadap thrifting, pemerintah menghadapi tantangan besar dalam pengawasan. Pakaian bekas impor tidak hanya beredar di pasar fisik, tetapi juga masuk melalui platform e-commerce dan media sosial, membuat proses penertiban semakin kompleks. Masyarakat yang tergiur harga murah seringkali tidak menyadari bahwa barang tersebut masuk secara ilegal.

Melalui sikap tegas pemerintah dan dorongan DPR untuk menyusun regulasi yang lebih matang, kebijakan mengenai thrifting di Indonesia kini memasuki tahap penting. Pemerintah menegaskan bahwa penataan pasar pakaian bekas harus dilakukan demi melindungi industri tekstil nasional yang selama ini menjadi salah satu penopang ekonomi dan lapangan kerja. Namun, di sisi lain, pemerintah juga diharapkan mampu menyusun aturan yang tidak mematikan pelaku usaha preloved lokal yang tidak melanggar hukum.

Dengan berbagai langkah pengetatan, baik dari sisi pengawasan maupun regulasi, pemerintah berharap ekosistem industri pakaian nasional dapat tumbuh lebih sehat dan mampu bersaing tanpa tekanan dari masuknya barang bekas impor ilegal.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image