Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Lintang Diana Pertiwi

Stop Normalisasikan Bullying di Sekolah

Eduaksi | 2025-11-04 11:17:39
sumber pribadi

Indoneisa merupakan negara yang dikenal paling ramah sedunia. Negara dengan seribu budaya nusantaranya. Tapi, bagaimana jadinya jika keramahan tersebut dasarnya hanya berstatus sebagai wajah yang ditujukan kepada Internasional publik? Sebaliknya keramahan itu terkadang tidak didapati sesama pemuka bangsa sendiri. Apa yang diperlihatkan tak selalu sesuai dengan kenyataannya. Pendapat ini tidak memukul rata semua, hanya sebagian yang kerap dijumpai dari hal-hal terkecil di kehidupan, misalnya.

Contoh dari hal terkecil yang kerap kita jumpai adalah mengenai Pembullyan di Sekolah. Bagaiamana seharusnya tempat yang digunakan untuk menuntut ilmu, mendidik generasi terdidik, serta menanamkan moral kebaikan tapi justru terselip kisah kelam di antara banyak siswa-siswi yang enggan mengadukan ketidakadilan mereka.

Cerita-cerita itu terkadang tak sampai terdengar di telinga. Banyak kebohongan yang diperlihatkan pada publik, sebab pembungkaman itu ditekan oleh si pelaku kepada korban.

Ada beberapa contoh pembullyan yang biasanya dilakukan anak-anak sekolah. Diantaranya:

Cyber Bully. Ialah bully yang dilakukan dengan sosial media. Yang kerap dilakukan ialah menjatuhkan mental korban secara tak berdaya sejatuh-jatuhnya. Biasanya ini dilakukan dengan mengirimkan komentar jahat ataupun pembullyan terhadap foto korban yang diejek dan tersebar pada publik.

Social Bully. Ialah bully yang dilakukan dengan mengajak teman-teman yang lain, akan tetapi konteksnya dilakukan secara diam-diam. Seperti pelaku akan mengucilkan kehadiran korban dan menjauhkan intensi korban di depan publik.

Verbal bully. Ialah bully yang dilakukan dengan mengejek ataupun menjelekkan korban di depan umum secara langsung. Biasanya verbal bully dilakukan dengan cara terang-terangan di muka publik tanpa memikirkan ataupun menghiraukan perasaan korban.

Physical bully. Ini sudah mencakup pembullyan paling parah levelnya. Sebab para pelaku akan melakukan perundungan kontak secara fisik kepada para korban.

Jangan sampai generasi cerdas bangsa menormalisasikan pembullyan di sekolah. Seharusnya korban dilindungi dan didampingi sehingga trauma yang disebabkan tidak menjerumus pada sesuatu yang lebih parah. Dan untuk para pelaku stop melanjutkan pembullyan terhadap korban-korban yang lain.

Generasi cerdas adalah mereka yang merangkul terhadap sesama.

Penulis: Lintang Diana Pertiwi

Prodi: Kewirausahaan

Universitas Saintek Muhammadiyah

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image