Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rayhan Sastirraya Sisputra

Ledakan Terra Drone: Alarm Keras untuk Standar Keselamatan Industri Kita

Info Terkini | 2025-12-11 16:14:41
Gedung Toko Terra Drone Sebelum Ledakan. Sumber Foto : Google Maps

Ketika asap putih pekat bercampur api kimia tiba-tiba menyembur dari gerai Terra Drone, kita tidak sedang menyaksikan kebakaran toko biasa. Dalam hitungan detik, deretan teknologi canggih di dalam etalase itu berubah menjadi ancaman mematikan. Ledakan yang terjadi bukan sekadar musibah tak terduga, melainkan bukti nyata betapa ganasnya reaksi thermal runaway pada baterai Lithium jika gagal dikelola dengan benar.

Insiden ini menyentak kesadaran publik. Di balik desain drone yang futuristik, ramping, dan tampak tidak berbahaya, tersimpan potensi energi eksplosif yang siap meledak kapan saja jika prosedur keamanan (SOP) diabaikan. Puing-puing hangus di lokasi kejadian seharusnya bukan hanya menjadi tontonan viral di media sosial, melainkan tamparan keras bagi standar keselamatan industri teknologi dan ritel elektronik di Indonesia. Kita dipaksa bertanya: seberapa aman lingkungan kerja di sekitar kita?

Ilustrasi Baterai Lithium. Sumber Foto : Unsplash.com

Memahami "Bom Waktu" Bernama LiPo

Untuk memahami mengapa pencegahan gagal, kita harus memahami "binatang buas" yang sedang kita hadapi. Mayoritas drone modern ditenagai oleh baterai Lithium Polymer (LiPo). Baterai jenis ini dicintai karena mampu menyimpan daya besar dalam ukuran kecil, namun ia memiliki temperamen yang sangat sensitif. LiPo tidak memaafkan kesalahan. Sedikit saja terjadi kebocoran sel, tusukan fisik, atau panas berlebih, ia tidak sekadar terbakar, melainkan meledak dengan reaksi kimia yang sulit dipadamkan air biasa.

Sayangnya, pemahaman teknis ini sering kali berhenti di kepala para insinyur, namun tidak turun hingga ke level operasional harian di toko atau gudang penyimpanan. Baterai sering kali dianggap sekadar "aksesoris", diperlakukan sama seperti kita menumpuk batu baterai jam dinding di laci meja. Inilah awal mula bencana.

Kronologi Kelalaian yang Sistematis

Jika kita menarik garis waktu mundur sebelum api melahap bangunan, pertanyaan besarnya bukan "mengapa meledak?", melainkan "mengapa tidak dicegah sejak dini?". Dalam filosofi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), kecelakaan besar (fatality/major accident) adalah puncak piramida dari ribuan kelalaian kecil (near miss) yang dibiarkan menumpuk.

Pertama, mari soroti fase penyimpanan (storage). Di banyak gerai elektronik, manajemen stok sering kali mengutamakan efisiensi ruang daripada keselamatan. Baterai ditumpuk berhimpitan di rak terbuka berbahan kayu atau plastik. Padahal, SOP penyimpanan bahan berbahaya mengharuskan penggunaan Lipo Safe Bag (tas tahan api) atau kabinet logam (B3 cabinet) yang mampu mengisolasi api jika satu baterai meledak. Tanpa isolasi ini, satu baterai yang malfungsi akan memicu reaksi berantai (chain reaction) ke ratusan unit lain di sebelahnya, menciptakan neraka api yang tak terkendali dalam hitungan menit.

Kedua, fase pengisian daya dan perawatan (charging & maintenance). Ini adalah titik paling kritis. SOP industri yang ketat mengharuskan proses pengisian daya massal dilakukan di area "bunker" atau meja kerja tahan api dengan pengawasan aktif manusia. Tidak boleh ada istilah "tinggal tidur" saat men-charge baterai berkapasitas besar. Namun, realita di lapangan sering kali berbicara lain. Demi mengejar target operasional agar unit "ready stock", pengawasan dilonggarkan. Baterai dibiarkan terhubung ke listrik tanpa henti. Kelalaian sekecil ini sudah cukup untuk memicu panas berlebih yang berujung fatal.

SOP: Dokumen Mati atau Nadi Kehidupan?

Kasus Terra Drone ini membuka borok lama dalam budaya kerja kita. Seringkali, SOP (Standar Operasional Prosedur) hanya dianggap sebagai tumpukan dokumen administratif untuk memuluskan izin usaha. Ia tersimpan rapi di laci manajer, berdebu, dan tidak pernah "hidup" dalam rutinitas harian karyawan.

Ada mentalitas berbahaya yang berbunyi: "Ah, kemarin juga begini tidak apa-apa." Normalisasi bahaya inilah musuh utama keselamatan. Kita sering lupa bahwa SOP K3 dibuat dengan setiap poin larangan di dalamnya biasanya muncul karena pernah ada nyawa yang melayang atau anggota tubuh yang hilang di masa lalu. Mengabaikan prosedur penanganan baterai berdensitas tinggi sama saja dengan memperjudikan nyawa pekerja, pelanggan, dan masyarakat di sekitar lokasi usaha.

Mendesak Reformasi Keselamatan

Ilustrasi Pekerja Menerapkan SOP K3. Sumber Foto : Unsplash.com

Kepulan asap hitam dari insiden ini harus menjadi titik balik. Tidak boleh ada lagi toleransi terhadap pelanggaran prosedur keselamatan, sekecil apa pun itu.

Bagi para pelaku bisnis teknologi, investasi pada keselamatan tidak boleh dianggap beban biaya. Pengadaan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) khusus kelas logam/lithium, instalasi detektor asap yang sensitif, serta pelatihan penanganan darurat (tanggap bencana) bagi seluruh staf adalah kewajiban moral. Ingatlah, biaya pencegahan akan selalu jauh lebih murah dibandingkan kerugian reputasi, materi, dan nyawa akibat kebakaran.

Selain itu, pemerintah perlu memperketat pengawasan terhadap toko-toko hobi dan elektronik yang menyimpan material berisiko tinggi. Jangan sampai regulasi hanya tajam di industri migas atau tambang, namun tumpul di industri ritel perkotaan yang justru berada di tengah pemukiman padat.

Semoga kejadian ini menjadi pelajaran terakhir. Bahwa secanggih apa pun teknologi yang kita banggakan, ia tidak ada harganya jika harus dibayar dengan risiko keselamatan manusia. Mari kembalikan fungsi SOP sebagai pelindung nyawa, bukan sekadar formalitas di atas kertas.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image