Perempuan, Raihlah Kemulianmu dengan Islam Kaffah
Politik | 2022-03-10 03:26:30Penulis: Ninis Ummu Qonita (Aktivis Dakwah Balikpapan)
Bicara tentang perempuan seolah-olah tidak ada habisnya, terlebih terkait permasalahan yang kerap membelitnya tanpa ada solusi tuntas. Apalagi jika permasalahan itu ditinjau dari sudut pandang kapitalis solusi tambal sulam yang diberikan. Jauh panggang dari api, menganggap perempuan terkukung dengan syariat islam, sehingga solusinya dengan membebaskan perempuan dengan isu kesetaraan gender justru menambah persoalan baru.
Padahal dari sisi insaniyah perempuan sama dengan laki-laki yakni makhluk yang Allah ciptakan. Manusia yang secara fitrah memiliki akal, kebutuhan jasmani serta naluri. Kedua makhluk inipun memiliki kewajiban yang sama yakni taat kepada Allah.
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً
"Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik." (QS an-Nahl [16]: 97).
Maknanya, baik laki-laki dan perempuan wajib taat kepada seluruh perintah Allah secara umum. Terkait perintah sholat, puasa, zakat, haji, menutup aurat, menuntut ilmu, berbakti pada orang tua, berdakwah dan lainnya. Tidak ada perbedaan terkait hal tersebut, wajib atas laki-laki dan perempuan.
Peran Domestik Perempuan
Selain aturan yang bersifat umum, Allah juga memberikan syariat yang berbeda bagi laki-laki dan perempuan. Contohnya bagi perempuan adalah perannya sebagai seorang istri, ibu sekaligus menjadi manager rumah tangga (Al umm warrobatul bait), yang secara alami akan mengalami kehamilan, melahirkan, menyusui sekaligus mengasuh anak-anaknya. Begitu juga dengan laki-laki menjalankan peran sebagai seorang pemimpin dalam rumah tangga (qowwam), suami, pencari nafkah, kepala negara.
Syariat membedakan peran bukan untuk membeda-bedakan laki-laki dan perempuan dalam pandangan gender (feminis). Namun, berbeda peran itu dalam rangka demi keharmonisan rumah tangga dan optimal menjalankan perannya masing-masing.
Sepanjang peradaban Islam para perempuan tak pernah mempermasalahkan perannya sebagai seorang istri, ibu dan mengasuh anak-anaknya. Mereka sangat menyenangi peran tersebut, tak pernah terlintas dalam benak mereka rasa iri dengan laki-laki dan ingin setara dengan laki-laki dalam segala hal. Karena ia diperlakukan dengan baik dan dimuliakan oleh suaminya di rumah.
Suami pun tak memandang perempuan sebelah mata, namun ia menggauli istrinya dengan cara yang ma'ruf. Justru setelah institusi khilafah melemah dan runtuh dengan diterpakannya sistem kapitalis dan pemahaman feminis ini merasuki benak perempuan muslimah menuntut kesetaraan. Inilah awal kesengsaraan perempuan hingga kini, mulai dari pelecehan seksual, verbal, fisik, psikis yang jumlahnya fenomena gunung es.
Peran Publik Perempuan
Selain peran domestik yang wajib dilakukan seorang perempuan, ia juga diperbolehkan menjalankan perannya di luar rumah (publik). Namun interaksi dengan lawan jenis harus sesuai dengan ketentuan syariat yakni:
1. Keluar rumah dengan menutup aurat sempurna dengan jilbab dan kerudung serta menundukkan pandangan.
"Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, "Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." (QS. Al Ahzab:59)
"Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya." (QS. An Nur:31).
2. Tidak boleh tabaruj (memamerkan kecantikannya dan perhiasannya) di ruang publik.
3. Tidak berdua-duaan (khalwat) dengan lawan jenis dan campur baur (ikhtilat) antara laki-laki dan perempuan tanpa adanya keperluan (hajat syar'i).
"Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali dia bersendirian dengan seorang perempuan yang tidak bersama mahramnya, karena yang ketiganya ialah syaitan." (HR. Ahmad)
4. Tidak boleh melakukan perjalanan jauh (safar) tanpa disertai mahrom.
“Dari Abi Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda, ’Janganlah seorang wanita bepergian sejauh perjalanan sehari semalam kecuali bersama dengan mahramnya,’” (HR Tirmidzi).
Islam Kaffah Melindungi Perempuan
Nestapa nasib perempuan tanpa perisai (junnah), 101 tahun tanpa khilafah perempuan tidak ada yang melindungi kehormatannya, menjamin keamanannya, memenuhi kebutuhannya. Sejatinya perempuan hanya butuh syariat Islam yang diterapkan secara kaffah (totalitas) dalam kehidupannya bukan feminisme yakni racun berbalut madu memperdaya perempuan keluar dari fitrahnya sebagai seorang muslimah. Sudah saatnya muslimah memperjuangkan tegaknya Islam kaffah dalam naungan khilafah bukan menjadi pejuang feminisme yang batil. Hanya sistem Islam yang terbukti satu-satunya sistem yang ramah terhadap perempuan. Sebagaimana pernah dicontohkan bagaimana Khalifah Al Mu'tashim Billah yang membela kehormatan seorang wanita yang dilecehkan oleh orang kafir dengan mengerahkan pasukannya untuk menyerang Romawi.
Wallahu A'lam Bi Showab
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.