Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image farrel nandana

Kebiasaan Sederhana yang Berujung Masalah Kesehatan

Info Sehat | 2025-11-26 22:05:31

Banyak orang mengira bahwa penyakit berbahaya hanya datang dari faktor besar seperti keturunan, usia lanjut, atau lingkungan ekstrem. Padahal, dalam kehidupan sehari-hari, justru kebiasaan sederhana yang sering dianggap sepele dapat menjadi pintu masuk berbagai masalah kesehatan serius. Ironisnya, hal itu bisa dilakukan berulang dan terasa normal, kebiasaan-kebiasaan ini jarang disadari sebagai ancaman. Kita baru tersadar ketika tubuh mulai mengirimkan sinyal sakit, kelelahan, atau gangguan fungsi organ.

Salah satu kebiasaan yang paling sering diremehkan adalah kurang minum air putih. Banyak orang lebih memilih kopi, teh manis, atau minuman kemasan tanpa memperhatikan kebutuhan cairan utama tubuh. Padahal, dehidrasi ringan saja sudah dapat memicu kelelahan, gangguan konsentrasi, hingga masalah pencernaan. Dalam jangka panjang, kekurangan cairan dapat memperberat kerja ginjal dan meningkatkan risiko batu ginjal. Ironisnya, akses air putih relatif mudah, tetapi kesadaran untuk meminumnya secara cukup justru masih rendah.

Kebiasaan buruk lainnya adalah melewatkan sarapan. Alasan klasik selalu sama, seperti terburu-buru, tidak lapar, atau ingin diet. Padahal, melewatkan sarapan membuat tubuh kehilangan sumber energi di awal hari. Akibatnya, daya konsentrasi menurun, produktivitas terganggu, dan kecenderungan makan berlebihan pada siang hari meningkat. Tubuh yang tidak mendapat asupan energi pada pagi hari dipaksa “bekerja dalam kondisi minus”, dan dalam jangka panjang berpotensi memicu gangguan metabolisme. Pola makan juga menjadi masalah besar dalam kebiasaan modern. Konsumsi makanan instan, gorengan, dan minuman tinggi gula sudah menjadi rutinitas banyak orang, terutama di perkotaan. Kepraktisan seringkali mengalahkan pertimbangan kesehatan, padahal asupan lemak jenuh, gula berlebih, dan natrium yang tinggi menjadi pemicu penyakit tidak menular seperti diabetes, hipertensi, dan penyakit jantung. Masalahnya, gejala sering tidak muncul di awal. Penyakit datang perlahan, diam-diam, dan tiba-tiba telah berkembang menjadi serius.

Kurang tidur juga termasuk kebiasaan sederhana yang berdampak besar. Sebagian orang menganggap tidur larut adalah tanda produktivitas, padahal sesungguhnya itu bentuk pengorbanan kesehatan. Kurang tidur tidak hanya membuat tubuh lemas, tetapi juga mengganggu sistem imun, keseimbangan hormon, dan kesehatan mental. Dalam jangka panjang, kurang tidur berkaitan erat dengan risiko penyakit jantung, obesitas, dan depresi. Anehnya, banyak orang rela memotong jam tidur demi pekerjaan, hiburan digital, atau sekadar berselancar di media sosial.

Berbicara tentang gawai, kecanduan layar menjadi masalah kesehatan baru di era digital. Menatap layar terlalu lama menyebabkan gangguan mata, nyeri leher, dan masalah postur tubuh. Tidak jarang, orang menghabiskan waktu berjam-jam di depan ponsel tanpa sadar bahwa aktivitas fisik mereka hampir nol. Kebiasaan duduk terlalu lama memperlambat metabolisme, menurunkan sirkulasi darah, dan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular. Gaya hidup seperti ini telah menjadi “penyakit diam-diam” yang menjangkiti masyarakat modern.

