Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Chakim Gilang Satrio

Apakah Blockchain Sudah Mencapai Batas Inovasinya?

Teknologi | 2025-12-14 21:57:23

Di tengah euforia teknologi digital, blockchain sering digambarkan sebagai jawaban atas berbagai persoalan modern seperti keamanan data, transparansi transaksi, dan masa depan ekonomi digital. Narasi itu terdengar sangat meyakinkan. Namun di balik janji besar tersebut, terdapat kenyataan teknis yang jauh lebih sederhana tetapi jarang diakui. Blockchain adalah teknologi yang tidak efisien secara desain. Ketidakefisienan itu bukan cacat kecil, melainkan konsekuensi langsung dari prinsip yang menjadi dasar pembentukannya.

Pada konsep awalnya, blockchain dibangun untuk menghilangkan kebutuhan kepercayaan pada satu otoritas. Tidak ada server pusat yang mengelola transaksi, sehingga setiap komputer dalam jaringan harus memverifikasi pekerjaan yang sama. Jika ada sepuluh ribu node, maka sepuluh ribu komputer mengulang operasi identik. Dalam praktik, ini berarti konsumsi energi yang tinggi, kebutuhan penyimpanan yang berlapis, serta kecepatan transaksi yang jauh lebih lambat dibandingkan sistem terpusat modern. Redundansi besar-besaran ini memang membuat blockchain tahan manipulasi, tetapi sekaligus menjadikannya teknologi yang sangat boros sumber daya.

Sebagian orang menyalahkan ketidakefisienan ini pada mekanisme Proof-of-Work, seperti pada Bitcoin. Memang, PoW memerlukan energi dalam jumlah besar. Namun saat jaringan beralih ke Proof-of-Stake yang lebih hemat listrik, masalah strukturalnya tetap ada. Setiap node tetap harus menyimpan data yang sama dan melakukan validasi yang sama. Blockchain dapat menjadi lebih hemat energi, tetapi tidak bisa menjadi jauh lebih efisien selama desainnya tetap bergantung pada verifikasi berulang di banyak pihak.

Di sistem terpusat seperti perbankan, e-wallet, atau jaringan pembayaran online, transaksi ditangani oleh server yang terus diperbarui, dioptimalkan, dan disesuaikan ketika terjadi masalah. Ketika sebuah celah muncul, pengelola dapat segera memperbaiki sistem. Blockchain tidak memiliki kemewahan ini. Perubahan kecil memerlukan konsensus yang panjang, dan perbedaan pandangan bisa berakhir pada pemisahan jaringan seperti yang terjadi pada Ethereum dan Ethereum Classic. Blockchain kuat karena sifatnya yang kaku, tetapi kekakuan yang sama membuatnya sulit menyesuaikan diri dengan kebutuhan besar yang dinamis.

Masalah tersebut memunculkan satu pertanyaan penting. Jika sebuah teknologi tidak bisa diperbaiki tanpa mengubah prinsip dasarnya, apakah itu berarti ia sudah mencapai batas inovasinya? Pertanyaan ini semakin relevan ketika kita membicarakan ancaman komputasi kuantum yang tengah bergerak maju. Banyak algoritma kriptografi yang digunakan blockchain dapat ditembus oleh komputer kuantum masa depan. Untuk bertahan, komunitas blockchain harus mengembangkan algoritma kripto baru yang lebih kuat. Namun algoritma ini memerlukan operasi matematis yang jauh lebih berat dan ukuran data yang lebih besar, sehingga menambah beban energi dan komputasi.

Dengan kata lain, untuk mempertahankan blockchain di era kuantum, kita harus menambah sumber daya, bukan menguranginya. Sebuah ironi yang berlawanan dengan arah perkembangan teknologi global yang semakin menekankan efisiensi dan keberlanjutan.

Batas inovasi blockchain juga tampak dari kemampuan teknologinya menjawab kebutuhan praktis. Sistem desentralisasi penuh jarang dibutuhkan dalam layanan publik, administrasi negara, e-commerce, media sosial, maupun transaksi harian. Kebanyakan masalah yang diklaim dapat diselesaikan dengan blockchain sebenarnya sudah dapat diselesaikan dengan database modern yang lebih cepat dan hemat energi. Akibatnya, banyak proyek blockchain menghilang setelah fase awal, atau berakhir sebagai eksperimen yang tidak menemukan kegunaan nyata. Blockchain hanya relevan pada kasus-kasus tertentu seperti uang digital global, verifikasi publik, arsip legal yang membutuhkan bukti waktu, atau kepemilikan aset digital. Di luar itu, penggunaannya seringkali justru menambah lapisan kerumitan tanpa memberikan keuntungan yang berarti. Fakta ini menunjukkan bahwa ruang inovasi blockchain mungkin tidak hilang, tetapi sudah menyempit secara alami ke wilayah-wilayah khusus yang memang membutuhkan sifatnya yang tetap dan sulit diubah.

Blockchain bukan penipu teknologi, tetapi juga bukan penyelamat dunia digital. Ia adalah alat yang dibangun dengan prioritas tertentu, yaitu keamanan tanpa otoritas pusat. Prioritas itu membawa biaya besar dalam bentuk energi, ruang penyimpanan, dan kecepatan yang rendah. Ketika dunia bergerak menuju teknologi yang lebih hemat sumber daya, kita harus berani bertanya apakah blockchain masih relevan untuk dikembangkan secara luas, atau justru harus kembali ditempatkan sebagai teknologi niche untuk kasus-kasus khusus.

Pada akhirnya, batas inovasi blockchain adalah batas antara idealisme dan kebutuhan nyata. Teknologi yang baik bukan hanya yang aman atau canggih, tetapi juga yang dapat berkembang mengikuti tantangan zaman, termasuk efisiensi energi dan ancaman kuantum. Pertanyaannya kini bukan sekadar apakah blockchain bisa diperbaiki, melainkan apakah ia masih perlu diperluas di luar fungsi-fungsi khusus yang memang sesuai dengan sifat dasarnya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image