Penerapan K3 pada Aktivitas Pemeriksaan Mikrobiologi di Laboratorium Rumah Sakit
Riset dan Teknologi | 2025-12-15 04:10:19
Laboratorium mikrobiologi di rumah sakit berfungsi sebagai salah satu unit pendukung diagnostik yang memiliki tingkat risiko kerja yang tinggi dikarenakan keterkaitannya langsung dengan mikroorganisme berbahaya dari spesimen pasien. Contoh spesimen klinis seperti sputum, darah, urin, feses, dan swab bisa mengandung pathogen seperti bakteri, virus, atau jamur yang dapat menyebabkan penyakit yang berkaitan dengan pekerjaan jika tidak dikelola dengan benar melalui prosedur keselamatan. Ancaman ini mencakup bukan hanya infeksi langsung, tetapi juga paparan aerosol, kemungkinan terjadinya kontaminasi silang, serta risiko kecelakaan saat menggunakan alat tajam dan bahan kimia yang diperlukan untuk pemeriksaan. Oleh karena itu, penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam laboratorium mikrobiologi adalah sesuatu yang sangat krusial demi perlindungan tenaga laboratorium, penyediaan lingkungan kerja yang aman, serta untuk menjamin kualitas hasil pemeriksaan laboratorium (WHO, 2020).
Melalui observasi yang dilakukan di laboratorium mikrobiologi rumah sakit, penerapan K3 telah direalisasikan melalui berbagai tindakan, seperti penggunaan alat pelindung diri (APD), penerapan teknik aseptik, penggunaan biosafety cabinet, serta pengelolaan limbah infeksius. Umumnya, petugas laboratorium memakai APD yang terdiri dari jas laboratorium, sarung tangan, masker, dan penutup kepala saat menjalankan berbagai aktivitas pemeriksaan. Pada beberapa prosedur tertentu yang memiliki risiko tinggi, misalnya dalam penanganan spesimen sputum atau saat melakukan inokulasi media kultur, pemakaian APD menjadi langkah penting untuk mencegah kontak langsung dengan bahan infeksius. Penggunaan APD ini sesuai dengan regulasi keselamatan kerja yang diterapkan di rumah sakit bertujuan untuk meminimalisir risiko paparan biologis serta penyakit yang berkaitan dengan pekerjaan (Kementerian Kesehatan RI, 2016).
Namun, hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa penggunaan alat pelindung diri secara teratur masih menjadi masalah, terutama saat beban kerja tinggi. Kadang-kadang, petugas masih memakai sarung tangan terlalu lama tanpa menggantinya saat pindah tugas, atau tidak segera melepas alat pelindung diri saat melakukan pekerjaan non-pemeriksaan di area kerja. Kondisi ini bisa meningkatkan risiko penyebaran kotoran antara spesimen, alat, dan lingkungan laboratorium. Kebiasaan kerja, waktu yang terbatas, serta kurangnya kesadaran pribadi dapat memengaruhi kepatuhan terhadap penerapan keselamatan dan kesehatan kerja yang optimal.
Penanganan spesimen mikrobiologi di laboratorium dilakukan dengan menerapkan aturan kehati-hatian standar, di mana semua spesimen dianggap sebagai bahan yang bisa menularkan penyakit. Spesimen diterima dalam wadah tertutup dan berlabel jelas, kemudian diproses sesuai prosedur yang berlaku. Proses pembukaan spesimen, penanaman ke media kultur, serta pemeriksaan lanjutan dilakukan menggunakan teknik aseptik untuk mencegah kotoran dan menjaga keselamatan petugas. Penggunaan lemari biosafety merupakan salah satu upaya penting dalam mengurangi risiko terpapar aerosol yang dapat terjadi selama proses kerja mikrobiologi, terutama pada pemeriksaan yang melibatkan mikroorganisme penyakit (CDC, 2022).
Selain risiko biologis, laboratorium mikrobiologi juga menghadapi bahaya kerja lainnya, seperti penggunaan alat tajam, bahan kimia, dan peralatan listrik. Karena itu, penerapan keselamatan dan kesehatan kerja tidak hanya fokus pada pencegahan infeksi, tetapi juga pada upaya mencegah kecelakaan kerja secara umum. Pengamatan menunjukkan bahwa petugas sudah paham pentingnya berhati-hati saat menggunakan alat dan mengikuti prosedur kerja yang sudah ditentukan. Meski begitu, pengawasan dan penilaian rutin tetap dibutuhkan untuk memastikan semua prosedur keselamatan dilakukan secara konsisten.
Pengelolaan limbah yang bisa menularkan penyakit merupakan bagian penting dari penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium mikrobiologi. Limbah seperti media kultur bekas, cawan petri, tabung reaksi, dan alat sekali pakai dikumpulkan dalam wadah khusus untuk limbah infeksius. Limbah tajam seperti jarum dan pipet kaca dibuang ke dalam kotak keselamatan untuk menghindari luka tusuk. Beberapa jenis limbah mikrobiologi juga melalui proses pembersihan sebelum dibuang agar mengurangi risiko penyebaran mikroorganisme penyakit ke lingkungan sekitar. Pengelolaan limbah yang benar tidak hanya melindungi petugas laboratorium, tetapi juga membantu menjaga keselamatan lingkungan dan masyarakat (WHO, 2020).
Secara keseluruhan, penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium mikrobiologi rumah sakit sudah berjalan cukup baik dan sesuai dengan standar keselamatan kerja yang berlaku. Namun, masih ada beberapa aspek yang perlu diperbaiki, terutama terkait kepatuhan yang konsisten terhadap prosedur keselamatan. Beban kerja yang tinggi, rutinitas yang padat, serta kebiasaan kerja dapat memengaruhi perilaku petugas dalam menerapkan keselamatan. Karena itu, diperlukan upaya terus-menerus seperti pengawasan, penilaian prosedur operasi standar, serta pelatihan dan pendidikan rutin bagi petugas laboratorium. Dengan penerapan keselamatan yang optimal, risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat dikurangi, sehingga laboratorium mikrobiologi dapat memberikan layanan diagnosis yang aman, berkualitas, dan professional.
Chosewood, L. C., & Wilson, D. E. (2009). Biosafety in microbiological and biomedical laboratories. US Department of Health and Human Services, Public Health Service, Centers for Disease Control and Prevention, National Institutes of Health.
World Health Organization. (2004). Laboratory biosafety manual. World Health Organization.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit. Jakarta: Kemenkes RI.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
