Kasus Resbob: Pelajaran yang Dapat Kita Ambil
Info Terkini | 2025-12-24 15:42:04
Belakangan ini, publik kembali dihadapkan pada polemik yang ramai diperbincangkan di media sosial. Kasus$ Resbob$ yang sejatinya merujuk pada sosok konten kreator Resbob atau Adimas Firdaus menjadi pengingat keras tentang betapa besarnya dampak ucapan di media sosial. Satu siaran langsung, satu pernyataan, mampu memicu kegaduhan nasional dan berujung pada proses hukum yang serius.Kasus ini mengajarkan kita bahwa media sosial bukan ruang yang tanpa nilai. Apa yang diucapkan di sana bukan sekadar “konten”, melainkan pernyataan publik yang memiliki konsekuensi sosial dan hukum. Ketika ujaran bernuansa penghinaan, apalagi menyenggol identitas kelompok seperti suku atau komunitas, disebarkan tanpa kontrol, maka luka kolektif yang muncul tidak bisa dianggap remeh.
Pelajaran Pertama : Tanggung Jawab Dalam Berekspresi
Kebebasan berpendapat memang dijamin, tetapi bukan berarti bebas tanpa batas. Di era digital, siapa pun termasuk konten kreator memiliki audiens yang luas dan beragam. Ucapan yang dianggap candaan oleh satu pihak bisa menjadi penghinaan bagi pihak lain. Di sinilah kedewasaan berbahasa diuji.
Pelajaran Kedua : Popularitas Tidak Kebal Hukum
Dunia digital sering memberi ilusi kekuasaan: jumlah pengikut, penonton, dan dukungan seolah menjadi tameng. Namun ketika batas etika dan hukum dilanggar, proses hukum tetap berjalan. Ini menjadi pengingat penting bahwa status sebagai figur publik justru menuntut standar sikap yang lebih tinggi, bukan sebaliknya.Pelajaran berikutnya menyangkut peran publik sebagai penonton. Reaksi masyarakat di media sosial kerap bersifat reaktif dan emosional. Kasus Resbob memperlihatkan bagaimana kemarahan kolektif bisa dengan cepat membesar. Di satu sisi, kritik publik penting sebagai kontrol sosial. Namun di sisi lain, kita juga perlu berhati-hati agar tidak terjebak pada penghakiman massal yang berlebihan sebelum proses hukum selesai.
Pelajaran Ketiga : Kebebasan Berekspresi Harus Sejalan dengan Tanggung Jawab
Bukan hanya soal kemampuan menggunakan platform, tetapi juga memahami etika, dampak, dan tanggung jawab dari setiap unggahan. Literasi digital seharusnya tidak berhenti pada “cara viral”, melainkan juga pada “cara bertanggung jawab”.Pada akhirnya, apa yang bisa kita pelajari dari kasus Resbob atau lebih tepatnya kasus Resbob bukan sekadar tentang siapa yang salah atau benar. Kasus ini adalah cermin bagi kita semua: tentang cara berbicara, cara bersikap, dan cara menggunakan ruang digital dengan lebih manusiawi. Karena di balik layar gawai, selalu ada manusia lain yang bisa terluka oleh kata-kata kita.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
