Pembatasan Ruang Digital
Teknologi | 2025-12-12 11:44:46Bukan rahasia lagi, banyaknya anak dan remaja yang terpapar konten pornografi, bullying, pinjol dan gaya hidup yang bebas dari social media. Banyak anak yang juga rapuh mentalnya bahkan bunuh diri ketika mendapat masalah hidup digadang-gadang karena pengaruh social media.
Ya, Pesatnya kemajuan teknologi informasi membawa dampak signifikan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk cara anak-anak tumbuh dan berinteraksi. Namun, di balik kemudahan yang ditawarkan, ruang digital juga menyimpan potensi risiko yang mengancam tumbuh kembang anak.
Menyadari urgensi tersebut, sejumlah negara memperkuat regulasi ruang digitalnya, seperti Australia, Britania Raya, China, Amerika Serikat (AS), Jepang, termasuk Indonesia. Melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Pelindungan Anak, yang dikenal sebagai PP Tunas, Pemerintah Indonesia berkomitmen melindungi anak di ruang digital.
Namun, Efektifkah PP Tunas Lindungi Anak di Ruang Digital? Karena sejatinya ruang digital/social media bukanlah penyebab utama masalah yang menimpa anak dan remaja saat ini. Social media hanya mempertebal emosi/perasaan anak-anak akan suatu hal. Pembatasan akses social media hanyalah solusi pragmatis, tidak menyentuh akar masalah dan hanya bertumpu pada aspek media, tidak komprehensif.
Sejatinya perilaku manusia dipengaruhi oleh pemahamannya, bukan social media. Social media hanyalah bentuk madaniyah karena perkembangan IPTEK. Namun dia dipengaruhi oleh ideologi tertentu yang melingkupinya, yakni Sekularisme-Kapitalisme yang saat ini diterapkan hampir diseluruh dunia. Sistem inilah yang menjadikan anak bermasalah dari segala sisi. Dimana sistem ini memisahkan agama dari kehidupan termasuk saat berselancar didunia maya, mereka bebas sebebas-bebasnya tanpa ada aturan yang mengikatnya dan menjadikan materi adalah segalanya, tidak lagi melihat halal haram dalam memperolehnya baik itu dengan melakukan pinjol transaksi pornografi dan lain sebagainya.
Seyogyanya negara harus membangun benteng keimanan dan kepribadian Islam yang kokoh pada generasi salah satunya melalui sistem pendidikan sehingga mereka mampu bersikap, paham yang baik dan buruk, halal dan haram, dan memiliki standar berfikir yang benar dalam segala hal termasuk ketika berada diruang digital.
Tidak cukup disitu, negara pun seyogyanya menerapkan syariat Islam dalam seluruh aspek seperti di keluarga, bermasyarakat, media, ekonomi dan politik sehingga mampu mewujudkan kondisi ideal untuk membentuk generasi taat dan tangguh disetiap lini kehidupan.
Rasulullah pun telah memberi teladan dalam membina para pemuda muslim di mekkah saat itu dengan menanamkan aqidah sebagai qiyadah fikriyah/kepemimpinan berfikir dan menjadikan syariat sebagai solusi segala persoalan, itu semua dilakukan untuk memperbaiki pemahaman Islam dan memperkuat identitas Islam mereka. Menjadi PR besar seluruh generasi untuk sama-sama memahami dan memperjuangkan penerapan Islam agar seluruh generasi terselamatkan.
Wallahu 'alam bish shawab
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
