Politik Representasi dan Jarak Kekuasaan
Politik | 2025-12-28 14:16:29Demokrasi Indonesia dibangun di atas prinsip perwakilan rakyat. Melalui mekanisme pemilu, masyarakat menyerahkan mandat kepada wakilnya untuk memperjuangkan kepentingan publik di ruang kekuasaan. Namun dalam praktiknya, hubungan antara wakil dan yang diwakili kerap terasa semakin jauh. Politik representasi seolah kehilangan makna substantifnya. Banyak kebijakan publik lahir tanpa partisipasi masyarakat yang memadai. Aspirasi rakyat sering terdengar menjelang pemilu, tetapi memudar setelah kekuasaan diraih. Kondisi ini menciptakan kesan bahwa politik lebih berorientasi pada kekuasaan daripada pelayanan. Rakyat hadir sebagai legitimasi, bukan sebagai subjek utama demokrasi.
Jarak kekuasaan ini juga dipengaruhi oleh pola komunikasi politik yang elitis. Bahasa kebijakan sulit dipahami, ruang dialog terbatas, dan kritik publik sering dipandang sebagai ancaman. Padahal, demokrasi yang matang justru membutuhkan keterbukaan dan kesediaan untuk dikritik demi perbaikan bersama. Di tengah situasi tersebut, masyarakat dituntut untuk tidak pasif. Partisipasi politik tidak boleh berhenti di bilik suara. Kesadaran untuk mengawasi kebijakan, menyuarakan pendapat secara rasional, serta menolak politik manipulatif menjadi kunci menjaga kualitas demokrasi.
Politik representasi hanya akan bermakna jika kekuasaan dijalankan dengan rasa tanggung jawab. Wakil rakyat harus menyadari bahwa jabatan adalah amanah, bukan privilese. Ketika politik kembali diletakkan sebagai alat pengabdian, kepercayaan publik dapat perlahan dipulihkan. Demokrasi bukan sekadar soal siapa yang berkuasa, tetapi bagaimana kekuasaan digunakan. Tanpa kedekatan dengan rakyat, politik akan kehilangan legitimasi sosialnya dan berpotensi melahirkan ketidakadilan yang berulang.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
