Ketika Sampah Jadi Tabungan: Kontribusi Komunitas di Balik Lingkungan Surabaya
Gaya Hidup | 2025-11-05 21:24:40
Surabaya – Di balik megahnya deretan gedung tinggi dan hiruk-pikuk kota Pahlawan, masih ada satu masalah lama yang belum juga selesai : sampah. Bukan cuma Surabaya yang mengalaminya, hampir semua kota besar di dunia juga menghadapi persoalan yang sama. Di banyak tempat, gunungan sampah, terutama plastik, terus menumpuk dan mencemari laut serta lingkungan sekitar.
Indonesia sendiri bahkan menempati peringkat kelima dunia sebagai penyumbang sampah plastik terbesar. Setiap tahun, jutaan ton plastik dihasilkan, namun sebagian besar belum tertangani dengan baik. Kondisi ini menambah berat tantangan global dalam menjaga bumi tetap lestari. Meski begitu, ada kabar baik dari Surabaya. Kota ini baru saja meraih penghargaan “Smart Environmental” pada Agustus 2025, yaitu sebuah bukti bahwa upaya menjaga lingkungan terus dilakukan. Tapi di balik prestasi itu, Surabaya masih harus berjuang keras menghadapi ribuan ton sampah yang dihasilkan setiap harinya.
Permasalahan Sampah di Surabaya
Kesadaran masyarakat Surabaya terhadap pentingnya kebersihan sebenarnya terus meningkat. Namun, perjuangan belum selesai disini. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Surabaya mencatat, rata-rata 1.800 hingga 2.000 ton sampah dihasilkan tiap harinya, dan lebih dari 1.300 ton di antaranya berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo. Sebagian besar sampah yang terbuang adalah sampah anorganik (45%) yang sulit terurai, salah satunya adalah plastik sekali pakai.
Sampah yang berserakan di jalan besar hanyalah permulaan. Kenyataannya, di kawasan penduduk, tumpukan plastik dan limbah rumah tangga juga sangat memprihatinkan. Sungai dan parit yang seharusnya berfungsi sebagai saluran air kini berubah menjadi tempat pembuangan sampah, serta memperburuk kondisi lingkungan. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo pun kian hari makin terbebani.
Di tengah upaya kota menekan volume sampah, pemuda-pemudi Karang Taruna Dharmawangsa RT. 07 RW. 01, Kel. Airlangga, Kec. Gubeng telah membuktikan bahwa solusi nyata dapat dimulai dari lingkungan terdekat. Mereka memulai aksinya dengan mendirikan Bank Sampah Prima Mandiri.
Munculnya Inovasi Warga: Bank Sampah Prima Mandiri
Program ini dimulai pada tahun 2016. Pada mulanya, sistem yang diterapkan masih bersifat sukarela, sehingga para warga yang menyetorkan sampah tidak mendapatkan keuntungan apapun. Hasil penjualan sampah kala itu, 100% masuk dalam kas Karang Taruna. Tak heran, saat itu hanya segelintir warga yang mau menyetorkan sampahnya.
Namun, pada tahun 2019, perubahan besar terjadi. Karang Taruna memperkenalkan adanya sistem buku tabungan kepada para warga. Tiap warga yang menjadi nasabah akan diberikan buku tabungan yang nantinya dapat digunakan untuk mencatat jumlah sampah yang disetorkan. Sampah itu kemudian dijual dan hasilnya akan masuk dalam saldo tabungan nasabah, yang kemudian dapat diuangkan kapan saja. Perubahan ini membuat warga lebih bersemangat. Jumlah nasabah pun meningkat hingga tercatat sekitar 45 nasabah tetap yang rutin menyetorkan sampahnya saat ini.
“Awalnya, dulu banyak maling yang berkedok pemulung masuk dalam gang ini. Oleh karena itu, saya mencetuskan ide untuk membuat program bank sampah ini agar dapat memakai stiker ‘Pemulung dilarang masuk’.” Ujar Suwarno, Ketua RT 07.
Perkembangan dan Dukungan Warga
Kegiatan bank sampah ini dilaksanakan di depan pos RT 07 dan tiap 2 minggu sekali. Dari yang awalnya menggunakan timbangan seadanya dan karung bekas, kini Bank Sampah Prima Mandiri sudah beralih ke timbangan pribadi dan karung yang lebih layak. Fasilitas yang lebih baik ini membuat warga semakin percaya dan rutin menyetorkan sampah. Para nasabah yang menyetorkan sampah juga bertambah tiap tahunnya. Ini menunjukkan bahwa para warga sangat mendukung adanya program ini.
