Budaya Nongkrong di Kafe: Ruang Baru Anak Muda Mencari Identitas dan Ketenangan
Gaya Hidup | 2025-12-09 12:41:43
Dalam beberapa tahun terakhir, kafe telah menjadi salah satu ruang sosial yang ramai dikunjungi oleh anak muda Indonesia. Tempat yang dulu hanya identik dengan obrolan ringan yang disertai secangkir es kopi kini telah berubah menjadi ruang multifungsi seperti tempat belajar, bekerja, bertukar ide, hingga rehat untuk mencari ketenangan. Fenomena perubahan ini bukan muncul begitu saja, tetapi merupakan bentuk pergeseran gaya hidup, perkembangan teknologi digital, serta kebutuhan emosional generasi muda yang semakin beragam.
Pertumbuhan kafe di berbagai kota besar sebagai bukti nyata terjadinya fenomena ini. Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah kafe di kota-kota besar Indonesia tumbuh sangat cepat. Hampir di setiap sudut kota selalu ada kafe dengan karakter dan ciri khas yang berbeda-beda, ada yang minimalis, industrial, rustic, hingga yang colorful dan penuh dekorasi. Keindahan desain bukan hanya sekadar hiasan, bagi pengunjung anak muda, desain interior yang estetik adalah bagian penting dalam pemilihan kafe. Kafe yang “instagramable” dan memiliki suasana yang nyaman menjadi pilihan anak muda untuk singgah menenangkan pikiran.
Namun daya tarik kafe bukan hanya tentang tampilannya. Banyak anak muda (mahasiswa maupun karyawan muda) memilih kafe karena suasananya mendukung kegiatan produktif. Musik yang pelan, pencahayaan yang hangat, meja yang nyaman, dan jaringan internet yang stabil menunjang kegiatan belajar atau bekerja. Berada di tempat yang dikelilingi orang-orang produktif membuat kita tidak merasa sendirian dan cenderung berkeinginan melakukan hal yang sama.
Di tengah tekanan rutinitas yang padat, kafe sering menjadi tempat singgah. Beberapa orang datang hanya untuk melepas penat, memesan kopi sambil merilekskan pikiran. Di era yang serba cepat dan melelahkan, kafe merupakan tempat yang memberi ruang aman untuk bersinggah sebentar tanpa merasakan tekanan apa pun. Bahkan, bagi sebagian orang, kafe menjadi tempat pelarian dari suasana rumah yang kurang kondusif.
Kafe juga ikut berpengaruh pada cara anak muda menunjukkan personal branding di media sosial. Banyak anak muda suka memotret kopi, sudut ruangan, atau suasana kerja lalu mengunggahnya. Bukan hanya untuk dokumentasi, tapi juga sebagai cara untuk menunjukkan selera dan gaya hidup mereka. Sekarang, personal branding tidak hanya terlihat dari kata-kata, tapi juga dari foto-foto yang sengaja mereka pilih untuk diunggah di sosial media.
Tentu saja fenomena ini tidak lepas dari sisi negatifnya. Ada kecenderungan konsumtif yang perlu diperhatikan. Harga kopi yang tidak ramah di kantong dapat menjadi beban apabila nongkrong terlalu sering. Di sisi lain, muncul tekanan sosial untuk ikut nongkrong agar tidak merasa tertinggal (FOMO/fear of missing out) seakan nongkrong merupakan rutinitas wajib yang harus diikuti. Fenomena ini menunjukkan bagaimana media sosial membentuk standar hidup ideal anak muda yang kadang tidak realistis.
Fenomena ini juga disebabkan dengan minimnya ruang publik yang nyaman. Ruang terbuka yang aman dan gratis masih terbatas di kota-kota besar. Akhirnya, kafe menjadi ruang pengganti untuk berkumpul. Hal ini menjadi pengingat bahwa kota yang baik harus menyediakan ruang publik yang nyaman dan bisa diakses siapa saja.
Meski begitu, budaya nongkrong di kafe juga membawa banyak dampak positif. Pelaku usaha lokal mendapat kesempatan bertumbuh, membantu berkembangnya industri kreatif, dan anak muda memiliki tempat yang mendorong produktivitas serta interaksi sosial yang lebih sehat. Banyak anak muda menjadikan kafe tempat berkumpul dan berdiskusi. Bahkan, sering kali ide atau proyek baru muncul dari obrolan santai di meja kafe.
Yang menarik, kafe menjadi ruang yang dapat menyatukan banyak komunitas. Mahasiswa, freelancer, pekerja, hingga pebisnis muda bisa berada di satu ruangan yang sama. Interaksi ini dapat memperluas jaringan sosial dan membuka wawasan baru. Kafe menjadi ruang kecil yang mempertemukan banyak cerita dengan latar belakang yang berbeda-beda.
Pada akhirnya, budaya nongkrong di kafe adalah bagian dari perubahan cara hidup anak muda sekarang. Mereka menjalani hari dengan tekanan akademik maupun pekerjaan, sehingga diperlukan ruang yang aman dan nyaman untuk menjadi diri sendiri. Kafe memberikan kombinasi yang pas dengan suasana enak, tampilan dengan desain menarik, dan kesempatan memperluas jaringan dengan orang baru.
Budaya nongkrong di kafe tetap dapat menjadi hal positif selama anak muda menerapkannya dengan wajar. Nongkrong di kafe tidak harus menjadi gaya hidup seseorang dengan alasan “agar terlihat keren”. Cukup jadikan kafe sebagai ruang yang nyaman untuk anak muda merasa lebih baik dan dapat melakukan banyak hal, seperti belajar, bekerja, istirahat, berbagi cerita, dan menenangkan diri.
Selama anak muda dapat mengatur waktu, keuangan, dan tujuan, kafe dapat tetap menjadi ruang yang bermanfaat. Ruang sederhana yang membantu anak muda melepas penat, membangun hubungan, dan berkembang dalam hidup yang serba cepat seperti sekarang.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
