Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Aisyah Fadhiilah

Mengenal Kusta: Bukan Kutukan, Tapi Penyakit yang Bisa Disembuhkan

Info Sehat | 2025-12-09 20:48:05
Kusta Bukan Kutukan! Tapi Penyakit Yang Bisa Disembuhkan

Penyakit kusta atau Morbus Hansen masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian serius, terutama di wilayah endemis di Indonesia. Kusta merupakan penyakit infeksi kronis yang menyerang kulit, saraf tepi, serta selaput lendir saluran pernapasan bagian atas. Meskipun dapat disembuhkan sepenuhnya, penyakit ini sering terlambat terdeteksi akibat kurangnya pengetahuan dan masih kuatnya stigma sosial yang melekat pada penderitanya.

Kusta disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae yang ditemukan oleh Dr. Armauer Hansen pada tahun 1873. Bakteri ini berkembang sangat lambat di dalam tubuh, sehingga gejalanya baru muncul bertahun-tahun setelah infeksi terjadi. Masa inkubasi dapat berlangsung antara sembilan bulan hingga dua puluh tahun. Kondisi tersebut membuat banyak penderita baru menyadari adanya penyakit ketika kerusakan saraf sudah terjadi dan risiko kecacatan tidak dapat dihindari.

Penularan kusta terjadi melalui kontak erat dan berkepanjangan dengan penderita yang belum menjalani pengobatan, terutama melalui percikan cairan saluran pernapasan saat batuk atau bersin. Kontak kasual seperti bersalaman, berbagi peralatan makan, atau berada dalam ruangan yang sama dalam waktu singkat tidak menyebabkan seseorang tertular. Karena itu, memahami jalur penularan secara benar menjadi langkah penting dalam menghilangkan ketakutan berlebihan terhadap penderita dan mengurangi stigma sosial.

Beberapa faktor dapat meningkatkan risiko terjadinya kusta, antara lain tinggal serumah atau berada dalam kontak dekat dengan penderita, hidup di wilayah endemis seperti daerah tropis dan subtropis, serta memiliki daya tahan tubuh yang rendah. Selain itu, masa inkubasi yang panjang—rata-rata empat tahun dan dapat mencapai dua puluh tahun—menyulitkan deteksi dini tanpa pemeriksaan yang tepat.

Gejala kusta umumnya ditandai dengan munculnya bercak kulit berwarna pucat atau kemerahan yang mati rasa dan tidak dapat merasakan sentuhan, panas, atau dingin. Area tersebut sering terasa kering dan tidak berkeringat. Penebalan saraf juga dapat terjadi, terutama di siku, lutut, atau leher, yang berujung pada kelemahan otot hingga kelumpuhan jari tangan dan kaki. Pada kondisi berat, dapat muncul benjolan pada wajah dan telinga, kerusakan mata, bahkan perubahan bentuk wajah (fasies leonina).

Berdasarkan klasifikasi Ridley dan Jopling, kusta dibagi menjadi tiga tipe utama. Tipe Tuberkuloid (TT) menunjukkan lesi sedikit dan terlokalisasi dengan batas tegas serta anestesi yang jelas. Tipe Borderline (BT, BB, BL) memiliki lesi lebih banyak dengan distribusi asimetris dan gejala klinis yang bervariasi. Sedangkan tipe Lepromatosa (LL) menunjukkan lesi luas, simetris, sangat infeksius, disertai nodul dan perubahan bentuk wajah.

Upaya pencegahan kusta berfokus pada deteksi dini dan pengobatan cepat sebelum kerusakan saraf terjadi. Pengendalian dilakukan melalui penemuan kasus aktif, pemeriksaan kontak serumah, serta penyuluhan kesehatan kepada masyarakat. Pemerintah dan tenaga kesehatan terus meningkatkan akses pemeriksaan serta menyediakan terapi Multi Drug Therapy (MDT) secara gratis.

Selain pendekatan medis, dukungan emosional dan sosial merupakan kunci penting. Sebagian besar penderita merasa takut dan malu memeriksakan diri karena stigma. Edukasi yang benar membantu masyarakat memahami bahwa kusta dapat disembuhkan, sehingga penyintas berani mencari pengobatan lebih awal dan tidak terisolasi. Perubahan sikap bersama akan memutus rantai penularan dan mencegah kecacatan jangka panjang.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image