Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Syalma Dinda Maura

Fiqh Muamalah: Fondasi Transaksi yang Adil dan Berkah dalam Islam

Ekonomi Syariah | 2025-12-04 15:51:25

Ketika kita mendengar kata Fiqh, pikiran kita sering langsung tertuju pada Ibadah (salat, puasa, haji). Namun, Islam adalah agama yang paripurna, mengatur setiap aspek kehidupan, termasuk hubungan sosial dan ekonomi kita. Inilah yang diatur oleh Fiqh Muamalah ilmu yang membahas hukum-hukum Islam terkait interaksi antar manusia, terutama dalam hal harta, bisnis, dan perjanjian.

Pada dasarnya, Fiqh Muamalah hadir untuk memastikan bahwa setiap transaksi yang kita lakukan berdiri di atas pilar keadilan, kejujuran, dan saling rida, sehingga harta yang kita peroleh menjadi berkah.

Tiga Prinsip Inti Fiqh Muamalah

Sebelum menyelami jenis-jenis kontrak, penting untuk memahami tiga pilar prinsip yang menjadi landasan seluruh aktivitas muamalah:

1. Hukum Asal Muamalah Adalah Kebolehan (Al-Ibahah)

Berbeda dengan ibadah yang aturannya ketat (harus sesuai yang dicontohkan Nabi), dalam urusan muamalah, semua bentuk transaksi pada dasarnya diperbolehkan (mubah). Pengecualiannya hanya jika terdapat dalil syar'i (Al-Qur'an atau Hadits) yang secara tegas melarangnya. Selama tidak ada larangan jelas (seperti Riba atau Gharar), inovasi dalam bisnis dan kontrak baru dapat diterima dalam kerangka syariah.

2. Prinsip Keadilan (Al-'Adalah)

Transaksi harus membawa manfaat yang seimbang dan tidak merugikan salah satu pihak. Islam menolak segala bentuk eksploitasi dan penindasan. Keadilan ini tercermin dalam kewajiban memenuhi takaran, timbangan, dan janji, serta kejujuran dalam menyampaikan kualitas barang.

3. Jauhi Tiga Larangan Pokok

Untuk menjaga keadilan, Fiqh Muamalah sangat melarang tiga hal yang dapat merusak keabsahan dan keberkahan transaksi:

Riba: Bunga yang Merusak Keadilan

Larangan utama dan yang paling tegas adalah Riba. Secara sederhana, Riba adalah setiap pertambahan yang disyaratkan tanpa adanya imbalan yang sepadan. Dalam konteks utang-piutang, Riba adalah pengambilan manfaat atau kelebihan atas pokok pinjaman. Larangan ini bertujuan melindungi masyarakat dari eksploitasi ekonomi. Riba menghilangkan berkah harta karena ia melahirkan kekayaan yang tumbuh tanpa risiko dan usaha yang adil, sehingga merusak fondasi tolong-menolong dalam masyarakat.

Gharar: Bahaya Ketidakjelasan

Larangan kedua adalah Gharar, yaitu transaksi yang mengandung ketidakjelasan, ambiguitas, atau ketidakpastian yang berlebihan (excessive uncertainty) yang dapat merugikan salah satu pihak. Suatu akad menjadi batal jika objeknya tidak jelas sifat, jumlah, atau keberadaannya, sebab hal itu mengarah pada spekulasi buta. Fiqh Muamalah menekankan transparansi penuh. Ketika penjual atau pembeli tidak tahu persis apa yang mereka jual atau beli, potensi konflik dan penindasan menjadi sangat tinggi.

Maysir: Spekulasi dan Judi

Larangan ketiga adalah Maysir, atau segala bentuk pertaruhan dan spekulasi yang bergantung pada unsur kebetulan atau keberuntungan semata. Maysir dilarang karena dapat melahirkan perolehan harta secara batil dan cenderung merusak mentalitas seseorang menjadi malas berusaha secara produktif, melainkan hanya mengharapkan kemenangan tanpa upaya yang nyata. Larangan Maysir ini juga mencakup transaksi yang didominasi oleh unsur perjudian.

Dengan menjauhi ketiga larangan, yakni Riba, Gharar, dan Maysir seorang muslim dapat memastikan bahwa transaksi ekonominya tidak hanya sah secara hukum, tetapi juga diberkahi dan membawa kemaslahatan bersama.

Pilar Utama Transaksi: Akad (Kontrak)

Inti dari Fiqh Muamalah adalah Akad (Al-'Uqud), yaitu sebuah ikatan atau perjanjian antara dua pihak atau lebih yang memiliki konsekuensi hukum syariat. Sebuah akad dianggap sah jika memenuhi tiga rukun utama:

1. Pelaku Akad (Al-Mut'aqidain)

Pelaku akad adalah pihak-pihak yang terlibat (misalnya, penjual dan pembeli). Syarat utama bagi mereka adalah kecakapan bertindak (sehat akal, baligh, dan tidak di bawah paksaan).

2. Objek Akad (Al-Ma'qud 'Alaih)

Objek adalah barang, jasa, atau manfaat yang diperjanjikan. Syarat objek antara lain:

  • Harus ada saat transaksi (kecuali kontrak khusus seperti Salam).
  • Jelas sifat, jenis, dan ukurannya.
  • Harta yang halal dan bermanfaat (mal mutaqawwim).

3. Pernyataan Kehendak (Shighah)

Ini adalah wujud dari adanya saling kerelaan (Taradhi). Shighah terdiri dari:

  • Ijab: Penawaran yang diajukan oleh salah satu pihak ("Saya jual motor ini seharga sepuluh juta").
  • Qabul: Penerimaan yang dinyatakan oleh pihak lain ("Saya terima/beli motor itu").

Meskipun yang terbaik adalah dengan ucapan lisan, dalam praktik kontemporer, shighah dapat diwujudkan melalui tulisan, isyarat, atau tindakan yang secara adat sudah dipahami sebagai persetujuan (misalnya, klik tombol 'Beli' di e-commerce).

kesimpulan 

Memahami Fiqh Muamalah adalah langkah penting untuk menjamin bahwa seluruh aspek kehidupan finansial dan bisnis kita sesuai dengan tuntunan syariat. Dengan menjunjung tinggi keadilan, menjauhi riba, dan menegakkan akad yang sah, kita telah mengubah transaksi sehari-hari menjadi ladang ibadah yang penuh berkah.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image