“Program karang taruna ini bagus, karena warga akhirnya lebih memilih menyimpan sampah atau mengumpulkan sampah untuk disetorkan di bank sampah. Saya harap bank sampah Prima Mandiri ini semakin bisa menjadi wadah kebaikan dan manfaat bagi warga” Ujar Hilya, salah satu warga RT 07.
Kini, setiap periode setoran, puluhan kilogram sampah plastik, kertas, duplex, besi, dan kardus telah berhasil dikumpulkan. Sampah-sampah tersebut tidak lagi berserakan di lingkungan, melainkan diolah menjadi jalur daur ulang dengan nilai ekonomis. Warga pun mulai terbiasa memilah sampah dari rumah, sesuatu yang sebelumnya jarang dilakukan.
Dampak bagi Warga dan Lingkungan
Dampak lingkungan yang tercipta tidak bisa dianggap remeh. Dari sisi lingkungan, volume sampah anorganik di kawasan Dharmawangsa RT 07 RW 01 berkurang signifikan. Jalan maupun gang yang dulu masih ada sampah berserakan, kini tampak lebih bersih. Selain itu, dari sisi sosial, program ini memperkuat solidaritas antarwarganya. Tiap kali ada jadwal setoran, suasana depan pos RT 07 menjadi ajang silaturahmi dan candaan antarwarga.
Dari sisi ekonomis, program ini memberikan manfaat yang besar. Meski jumlah uang yang ditabung dari sampah tidaklah besar, setidaknya masih dapat memberikan tambahan pendapatan bagi warga. Bagi sebagian ibu rumah tangga, hasil tabungan sampah ini dapat digunakan untuk membeli kebutuhan kecil sehari – hari atau tetap ditabung untuk keperluan tertentu.
Tak berhenti sampai disitu, Bank Sampah Prima Mandiri juga menjadi pelopor bagi RT lain untuk membuka dan menjalankan konsep serupa. Kini, bank sampah sudah mulai dijalankan di beberapa RT lain sekitar wilayah RT 07. Hal ini menunjukkan bahwa gerakan kecil bisa menjalar dan menciptakan perubahan yang lebih luas. Dampak yang tercipta juga sangat memuaskan, yakni banyak sampah anorganik yang semula berserakan kini sudah berkurang, serta warga mendapat nilai ekonomi tambahan dari sampah yang sebelumnya hanya jadi masalah.
Kerja Sama dan Harapan ke Depan
Sebagai mahasiswi kedokteran hewan Universitas Airlangga (UNAIR), saya memandang bahwa bank sampah prima mandiri ini bukan sekedar program kebersihan lingkungan. Lebih dari itu, program ini ialah contoh nyata bagaimana pemuda-pemudi bisa mengubah masalah lingkungan menjadi peluang perubahan yang menghasilkan nilai ekonomis.
Mahasiswa dapat berperan melalui penelitian, edukasi, maupun inovasi terkait program ini. Misalnya, dengan membuat aplikasi pencatatan digital untuk bank sampah, memberikan pelatihan daur ulang kreatif, atau melakukan penelitian terkait dampak kesehatan lingkungan. Sementara itu, Karang Taruna bisa menjadi penggerak utama di lapangan dan kampus bisa memberi dukungan lewat pendampingan atau program pengabdian masyarakat. Dengan kerjasama seperti ini, program bank sampah bisa jalan lebih lancar, bermanfaat buat warga, dan terus berkembang di seluruh Indonesia.
Refleksi
Fenomena Bank Sampah Prima Mandiri membuktikan bahwa perubahan besar bisa dimulai dari langkah kecil. Dari sebuah gang kecil di Surabaya, muncul gerakan sederhana yang berkontribusi pada tantangan global mengatasi krisis sampah plastik. Gerakan ini sejalan dengan upaya dunia menuju circular economy, yakni sistem di mana limbah diubah menjadi sumber daya baru. Jika lebih banyak komunitas melakukan hal yang sama, bukan tidak mungkin beban sampah dunia akan berkurang, dan bumi bisa menjadi tempat yang lebih bersih untuk generasi berikutnya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
