Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image M Topan Ketaren

Perkebunan Sawit dan Banjir: Bisakah Kebun Menyimpan Air dan Meredam Musibah?

Edukasi | 2025-12-14 16:31:26
Sumber gambar: Canva

Sebagai seseorang yang menghabiskan lebih dari tiga puluh tahun mengelola lahan, memimpin tenaga kerja, dan menelaah interaksi antara manusia dengan lanskap perkebunan, saya sering ditanya apakah kebun sawit — dengan jutaan hektar vegetasi yang menutup tanah di Sumatra dan pulau-pulau lain — memiliki kapasitas alami untuk menyimpan air dan mencegah banjir. Pertanyaan itu menjadi kian mendesak ketika bencana banjir dan longsor yang menimpa bagian-bagian Sumatra pada akhir November hingga Desember 2025 mengguncang kehidupan jutaan orang. Dalam tulisan ini saya mencoba menjawabnya: bukan sekadar ya atau tidak, tetapi dengan penjelasan teknis, pengalaman lapangan, dan refleksi tentang kebijakan lahan yang diperlukan untuk mengurangi risiko hidrometeorologi di masa depan.

Menjawab Pertanyaan Sederhana dengan Konteks yang Kompleks

Jika jawaban singkatnya diperlukan: tanaman — termasuk sawit — memang menyimpan air melalui mekanisme tanah dan vegetasi, tetapi kapasitas ini sangat bergantung pada konteks: jenis tanah, topografi, tata guna lahan sebelumnya, kondisi hutan di hulu, serta praktik pengelolaan di kebun. Sawit dapat membantu mengurangi aliran permukaan bila dikelola dengan prinsip konservasi tanah dan air, namun sebaliknya bisa memperparah limpasan dan erosi jika menempati areal hulu yang sebelumnya berfungsi sebagai penyangga alami seperti hutan primer atau sekunder.

Pengalaman saya di lapangan mengajarkan bahwa fungsi hidrologis lanskap tidak ditentukan oleh satu jenis tanaman saja — melainkan oleh susunan mosaik tutupan lahan dan praktik manajerial. Hutan yang utuh di daerah tangkapan hujan (watershed) menyimpan air lebih baik, meresapkan hujan secara bertahap ke dalam tanah, dan melepaskannya ke sungai dalam laju yang lebih stabil. Ketika hutan diubah menjadi lahan pertanian intensif tanpa langkah-langkah konservasi, kapasitas penyerapan ini berkurang tajam.

Sawit: Kemampuan Menyimpan Air dan Di Mana Ia Rentan

Kemampuan sawit dalam menyimpan air tanah

Kelapa sawit merupakan tanaman berakar relatif dangkal dibandingkan pohon-pohon hutan hujan tropis besar. Akar-akar tersebut berfungsi untuk menambatkan tanaman dan mengambil nutrisi, tetapi tidak selalu menembus lapisan tanah yang mampu menyimpan air dalam jumlah besar. Di lahan datar dengan struktur tanah yang baik, kebun sawit yang dirancang dengan teras, parit kontrol, dan lapisan organik yang cukup dapat membantu infiltrasi. Namun, di lahan miring, bersebelahan dengan aliran sungai, atau di bekas areal yang baru saja dibuka dari hutan primer, risiko aliran permukaan cepat dan longsor meningkat.

Dalam praktiknya, perbedaan utama antara kebun sawit yang aman dari sudut pandang hidrologi dan yang rentan adalah pengelolaan: adanya jalur drainase yang terencana, penutup tanah (mulsa atau vegetasi penutup) yang mengurangi kepadatan permukaan, serta pemeliharaan koridor hijau di sepanjang aliran air. Tanpa itu, curah hujan ekstrem akan lebih cepat mengalir sebagai limpasan permukaan, membanjiri hilir dan menambah risiko banjir bandang.

Apa Kata Kejadian di Sumatra Akhir-akhir Ini?

