Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Gerrard Indra

Budaya Kuliah di Indonesia Tertinggal atau Terikat?

Edukasi | 2025-10-28 15:06:34

Dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan tinggi atau perkuliahan, setiap universitas di Indonesia tentu memiliki budaya nya masing-masing, baik dalam cara pengenalan lingkungan, metode pengajaran, manajemen siswa dalam mengatur waktunya, dll. Semua universitas mempunyai ciri khasnya masing-masing. Kita semua tahu bahwa jalannya aktivitas kampus semuanya di bawah naungan pemerintahan atau kementrian pendidikan dan itu semua sudah terbilang terstruktur dengan baik, itu semua masuk ke dalam faktor eksternal, yang ingin saya bicarakan disini adalah faktor internal atau sebuah kebiasaan yang sudah menjadi "kebiasaan" di kehidupan kampus.

Dalam sepanjang sejarah peringkat universitas secara internasional, kampus di Indonesia belum pernah mencapai peringkat di bawah 100. Universitas terbaik di Indonesia saat ini, Universitas Indonesia, menduduki peringkat 189 dunia menurut QS World University Rankings 2026. Seperti yang saya sebutkan sebelumnya, secara eksternal, pemerintah sudah menciptakan struktur yang baik dalam dunia pendidikan tinggi, berarti yang menjadi gap disini adalah internal.

Kalau dibandingkan dengan negara-negara maju, mahasiswa di Indonesia bisa dibilang tertinggal dalam hal kebudayaan berkuliah, tetapi apakah benar kita tertinggal? Atau kita dipaksa terikat dengan budaya yang sudah ada? Berikut beberapa budaya yang menurut saya salah dan layak untuk dilepaskan oleh mahasiswa saat ini.

1. Pola Pikir dan Haus Validasi

Mahasiswa saat ini cenderung pasif dalam berpikir kritis dan analis. Mereka terbilang masih terbawa budaya mereka dulu entah saat duduk di bangku SMA. Mahasiswa terlalu banyak menghabiskan waktu untuk memikirkan hal-hal yang tidak penting dan men-dramatisasi segala hal yang membuatnya menjadi cerita yang panjang dan mereka mau untuk terlibat dalam drama-drama tersebut atau menjadikannya bahan pembicaraan. Mereka ingin terlihat bahwa mereka memiliki pengaruh besar di lingkungannya atau ingin terlihat memiliki teman yang banyak sehingga tau segala macam informasi yang sebenarnya tidak penting dan tidak ada kaitannya dalam dunia perkuliahan. Sifat seperti ini jelas harus diminimalisir agar tidak menjadi sebuah rutinitas yang akan sangat berpengaruh di dunia kerja nanti.

2. Senioritas dan Perasaan Unggul

Mahasiswa yang sudah menjalani perkuliahan pada kurun waktu 2-3 tahun, memiliki rasa percaya diri yang tinggi akan ilmu yang sudah mereka terima selama itu. Mereka kurang menghargai dosen saat mengajar, ini dibuktikan dengan adanya mahasiswa yang memilih untuk tidur, mengobrol, bermain gadget dan melakukan hal lain saat kelas berlangsung. Mereka menganggap bahwa mereka sudah tau semua nya atau bisa mempelajarinya dengan mandiri di tempat peristirahatan mereka, padahal bisa diajar oleh orang yang sudah ahli di bidangnya merupakan hak yang harusnya kita dapat dari apa yang sudah kita bayar, tetapi masih banyak mahasiswa yang kurang mengerti akan hal ini.

3. Senioritas Tenaga Pengajar dan Niat Mengajar

Jika di poin 2 saya membicarakan mahasiswa dengan sifat senioritas, disini saya mengarah kepada mereka yang menjadi mentor dari para mahasiswa, dosen. Masih ada dosen-dosen di Indonesia yang mengganggap bahwa diri mereka adalah satu-satunya yang paling dibutuhkan oleh mahasiswa sehingga mereka cenderung berbuat sesukanya. Semisal, jika meraka telat memasuki kelas karna suatu hal yang dianggap penting, dosen merasa tetap berhak memasuki kelas, tetapi saat jam pelajaran sudah berakhir dan mahasiswa mempunyai hak untuk meninggalkan kelas, mereka menolak hal itu dan menganggap mahasiswa yang langsung meninggalkan keals saat jam berakhir tidak mempunyai sopan santun dan tidak niat kuliah, padahal itu sudah menjadi hak mereka dan tanggung jawab dosen dalam mengatur waktu perkuliahan.

Dosen-dosen juga terkadang menganggap sepele beberapa materi yang mereka anggap mudah dipahami padahal terkadang tidak untuk beberapa mahasiswa. Mereka menyamaratakan kemampuan mahasiswa dan langsung berpindah bab ke materi kompleks yang sebenarnya membutuhkan pemahaman di materi sebelumnya.

4. Pandangan tentang Pendidikan

Mahasiswa negara-negara maju seperti China, mereka memiliki pemahaman bahwa pendidikan adalah satu-satunya cara untuk merubah hidup mereka, sedangan mahasiswa di Indonesia bahkan tidak memiliki niat dalam menjalani perkuliahan dan beberapa dari mereka masih memperdebatkan apakah kuliah penting atau tidak, mewajarkan hal yang tidak sewajarnya, dll. Sudut pandang ini tentu harus diubah agar mahasiswa mempunyai pondasi yang baik dalam menjalani perkuliahan.

5. Budaya "Beda Sendiri"

Ini adalah budaya yang sedang kental terjadi di lingkungan mahasiswa sekarang. Disaat mahasiswa negara maju menggunakan media sosial untuk membuat sebuah konten bertemakan produktivitas mereka dan mahasiswa Indonesia ingin menirunya, ada kelompok yang menganggap bahwa dia adalah seorang yang ingin terlihat berbeda atau pick me. Mahasiswa yang ingin hidupnya berubah pun akan merasa terasingkan oleh lingkungannya, dan dia akan kembali lagi terikat dan terikut budaya buruk yang sudah ada agar dia tidak terasingkan, padahal yang dia lakukan benar, hanya saja tempatnya yang salah.

Kesimpulannya, faktor internal, terutama dalam lingkungan kampus juga menjadi penentu kualitas kampus, kita tidak bisa menilai kampus hanya dari peringkat, akreditasi, dll. Pihak universitas harus melakukan pendekatan kepada para mahasiswa untuk dapat masuk ke budaya pembelajaran dan mengubahnya dari dalam dengan budaya-budaya positif yang memberi rasa aman dan nyaman kepada setiap mahasiswa untuk mengekspresikan jati diri dan potensi dari diri mereka masing-masing.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image