Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhammad Rayhan Zulfazlil Hazim

Mengapa Judi Online Dianggap Haram? Penjelasan Fiqh Muamalah yang Mudah Dipahami

Ekonomi Syariah | 2025-12-11 17:13:09
ilustrasi judi online: general AI image

Di era digital, hampir semua aktivitas manusia beralih ke platform online mulai dari belanja, hiburan, hingga pekerjaan. Namun, bersama dengan kemudahan tersebut, muncul fenomena yang semakin meresahkan, yaitu maraknya praktik judi online. Bagi umat Islam, persoalan ini bukan hanya masalah ekonomi atau gaya hidup, tetapi juga menyangkut aspek moral, spiritual, dan aturan syariah dalam bermuamalah.

Dalam Islam, pembahasan transaksi keuangan dan aktivitas ekonomi berada dalam rumpun ilmu fiqh muamalah. Ilmu ini mengatur hubungan antar manusia dalam urusan duniawi, termasuk jual beli, kerja sama, sewa, maupun transaksi modern. Prinsip dasarnya sederhana yaitu setiap aktivitas ekonomi harus mengandung keadilan, kejujuran, kejelasan, dan memberikan kemaslahatan. Selama tidak mengandung unsur riba, gharar, dan maisir, maka suatu transaksi dipandang halal. Sebaliknya, jika mengandung unsur-unsur tersebut, maka aktivitas tersebut dilarang.

Judi online, yang kini banyak tersebar melalui situs hingga aplikasi gim, sejatinya merupakan bentuk modern dari maisir atau taruhan. Banyak orang melihatnya sebagai hiburan yang mudah diakses, tetapi di balik itu terdapat risiko besar. Hasil permainan bergantung sepenuhnya pada keberuntungan dan spekulasi, bukan pada usaha atau keterampilan nyata. Inilah alasan mengapa Islam memandang perjudian sebagai aktivitas yang merugikan. Allah SWT bahkan telah menegaskan larangan ini dalam QS. Al-Ma’idah ayat 90, yang menyebutkan bahwa berjudi adalah perbuatan keji yang harus dijauhi agar manusia mendapatkan keberuntungan sejati.

Jika ditinjau dari perspektif akad dalam fiqh muamalah, judi online tidak memenuhi syarat transaksi yang sah. Dalam setiap akad yang halal, harus ada kejelasan mengenai objek, kesepakatan yang dilandasi kerelaan, serta tidak ada pihak yang dirugikan secara sepihak. Pada judi online, keuntungan satu pihak selalu bersumber dari kerugian pihak lain. Unsur gharar (ketidakjelasan) sangat besar karena pemain tidak mengetahui mekanisme yang sesungguhnya, peluang yang real, dan sering kali tidak memahami risiko kerugian. Selain itu, unsur dharar atau bahaya juga kuat karena aktivitas ini dapat menyebabkan kerugian finansial dan gangguan moral.

Dampak sosial dari judi online pun tidak bisa diabaikan. Banyak orang terlibat hutang, kehilangan harta, bahkan mengalami keretakan keluarga akibat kecanduan. Dari sisi spiritual, kecanduan ini membuat seseorang lalai dari ibadah, kehilangan ketenangan hati, dan terbiasa bergantung pada keberuntungan instan. Padahal, Islam menekankan pentingnya usaha yang halal dan produktif sebagai bentuk ikhtiar dalam mencari rezeki. Nabi Muhammad SAW juga mendorong umatnya untuk bekerja dengan tangan sendiri karena itulah rezeki yang paling baik dan berkah.

Meskipun Islam melarang judi, agama ini tetap memberikan alternatif yang lebih sehat dan bermanfaat. Masyarakat dapat memanfaatkan hiburan digital yang halal, mempelajari instrumen keuangan syariah, serta memperkuat literasi digital agar tidak mudah terjebak situs-situs perjudian. Pemerintah dan tokoh masyarakat juga memiliki peran penting dalam memberikan edukasi serta pengawasan terhadap maraknya platform judi online.

Pada akhirnya, judi online bukan sekadar persoalan hukum agama, tetapi juga masalah akhlak, ekonomi, dan ketenangan hidup. Dalam pandangan fiqh muamalah, setiap transaksi harus membawa keadilan dan keberkahan, bukan ketidakjelasan dan spekulasi. Karena itu, menjauhi judi online bukan hanya bentuk ketaatan kepada Allah, tetapi juga langkah untuk menjaga diri, keluarga, dan masa depan. Dengan memilih jalan rezeki yang halal, hidup akan jauh lebih tenang, aman, dan penuh keberkahan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image