Masalah lain yang sering dianggap remeh adalah stres yang tidak dikelola dengan baik. Banyak orang memaklumi stres sebagai bagian dari hidup, tetapi lupa bahwa stres yang menumpuk dapat berdampak langsung pada kesehatan. Sakit kepala, masalah lambung, tekanan darah tinggi, hingga gangguan tidur sering kali berakar dari tekanan psikologis yang dibiarkan berlarut-larut. Sayangnya, kesadaran akan kesehatan mental masih kalah dibanding perhatian pada kesehatan fisik. Padahal, keduanya saling terkait dan tidak bisa dipisahkan.

Kebiasaan merokok, meskipun sudah lama diketahui berbahaya, masih menjadi rutinitas yang dianggap “lumrah” di sebagian kalangan. Alasan relaksasi, pergaulan, atau sekadar kebiasaan membuat rokok sulit ditinggalkan. Padahal, dampaknya jelas: merusak paru-paru, meningkatkan risiko kanker, serta membebani sistem kardiovaskular. Lebih dari itu, perokok pasif pun ikut menanggung akibatnya. Kebiasaan ini bukan sekadar urusan pribadi, tetapi menyangkut hak orang lain untuk hidup sehat.

Minimnya aktivitas fisik juga menjadi masalah besar. Banyak orang merasa olahraga hanya perlu dilakukan jika ingin menurunkan berat badan atau terlihat menarik. Padahal, olahraga sejatinya adalah kebutuhan dasar tubuh. Kurang bergerak mempercepat penurunan kebugaran fisik dan meningkatkan risiko penyakit kronis. Aktivitas sederhana seperti berjalan kaki, bersepeda ringan, atau sekadar peregangan seharusnya menjadi bagian dari rutinitas harian, bukan pilihan ketika ada waktu luang.

Masalah kesehatan juga sering dipicu oleh kebiasaan menunda memeriksakan diri ke tenaga medis. Banyak orang mengabaikan gejala ringan dan memilih “menunggu sembuh sendiri”. Budaya ini sangat berbahaya, karena banyak penyakit akan lebih mudah ditangani jika terdeteksi sejak dini. Ketika gejala sudah berat, pengobatan menjadi lebih sulit, biaya membengkak, dan risiko kematian meningkat. Kebiasaan menunda ini sering lahir dari rasa takut, malas, atau alasan ekonomi, tetapi dampaknya jauh lebih besar di kemudian hari.

Semua kebiasaan tersebut terlihat sepele, bahkan terasa wajar karena dilakukan oleh banyak orang. Namun justru di situlah bahayanya. Ketika suatu kebiasaan menjadi normal di kehidupan sehari-hari, orang cenderung berhenti mempertanyakannya. Tak ada alarm, tak ada peringatan, sampai penyakit datang sebagai konsekuensinya.

Kesehatan seharusnya tidak dipahami sebagai kondisi ideal yang dicapai hanya melalui pengobatan. Kesehatan adalah hasil dari pilihan-pilihan kecil yang kita ambil setiap hari. Apakah kita memilih berjalan kaki atau naik kendaraan untuk jarak dekat? Apakah kita memilih air putih atau minuman manis? Apakah kita memilih tidur atau menghabiskan waktu di depan layar? Keputusan-keputusan sederhana itu perlahan membentuk masa depan tubuh kita.

Sudah saatnya kita berhenti menganggap kesehatan sebagai hal sekunder. Kita tidak perlu menunggu sakit parah untuk berubah. Perubahan bisa dimulai dari hal-hal kecil: tidur lebih cukup, minum air lebih banyak, bergerak lebih sering, dan makan lebih bijak. Kebiasaan sederhana memang terlihat tidak berarti, tetapi dampaknya menentukan apakah kita akan menua dalam kondisi bugar atau justru menua dalam kesakitan. Pada akhirnya, menjaga kesehatan bukan soal hidup lama, melainkan hidup berkualitas. Dan kualitas hidup ditentukan oleh kebiasaan kita hari ini. Jika tidak sekarang, kapan lagi kita memperbaiki apa yang selama ini kita anggap biasa, tetapi sesungguhnya berbahaya.

Penulis merupakan mahasiswa semester 1 Universitas Airlangga.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image