Personal Branding atau Pencitraan? Dilema Anak Muda di Dunia Digital
Agama | 2025-11-12 18:27:59Kadang, rasa bersalah muncul karena kita sedang tidak ingin melakukan apa-apa. Di Tengah budaya “Mahasiswa Sibuk” yang kian marak, banyak anak muda yang merasa harus selalu terlihat produktif. Entah di sebuah organisasi, kepanitiaan, maupun di media sosial. Semuanya tampak ideal, seolah setiap hari adalah Langkah menuju kesuksesan.
Namun, di balik tampilan yang tampak sempurna dan ideal itu, apakah semua rutinitas dibentuk untuk personal branding atau justru pencitraan yang dibangun demi pengakuan sosial?
Budaya sibuk di kalangan mahasiswa tidak lepas dari pengaruh media sosial. Banyak dari kita yang merasa tertekan Ketika melihat teman-teman lain tampak aktif dan berprestasi, hingga tanpa sadar membuat kita membandingkan diri sendiri dengan orang lain.
Maraknya anak muda yang aktif di berbagai kegiatan kampus maupun luar kampus sebenarnya memberikan pengaruh positif bagi lingkungan sekitarnya. Semangat mereka sering kali menular dan mendorong anak muda lain untuk ikut terlibat dalam aktivitas yang serupa. Dari sinilah banyak anak muda yang belajar mengasah kemampuan soft skill maupun hard skill yang berguna di masa depan.
Berbanding terbalik dengan pengaruh positifnya, budaya sibuk juga dapat menjadi salah satu pemicu tekanan mental bagi anak muda di era digital. Terlalu banyak tekann yang muncul, baik dari lingkungan maupun media sosial, membuat Sebagian mahasiswa merasa terjebak dalam tuntutan untuk terus terlihat produktif. Fenomena personal branding di media sosial pun bisa berubah menjadi obsesi yang mendorong terjadinya rutinitas toxic, di mana seseorang tidak lagi menjalani aktivitas karena keinginan pribadi, melainkan demi memenuhi ekspektasi orang lain. Akibatnya, tak sedikit mahasiswa yang mulai Lelah, tertekan, hingga merasa butuh validasi dari orang lain.
Pada akhirnya, cara terbaik untuk terhindar dari dampak budaya sibuk adalah dengan menjalani rutinitas yang sesuai dengan kemampuan diri sendiri. Setiap orang punya batas dan ritme yang berbeda, sehingga tidak perlu memaksakan diri untuk selalu terlihat produktif. Bagiku, produktif yang sehat adalah Ketika kita menjalani kegiatan dengan rasa senang dan sesuai dengan apa yang benar-benar kita mau. Mungkin rasa Lelah tidak bisa dihindari, tapi selama kesibukan itu membawa manfaat dan makna, maka tak masalah untuk tetap sibuk. Asal bukan demi penilaian orang lain.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
