Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Imam Septiana Mutaqin

Teknologi Memperlebar Jarak Kelas Menengah dan Rentan

Teknologi | 2025-12-15 13:26:00

Perkembangan teknologi digital sering dipromosikan sebagai jalan pintas menuju kemajuan dan pemerataan. Akses informasi semakin terbuka, layanan publik makin cepat, dan peluang ekonomi kian beragam. Namun, di balik narasi optimistis tersebut, terdapat kenyataan yang tidak selalu sejalan: teknologi justru berpotensi memperlebar jarak antara kelas menengah dan kelompok masyarakat rentan.

Bagi kelas menengah yang relatif siap secara ekonomi dan pendidikan, teknologi menjadi akselerator. Akses internet stabil, perangkat memadai, serta literasi digital yang cukup memungkinkan mereka memanfaatkan berbagai layanan digital—mulai dari pekerjaan jarak jauh, investasi digital, hingga pengembangan usaha berbasis platform. Teknologi membantu mereka bergerak lebih cepat dan efisien.

Sebaliknya, bagi kelompok rentan, teknologi kerap hadir sebagai tantangan baru. Keterbatasan akses internet, perangkat yang tidak memadai, serta rendahnya literasi digital membuat banyak layanan berbasis teknologi sulit dimanfaatkan. Ketika berbagai aspek kehidupan—pendidikan, pekerjaan, layanan publik—berpindah ke ruang digital, mereka yang tidak siap justru semakin tertinggal.

Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa tingkat akses internet dan pemanfaatan teknologi masih sangat dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan wilayah. Rumah tangga berpendapatan menengah ke atas jauh lebih mudah terhubung dengan layanan digital dibandingkan kelompok berpendapatan rendah. Artinya, teknologi tidak berdiri di ruang hampa; ia bekerja di atas struktur sosial yang sudah timpang.

Ketimpangan ini terlihat jelas dalam dunia kerja. Kelas menengah dengan keterampilan digital dapat mengakses pekerjaan fleksibel, proyek global, atau peluang usaha berbasis teknologi. Sementara itu, kelompok rentan lebih banyak terserap dalam pekerjaan informal digital dengan pendapatan tidak pasti dan minim perlindungan. Teknologi membuka peluang, tetapi tidak semua orang memulai dari garis start yang sama.

Dalam sektor pendidikan, kesenjangan serupa juga tampak nyata. Pembelajaran berbasis digital membutuhkan perangkat, koneksi internet, dan dukungan lingkungan belajar yang memadai. Bagi keluarga kelas menengah, hal ini relatif dapat dipenuhi. Namun, bagi keluarga rentan, digitalisasi pendidikan justru menambah beban. Anak-anak berisiko tertinggal bukan karena kurang kemampuan, tetapi karena keterbatasan akses.

Teknologi juga memengaruhi cara masyarakat mengakses layanan publik dan ekonomi. Berbagai layanan kini mengandalkan aplikasi dan platform daring. Bagi mereka yang terbiasa dengan teknologi, proses ini terasa praktis. Namun, bagi kelompok rentan, digitalisasi sering kali menjadi penghalang baru. Alih-alih mempermudah, teknologi justru menciptakan bentuk eksklusi yang lebih halus.

Persoalan utamanya bukan pada teknologi itu sendiri, melainkan pada asumsi bahwa semua orang siap menggunakannya. Kebijakan digital sering dirancang dengan sudut pandang kelas menengah perkotaan, yang memiliki akses dan literasi lebih baik. Akibatnya, kebutuhan dan keterbatasan kelompok rentan kurang terakomodasi dalam proses transformasi digital.

Laporan berbagai lembaga internasional juga mengingatkan bahwa kesenjangan digital berpotensi memperkuat ketimpangan sosial-ekonomi. Mereka yang mampu memanfaatkan teknologi akan terus bergerak maju, sementara yang tertinggal semakin sulit mengejar. Jika tidak diantisipasi, teknologi justru menjadi mekanisme baru reproduksi ketimpangan.

Karena itu, transformasi digital seharusnya tidak hanya diukur dari kecepatan inovasi atau jumlah pengguna aplikasi. Ukuran keberhasilannya adalah sejauh mana teknologi mampu memperluas kesempatan bagi semua lapisan masyarakat. Tanpa kebijakan afirmatif, pelatihan literasi digital, dan pendampingan yang berkelanjutan, teknologi akan lebih banyak melayani mereka yang sudah diuntungkan.

Pemerintah dan pemangku kepentingan perlu melihat digitalisasi sebagai proses sosial, bukan sekadar proyek teknis. Infrastruktur penting, tetapi tidak cukup. Penguatan kapasitas manusia—terutama kelompok rentan—harus menjadi bagian utama dari agenda transformasi digital. Tanpa itu, kesenjangan akan terus melebar di balik kemajuan teknologi.

Pada akhirnya, teknologi hanyalah alat. Ia bisa menjadi jembatan menuju pemerataan, atau justru tembok yang memisahkan. Pilihannya bergantung pada bagaimana teknologi dirancang, diterapkan, dan diarahkan. Jika tidak disertai keberpihakan pada kelompok rentan, kemajuan digital berisiko hanya menjadi milik segelintir orang, sementara yang lain terus tertinggal.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image