Dari Petisi ke Ironi: Potret Generasi TKA yang Tersesat
Pendidikan | 2025-11-04 20:21:42Dunia pendidikan kita kembali riuh. Tepat di hari pertama pelaksanaan Tes Kemampuan Akademik (TKA) 2025, kita tidak hanya disuguhi berita tentang siswa yang berjuang di depan layar komputer. Kita justru dihadapkan pada dua fenomena viral yang berjalan parallel, yaitu sebuah petisi penolakan yang ditandatangani ribuan siswa, dan sebuah aksi nekat seorang siswa yang melakukan live streaming saat ujian berlangsung.
Gambar tersebut merupakan live streaming TKA oleh salah satu peserta ujian. Siaran langsung ini ditonton oleh puluhan ribu orang di aplikasi tiktok, salah satunya adalah pengguna tiktok @la_sh9598
Eskalasi dramatis ini dari protes rasional ke aksi irasional (live streaming) adalah cermin retak. Ini bukan sekadar kenakalan remaja atau masalah teknis ujian. Ini adalah potret buram dari generasi yang kita sebut "Generasi TKA", yang tampaknya sedang tersesat di tengah labirin ekspektasi yang mereka sendiri tidak pahami.
Akar Masalah: Petisi yang Tak Didengar
Untuk memahami mengapa seorang siswa bisa begitu nekat "mengobral" integritas akademiknya secara langsung, kita harus mundur sejenak dan melihat latar belakang yang memicunya. Jauh sebelum ujian dimulai, ribuan siswa telah menyuarakan keresahan mereka melalui petisi online. Ini adalah bentuk protes modern yang sah dan intelektual. Mereka tidak berdemo membakar ban. Mereka menulis, mengorganisasi, dan meminta untuk didengar.
Apa yang mereka keluhkan? Beban TKA yang dianggap tidak relevan, implementasi yang terkesan mendadak, hingga tumpukan stres yang tak tertanggungkan di atas sistem pendidikan yang sudah padat. Mereka mempertanyakan: "Untuk apa sebenarnya tes ini?"
Petisi itu adalah teriakan minta tolong. Itu adalah sinyal bahwa ada sesuatu yang salah secara fundamental dalam perancangan kebijakan ini. Mereka tidak sekadar malas ujian, tetapi mereka merasa sistem ini tidak adil dan tidak berpihak pada proses belajar mereka.
Puncak Absurditas: Live Streaming Sebagai Protes
Aksi live streaming saat TKA berlangsung adalah sebuah puncak absurditas yang menyedihkan. Ini adalah "aksi nekat" yang melampaui batas nalar akademik biasa. Ini bukan lagi sekadar mencontek, melainkan ini adalah sebuah keputusasaan. Siswa tersebut, secara sadar atau tidak, telah mengubah ruang ujian yang sakral menjadi panggung drama. Dia tidak sedang mencoba mencari jawaban. Dia sedang mencari perhatian. Dia sedang memprotes sistem dengan cara merendahkan sistem itu habis-habisan di depan publik.
Aksi ini adalah manifestasi dari generasi yang "tersesat". Mengapa tersesat? Mereka tersesat secara moral. Mereka tumbuh di era, yaitu ketika viral lebih berharga daripada benar, dan engagement lebih penting daripada integritas. Ketika sistem pendidikan gagal memberi mereka kompas moral, mereka beralih ke kompas media sosial.
Siapa yang Tersesat?
Insiden live streaming TKA 2025 ini akan selamanya dicatat sebagai noda hitam. Namun, menyalahkan siswa itu sepenuhnya adalah tindakan yang terlalu pengecut. Kita wajib menghukum kecurangannya, tetapi kita juga wajib berkaca pada apa yang menyebabkannya.
TKA dirancang untuk menguji kemampuan akademik, namun yang terungkap justru adalah krisis kepercayaan dan krisis arah.
Peristiwa ini memaksa kita untuk bertanya: jika Generasi TKA ini kita anggap "tersesat", siapa sebenarnya yang memegang peta yang salah? Mereka yang baru belajar berjalan, atau kita para perancang kebijakan, guru, dan orang tua yang merancang labirin ini untuk mereka?
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
