Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Eva Alawiah

Ternyata Quarter Life Crisis Itu Nyata! Kenali Tanda-Tandanya

Eduaksi | 2025-12-12 12:20:03
Ilustrasi orang kebingungan dan sedang mengalami Quarter Life Crisis

Fenomena Quarter Life Crisis (QLC) kini semakin sering dialami generasi usia 20-an. Para ahli menyebut fase ini bukan sekadar drama anak muda, melainkan kondisi psikologis nyata yang muncul ketika seseorang bertransisi dari remaja menuju dewasa. Pada periode ini, banyak anak muda merasa kehilangan arah, kurang percaya diri, hingga melihat hidup seperti berjalan di tempat. Fase tersebut dinilai krusial karena menjadi titik bertemunya tekanan sosial, tuntutan masa depan, dan kebingungan emosional sehingga QLC dianggap sebagai keniscayaan hidup yang hampir tidak bisa dihindari.

Salah satu tanda QLC paling sering terjadi adalah krisis identitas. Kondisi ini membuat seseorang mempertanyakan siapa dirinya, apa tujuan hidupnya, apakah ia berada di jalur karier yang tepat, hingga apakah keyakinan spiritual yang selama ini dianut masih memberikan jawaban. Pada tahap tertentu, krisis identitas bahkan bisa mendorong seseorang menjauh dari agama atau mengalami perubahan keyakinan karena merasa tidak menemukan makna yang ia cari.

Tanda lainnya adalah munculnya rasa hampa dan kesepian meski seseorang dikelilingi banyak teman. Hidup terasa hambar, ibadah dilakukan sekadar formalitas, dan hubungan dengan Tuhan melemah. Para psikolog menyebut kondisi ini sebagai “lost connection,” yaitu ketika seseorang kehilangan kedekatan spiritual sehingga mudah dilanda kegelisahan dan keraguan.

Selain itu, kebutuhan akan validasi juga kerap mendominasi usia 20-an. Banyak anak muda mulai mengaitkan harga diri mereka dengan pendapat orang lain, pencapaian tertentu, atau pengakuan sosial. Ketergantungan seperti ini sering membuat mereka terjebak dalam perilaku people pleaser dan sulit menetapkan batasan diri, padahal kemampuan berkata “tidak” merupakan bagian penting dari kesehatan mental.

Yang paling berbahaya adalah kondisi istidraj, yaitu ketika seseorang mulai menjauh dari kewajiban agama tetapi hidupnya justru terasa semakin mudah dan penuh kesenangan. Dalam perspektif spiritual, hal tersebut dinilai bukan sebagai bentuk keberkahan, melainkan peringatan halus yang membuat seseorang semakin jauh dari Tuhan tanpa disadari.

Para pakar menilai bahwa menghadapi QLC membutuhkan kesiapan diri dan penguatan spiritual. Dalam psikologi, konsep “set” atau kesiapan internal mencakup kondisi fisik yang sehat, tidur cukup, hingga pengelolaan emosi yang baik. Kesadaran diri menjadi fondasi penting untuk memahami kebutuhan dan batasan diri yang sesungguhnya. Setelah itu, anak muda disarankan lebih selektif dalam memilih lingkungan pergaulan, karena karakter seseorang sangat dipengaruhi kualitas orang-orang di sekitarnya.

Di sisi lain, bagi banyak orang yang merasa kehilangan koneksi spiritual, membaca Al-Quran beserta terjemahannya menjadi salah satu cara efektif untuk menemukan kembali ketenangan batin. Pemahaman mendalam terhadap ayat-ayat Al-Quran sering memberikan pencerahan yang membantu seseorang menentukan arah hidup dengan lebih yakin.

Pada akhirnya, QLC adalah fase yang hampir pasti dialami setiap orang. Namun, cara untuk bertahan dan tumbuh melaluinya adalah pilihan masing-masing. Seperti pesan Novita Hidayati Afsari, “Usia tua itu pasti, tetapi dewasa itu pilihan.” Quarter Life Crisis memang tak bisa dihindari, tetapi memilih menjadi lebih bijak, lebih kuat, dan lebih dekat kepada Tuhan adalah keputusan yang menentukan kualitas hidup seseorang ke depannya. Semoga setiap perjalanan QLC menjadi pintu menuju kedewasaan dan kebaikan yang lebih besar.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image