Pray for Sumatra

Bencana banjir dan longsor pada akhir November–Desember 2025 telah menunjukkan betapa rapuhnya keseimbangan itu. Wilayah-wilayah di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat mengalami luapan sungai, tanah longsor, dan gelombang air yang menyeret rumah, jembatan, dan infrastruktur—korban jiwa dan pengungsian terjadi dalam skala besar. Jumlah korban dan pengungsi terus berubah seiring upaya evakuasi dan pendataan; pada pembaruan terakhir ada puluhan hingga ratusan ribu pengungsi dan korban jiwa yang mencapai angka ratusan hingga lebih dari seribu. Data resmi dan liputan media nasional mencatat angka-angka yang menyayat hati dan memberi tekanan pada semua pihak untuk mengevaluasi kebijakan tata guna lahan dan mitigasi bencana.

Penting dicatat bahwa komunitas akademik dan peneliti hidrologi telah melihat pola yang memperparah kejadian ini: degradasi hulu — berupa penggundulan hutan, pembukaan lahan yang tidak terkontrol, dan tata kelola lahan yang lemah — membuat sistem sungai kehilangan kemampuan meredam banjir. Menurut pakar hidrologi, kerusakan pada kawasan tangkapan hujan atas berkontribusi signifikan terhadap besarnya aliran puncak yang mencapai hilir. Dalam kata lain: ketika sumber daya di hulu rusak, pesan itu diterjemahkan menjadi banjir yang lebih cepat dan lebih dahsyat di hilir.

Peran Perkebunan Sawit dalam Mosaik Lanskap

Kebun sawit skala besar bukanlah penentu tunggal nasib hidrologi daerah. Namun karena luasannya yang besar, bagaimana perkebunan diatur memberi dampak sistemik. Ada beberapa skenario yang saya jumpai di lapangan:

  1. Sawit pada bekas hutan yang dikelola baik — jika konversi lahan dilakukan dengan zonasi yang jelas (menjaga hulu, membuat koridor riparian, dan membangun struktur konservasi), sawit dapat beroperasi relatif aman dari perspektif hidrologi.
  2. Sawit pada bukaan baru tanpa mitigasi — ketika hutan ditebang dan diganti dengan monokultur sawit tanpa langkah konservasi, infiltrasi berkurang, tanah menjadi lebih rapuh, dan risiko aliran permukaan besar serta longsor meningkat.
  3. Sawit yang dirancang sebagai bagian sistem agroforestry — kombinasi tanaman penutup, strip pepohonan, dan praktik konservasi tanah dapat meningkatkan kapasitas lanskap untuk menahan hujan dan menambah cadangan air tanah.

Hasilnya: sawit bisa membantu dalam menyimpan air (melalui peningkatan infiltrasi bila dikelola baik), namun juga bisa mempercepat limpasan bila dikelola buruk. Oleh sebab itu, solusi teknis bukan hanya tentang jenis tanaman, tetapi tentang desain lanskap, zonasi hulu-hilir, dan penerapan praktik konservasi yang ketat.

Praktik Pengelolaan yang Menambah Fungsi Penyerapan Air

Berdasarkan pengalaman manajerial saya, ada beberapa praktik operasional di kebun sawit yang secara nyata meningkatkan kemampuan lanskap untuk menahan dan meresapkan air:

  • Pelestarian Koridor Riparian: menahan vegetasi alami atau menanam strip pohon penahan di sepanjang sungai membantu memperlambat aliran air dan menangkap sedimen. Koridor ini juga menahan gelombang erosi dan memberi ruang bagi air saat debit puncak.
  • Struktur Drainase yang Benar: bukan sekadar membuat saluran besar yang mengalirkan air cepat ke sungai, tetapi mendesain jaringan drainase yang memecah aliran dan memberi waktu infiltrasi. Parit sinuous, kolam retensi kecil, dan cekdam sederhana dapat menurunkan puncak aliran.
  • Penutup Tanah (Mulching) dan Vegetasi Penutup: menjaga lapisan organik permukaan mencegah pembentukan kerak keras yang menghambat infiltrasi. Tanaman penutup jalur (cover crops) antara baris sawit membantu menyerap hujan yang jatuh.
  • Terracing dan Pengendalian Erosi: pada kontur miring, membentuk teras dan kontrol erosi mencegah longsor dan menambah waktu tinggal air di area resapan.
  • Konservasi Lahan Hutan di Hulu: ini bukan hanya tugas perusahaan sawit tetapi melibatkan kebijakan regional. Menjaga hutan tetap berdiri di tangkapan hujan atas adalah investasi terbesar dalam mitigasi banjir.

