Refleksi Hari Ibu: Sinergi Dakwah dengan Generasi
Agama | 2025-12-27 06:13:50
Desember identik dengan ibu. Cinta kasih para ibu telah menjadi inspirasi dunia. Melalui tangannya lahirlah para ulama dan pemimpin dunia yang menghiasi buana. Hanya saja, hari ini tak mudah menjadi ibu. Beragam pemikiran saling tarik menarik menggoyahkan posisi ibu. Tak pelak ibu pun terbawa arus, tersibukkan dengan hal lain di luar tanggung jawabnya. Sementara tugas sebagai ibu generasi tak boleh berhenti, tetap menempel padanya.
Tema Hari Ibu tahun ini adalah “Perempuan Berdaya dan Berkarya, Menuju Indonesia Emas 2045.” Tema tersebut menitikberatkan pada penguatan peran perempuan yang memiliki daya, mampu berkarya, serta berkontribusi dalam mewujudkan visi Indonesia Emas pada tahun 2045. Perempuan dianggap berdaya apabila berperan aktif dalam kehidupan sosial. Pun didorong berkarya dan menjadi motor penggerak perubahan sosial, ekonomi, dan budaya di lingkungan sekitarnya sebagai bentuk kontribusi menuju Indonesia Emas 2045.
Karakteristik tadi melibatkan para perempuan dalam pembangunan. Meski tampak bagus, hanya saja ide tersebut, masih berdiri pada fondasi sekularisme dan kapitalisme. Dalam sekularisme dengan asas fashludin anil hayahnya, manusia membuat aturannya sendiri, tak memberi peran pada Allah SWT. Sedangkan kapitalisme, menyandarkan segala sesuatu dengan materi, baik tolok ukur, nilai dalam kehidupan dan standar kebahagiaan yang ingin diraih. Akibatnya, kontribusi ibu pun bergeser hanya di ruang ekonomi.
Sementara Islam telah memberikan ibu peran sentral sebagai ummu ajyal atau ibu generasi. Melalui optimalisasi peran ini, sebagaimana Allah SWT memerintahkannya, maka kontribusi ibu terhadap pembangunan, jauh lebih besar ketimbang hanya berkutat di sektor ekonomi.
Akan tetapi peran tersebut memerlukan support system dari keluarga, masyarakat dan negara. Ibu tak boleh dibiarkan sendiri. Ia akan menghasilkan karya gemilang bagi peradaban, tatkala suami menjalankan perannua sebagai qawwam, masyarakat melakukan fungsi muhasabah, dan negara memastikan hak setiap warga terpenuhi.
Pun ibu harus terus membangun dirinya, menjaga akidahnya menancap semakin kuat dan membekali dirinya dengan beragam tsaqofah Islam, untuk tarbiyah terhadap generasi. Ibu generasi akan memadukan peran utamanya sebagai ibu dan kewajiban berdakwah yang didasari oleh kesadaran politik yang tinggi. Bahwasanya umat harus diatur dengan Islam. Sehingga di dalam rumah terbangun suasana Islam. Anak terbiasa diajak mengindera fakta, dan membacanya dengan kaca mata Islam. Saat mereka tumbuh besar, mereka tak asing dengan analisa dan solusi-solusi Islam.
Para ibu akan mengarahkan generasi agar memiliki identitas Islam yang kuat, sabar, pintar dan beriman. Mereka pandai dalam pendidikan formal, sekaligus memahami akan diarahkan ke mana ilmu yang dimilikinya. Melalui kesadaran politik yang tepat, seorang ibu mampu memberi ruh dan menghiasi perannya sebagai ibu dengan cita-cita besar memimpin umat. Generasi akan termotivasi berada di barisan depan untuk memimpin umat.
Tantangan peran ibu saat ini adalah pemikiran-pemikiran yang datangnya dari luar Islam. Serangan pemikiran dan budaya Barat dengan paham kebebasannya telah menciptakan lingkungan yang rusak. Parahnya, serangan tadi masuk melalui digital, dunia yang sehari-hari berada dalam genggaman anak-anak kita. Dengan mudah mereka mengakses info apapun, dan menyerap kerusakan yang ditimbulkannya.
Karenanya ibu harus senantiasa mawas diri, bisa menjadi teladan, contoh baik yang dekat dengan buah hati. Mereka menduplikasi sikap dan keputusan para ibu. Ibu pun harus memperbaiki diri setiap saat, mengkaji Islam, mengenyahkan kelalaian, dosa dan kemungkaran, serta berupaya sungguh-sungguh menjadi figur yang tepat. Setiap hari adalah hari untuk ibu, yang berpacu dengan waktu untuk mempersembahkan karya terbaiknya bagi peradaban, yaitu generasi yang siap memikul beban peradaban. Allahumma ahyanaa bil Islam
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
