Jakarta Smart City: Saat Kota Belajar Lewat Data
Teknologi | 2025-11-14 06:02:28
Begitu masuk ke gedungnya yang berada di kawasan Balai Kota DKI Jakarta, suasananya langsung bikin kagum. Ruangannya dipenuhi layar besar yang menampilkan berbagai data real-time: peta Jakarta, lalu lintas, cuaca, sampai laporan warga. Rasanya seperti sedang melihat “otak”-nya kota Jakarta bekerja — semuanya bergerak dan terhubung dalam satu sistem.
Petugas di sana menjelaskan kalau data-data itu dikumpulkan dari berbagai sumber, termasuk aplikasi JAKI (Jakarta Kini). Lewat aplikasi itu, warga bisa melapor kalau ada masalah di sekitar mereka, mulai dari jalan rusak, sampah menumpuk, sampai lampu jalan yang mati. Semua laporan itu masuk ke sistem, lalu diteruskan ke dinas terkait supaya bisa cepat ditangani.
Dari situ saya paham, ternyata konsep Smart City bukan cuma soal teknologi canggih, tapi tentang bagaimana kota bisa lebih responsif terhadap warganya.
Tim Jakarta Smart City sendiri ternyata terdiri dari banyak orang dengan latar belakang berbeda — mulai dari pegawai pemerintah, analis data, sampai tenaga IT profesional. Tapi yang bikin saya terkesan, mereka nggak kerja sendirian. Warga juga ikut berperan lewat laporan dan partisipasi di aplikasi JAKI. Jadi, sistem ini bukan cuma tentang pemerintah yang “mengatur dari atas”, tapi juga tentang kerja sama dua arah antara pemerintah dan masyarakat.
Saya sempat bertanya, “Kenapa sih Jakarta butuh Smart City?”
Jawaban mereka sederhana: karena Jakarta terlalu besar untuk dikelola tanpa data. Bayangkan, setiap hari jutaan orang beraktivitas, dan dari situ muncul begitu banyak informasi penting. Kalau nggak ada sistem yang bisa menampung dan menganalisis data itu, masalah kayak kemacetan atau banjir bisa jadi makin rumit.
Dengan adanya JSC, semua masalah bisa ditangani lebih cepat karena datanya real-time dan terintegrasi. Misalnya, kalau ada laporan banjir di satu wilayah, sistem bisa langsung mendeteksi pola penyebabnya — apakah karena curah hujan tinggi, saluran mampet, atau faktor lain — lalu mengarahkan dinas terkait untuk turun tangan.
Sebagai mahasiswa manajemen, saya melihat cara kerja JSC ini kayak contoh nyata dari konsep “data-driven decision making” yang sering kami pelajari di kelas. Bedanya, kali ini saya lihat langsung penerapannya di dunia nyata.
Kunjungan ini buat saya bukan cuma tentang mengenal teknologi, tapi juga tentang melihat bagaimana prinsip manajemen bisa diterapkan di luar bisnis — bahkan di level pemerintahan.
Saya belajar bahwa manajemen yang baik itu butuh kolaborasi, data yang akurat, dan kemauan untuk terus berinovasi.
Jakarta Smart City menunjukkan bahwa kota yang cerdas bukan hanya soal punya sistem digital, tapi juga soal punya semangat untuk terus belajar dari warganya sendiri.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