Praktik-praktik ini bukan sekadar retorika; mereka harus dijadikan bagian dari standar operasi dan persyaratan izin pemanfaatan lahan.

Kebijakan dan Tanggung Jawab Bersama

Banjir besar yang menimpa Sumatra menunjukkan bahwa respons darurat saja tidak cukup. Respon itu penting — evakuasi, logistik bantuan, dan penyediaan layanan kesehatan harus berjalan cepat — namun pencegahan jangka menengah dan panjang mesti menjadi prioritas. Pemerintah pusat dan daerah, perusahaan swasta, petani plasma, dan masyarakat adat mesti memiliki peran jelas dalam:

  • Menetapkan zona larangan konversi hutan di kawasan tangkapan hujan.
  • Mewajibkan studi dampak hidrologi sebelum pemberian izin pembukaan lahan.
  • Menegakkan aturan riparian buffer dan praktik konservasi tanah dalam kontrak kerja kebun.
  • Mendukung program restorasi hutan di hulu yang telah rusak, termasuk penggantian tanaman yang mendukung infiltrasi.

Pemerintah pusat telah memobilisasi klaster penanganan darurat untuk mempercepat bantuan, dan lembaga-lembaga kemanusiaan serta komunitas lokal bergerak memberi respon di lapangan. Namun selain respons kemanusiaan, dibutuhkan rekonstruksi kebijakan yang tegas untuk mengurangi kerentanan di masa depan.

Refleksi: Apa yang Harus Dilakukan Perusahaan Sawit Sekarang?

Sebagai praktisi yang pernah mengelola ribuan hektar, saya menyarankan langkah-langkah praktis yang dapat diambil perusahaan besar dan kebun plasma:

  1. Audit Hidrologi Segera: lakukan pemetaan kerawanan banjir dan tanah longsor pada setiap konsesi, dan gunakan hasilnya untuk menata kembali zonasi tanaman.
  2. Perkuat Koridor Ekologis: restorasi vegetasi di sepanjang sungai dan resapan air harus menjadi prioritas sebelum melakukan ekspansi baru.
  3. Integrasikan Teknologi Pemantauan: drone dan pemantauan satelit dapat membantu mendeteksi perubahan tutupan lahan dan titik erosi dini sehingga tindakan preventif dapat dilakukan.
  4. Bangun Kolam Retensi dan Sistem Infiltrasi: di titik-titik strategis binaan kolam retensi untuk menahan debit puncak.
  5. Keterlibatan Komunitas: pelibatan masyarakat setempat dalam pengelolaan sumber daya air membantu meningkatkan kepatuhan dan menjamin bahwa solusi bersifat lokal dan berkelanjutan.

Penutup: Sawit Bukan Penjahat — Tapi Tata Kelola Menentukan Nasib

Mempertanyakan apakah sawit bisa menyimpan air adalah sah dan penting. Jawaban saya, berdasarkan pengalaman dan observasi, adalah bahwa sawit memiliki peran yang fleksibel: bisa menjadi bagian dari solusi jika ditempatkan dan dikelola dengan prinsip konservasi; atau menjadi bagian dari masalah apabila pengelolaan dan konversi lahan mengabaikan fungsi ekosistem hulu. Bencana di Sumatra adalah panggilan keras: kita harus berhenti memandang lanskap secara sektoral. Pengelolaan lahan adalah upaya terpadu antara ekonomi, ekologi, dan sosial.

Saya menulis ini bukan untuk mencari kambing hitam, tetapi untuk mendorong perubahan pragmatis. Para pemangku kepentingan — pemerintah, perusahaan, peneliti, dan masyarakat — harus bekerja bersama membangun lanskap yang mampu menahan hujan, menyimpan air, dan melindungi kehidupan di hilir. Jika kita mampu menerapkan kebijakan dan praktik yang tepat sekarang, sawit dapat menjadi bagian dari solusi iklim lokal dan mitigasi banjir, bukan sebaliknya.

(Tanggapan terkait banjir yang melanda Sumatra: mari kita dukung upaya evakuasi, bantu para pengungsi melalui saluran resmi, dan desak perbaikan tata kelola lahan agar tragedi serupa dapat diminimalkan di masa depan.)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image