Hidup Sesuai Mood, Anak Muda Kehilangan Konsistensi di Era Peluang
Gaya Hidup | 2025-11-10 16:33:49Di tengah derasnya arus peluang dan kemajuan teknologi, muncul fenomena menarik sekaligus mengkhawatirkan. Banyak anak muda yang tampak kehilangan semangat untuk berkembang. Mereka hidup di era yang serba mudah, dimana akses belajar, peluang kerja, dan ruang berkreasi begitu luas. Namun ironisnya, banyak juga yang memilih diam di tempat.
Alih-alih mengambil kesempatan, sebagian justru terjebak dalam zona nyaman. Rasa malas, hilangnya inisiatif, dan ketergantungan pada mood menjadi gejala umum. “Kerja sesuai mood” seolah menjadi semboyan tidak tertulis yang dilakukan banyak kalangan muda saat ini. Ketika semangat tinggi, mereka bisa produktif luar biasa. Namun, ketika mood turun semua pekerjaan tertunda tanpa rasa bersalah.
Banyak anak muda sebenarnya punya potensi besar, ide segar, kemampuan beradaptasi, dan akses informasi yang jauh lebih luas dibanding generasi sebelumnya. Namun, potensi itu sering kali berhenti di angan-angan. Bukan karena tidak mampu, tetapi karena takut. Takut salah. Takut dikritik. Takut terlihat bodoh di depan orang lain.
Ketakutan ini membuat banyak anak muda memilih jalan aman, yakni tidak mencoba sama sekali. Akibatnya, kesempatan untuk berkembang pun lewat begitu saja. Dalam jangka panjang, rasa takut itu berubah menjadi kebiasaan menunda, rasa malas, dan hilangnya inisiatif. Akhirnya, mereka bekerja atau belajar hanya ketika “lagi mood”, bukan karena dorongan untuk maju.
Fenomena ini menggambarkan bagaimana banyak generasi muda terjebak dalam pola pikir “lebih baik tidak mencoba daripada gagal”. Padahal, tanpa keberanian untuk mengambil langkah pertama, tidak ada proses belajar yang bisa terjadi.
Fenomena ini semakin diperkuat oleh pengaruh media sosial terutama TikTok yang menciptakan tekanan sosial baru, yakni "standar TikTok Media sosial seharusnya membuka ruang bagi anak muda untuk berekspresi tanpa batas. Namun kenyataannya, media sosial justru sering menjadi ruang yang penuh tekanan. Media sosial yang awalnya berfungsi sebagai tempat berbagi, kini berubah menjadi arena pembanding tanpa henti.
Setiap kali membuka layar ponsel, kita disuguhi konten-konten bagaimana orang lain memperoleh kesuksesan, karir yang cepat naik, gaya hidup yang serba cukup, atau pencapaian yang seolah mudah diraih. Dari situ, muncul standar baru tentang “keberhasilan” yang sering kali tidak realistis. Akibatnya, banyak anak muda merasa tertinggal bahkan sebelum memulai. Mereka takut terlihat gagal, takut tidak sebaik yang lain, dan akhirnya memilih untuk tidak mencoba sama sekali.
Budaya ini secara tidak sadar membentuk pola pikir instan. Ketika hasil yang diinginkan tak kunjung datang, semangat langsung turun. Lalu muncul rasa malas, hilangnya motivasi, bahkan kecenderungan bekerja sesuai mood. Di dunia digital yang serba cepat, konsistensi justru menjadi hal yang paling langka.
Fenomena ini menjelaskan kenapa banyak anak muda tampak pasif di tengah lautan peluang. Mereka tidak kekurangan sumber daya, tapi kehilangan keberanian dan arah. Media sosial telah menciptakan generasi yang tahu banyak hal, tapi takut untuk memulai sesuatu yang nyata.
Fenomena “kerja sesuai mood” kini bukan hal asing di kalangan anak muda. Banyak yang hanya produktif ketika semangat sedang tinggi, namun begitu mood menurun, semua rencana ikut berhenti. Padahal, dunia kerja dan kehidupan nyata tidak selalu memberi ruang bagi perasaan yang berubah-ubah.
Ketika motivasi bergantung pada suasana hati, maka hasilnya pun tidak pernah stabil. Semangat bisa menggebu di awal, tapi mudah padam saat menghadapi kesulitan pertama. Kebiasaan ini perlahan membentuk pola hidup yang tidak disiplin, menunda tanggung jawab, kehilangan arah, dan sulit menyelesaikan sesuatu dengan tuntas.
Lebih jauh lagi, kecenderungan ini membuat banyak anak muda merasa stagnan meski hidup di era penuh peluang. Mereka punya kemampuan, tapi tidak melatihnya. Mereka punya ide, tapi tidak mengeksekusinya. Semua berhenti di fase “nanti saja” atau “kalau sudah siap”. Sayangnya, waktu tidak menunggu dan terus berjalan.
Pada akhirnya, mood swing dan rasa malas bukan lagi sekadar sifat pribadi, melainkan cerminan dari generasi yang kehilangan konsistensi dan kesadaran untuk berproses. Padahal, keberhasilan jarang datang dari inspirasi sesaat, melainkan dari kebiasaan untuk terus bergerak meski tanpa dorongan semangat yang besar.
Generasi muda hari ini sebenarnya tidak kekurangan potensi. Mereka tumbuh di era yang penuh peluang, dengan akses informasi dan teknologi yang tak pernah dimiliki generasi sebelumnya. Namun, semua keunggulan itu akan sia-sia jika tidak diiringi kemauan untuk berproses dan menghadapi ketidaknyamanan.
Terlalu sering menunggu waktu yang “tepat” atau menunggu mood datang sebelum bertindak. Padahal, kesempatan tidak menunggu siapa pun yang masih sibuk menyiapkan keberaniannya. Kita tidak perlu selalu percaya diri untuk mulai. Terkadang, cukup mulai dulu baru nanti rasa percaya diri itu tumbuh dari pengalaman.
Konsistensi dan disiplin mungkin terdengar membosankan di telinga anak muda yang terbiasa dengan kecepatan digital. Tapi justru di situlah kuncinya. Masa depan tidak dibentuk oleh ledakan semangat sesaat, melainkan oleh langkah kecil yang terus diulang, bahkan ketika semangat itu sedang padam.
Sudah saatnya generasi muda berhenti hidup sesuai mood, dan mulai hidup sesuai tujuan. Karena di luar rasa takut dan ketidakpastian, ada ruang besar bagi mereka yang berani mencoba meski belum siap.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
