Penghulu dan Penyuluh: Garda Sunyi Penjaga Damai di Akar Rumput
Agama | 2025-10-25 18:55:24
Di tengah arus deras perbedaan pandangan keagamaan, sering kali harmoni justru dijaga oleh mereka yang tidak tampak di panggung utama. Sebagian bekerja dalam senyap - di balai nikah, di rumah warga, atau di pojok kampung yang jauh dari sorotan. Mereka adalah penghulu dan penyuluh agama di Kantor Urusan Agama (KUA) - dua aktor kunci yang menjadi mata dan telinga Kementerian Agama dalam mendeteksi serta mencegah potensi konflik keagamaan di akar rumput.
Inilah yang menjadi fokus Tim Bina Paham Keagamaan Islam Kanwil Kementerian Agama DIY, yang dipandu oleh Kabid Urais Sa'ban Nuroni dan didampingi Ahmad Fauzi, bersama Risna, Maslahah, dan Aini, dalam kegiatan Cegah Dini Potensi Konflik Sosial Berdimensi Keagamaan di Kabupaten Gunungkidul, 24 Oktober 2025.
Membaca Kedamaian dari Patuk hingga Wonosari
Di setiap lokasi kunjungan, satu pola berulang: suasana masyarakat yang relatif kondusif, disertai kesadaran kolektif untuk merawat harmoni.
Di Patuk, para penyuluh melaporkan bahwa keberagaman masyarakat berjalan seimbang. Koordinasi lintas tokoh dan ormas keagamaan terus dilakukan, termasuk upaya preventif di wilayah Putat. Dusun Ngembes bahkan menjadi contoh praktik moderasi --- umat Islam dan Kristen saling terlibat dalam kenduri dan kegiatan sosial bersama. "Kita menjaga damai bukan dengan teori, tapi dengan kebiasaan hidup berdampingan," ujar salah satu penyuluh.
Di Dlingo, Kepala KUA Bayu Dirgohandoyo menyampaikan bahwa aplikasi LURIK (Layanan Unggulan dan Informasi KUA) yang di dalamnya terdapat Literasi dan Peringatan Dini Konflik Keagamaan, sangat membantu pemetaan potensi kerawanan sosial. "LURIK membuat KUA lebih sigap membaca perubahan sosial, bahkan CPNS penghulu pun kami libatkan untuk ikut mengisi datanya," katanya. Berdasarkan hasil instrumen, potensi konflik nihil, menunjukkan masyarakat aman dan komunikasi antarwarga berjalan baik.
Sementara Edi Mustiar Kepala KUA Paliyan menjelaskan, dengan dua penghulu dan delapan penyuluh PPPK, KUA aktif melakukan pembinaan masyarakat secara rutin. Perbedaan pemahaman antara kelompok Salafi dan Aswaja yang sempat muncul di awal 2003-an kini mereda berkat pendekatan persuasif dan pendampingan tokoh. Tim menegaskan, pendampingan sosial berbasis edukasi dan koordinasi terbukti lebih efektif daripada pendekatan formal. "KUA harus menjadi garda terdepan, bukan penonton," tegas Ahmad Fauzi dalam sesi diskusi.
Di Wonosari, suasana diskusi berlangsung dinamis. Dengan 17 SDM aktif, termasuk empat penghulu dan sembilan penyuluh, KUA Wonosari dinilai memiliki sistem kerja paling solid. Kepala KUA, Masduki, menegaskan bahwa pelaporan data dilakukan secara online melalui aplikasi LURIK setiap triwulan. "Kami memegang jargon KUA DIY: Ikhlas, Sopan, Tertib, Moderat, Wibawa, dan Amanah. Itulah kompas kami menjaga masyarakat tetap teduh," ujarnya.
Penghulu dan Penyuluh: Aktor Kunci Cegah Konflik
Dari hasil monitoring, satu kesimpulan menjadi terang: aktor kunci pencegahan konflik keagamaan di akar rumput adalah penghulu dan penyuluh agama. Keduanya saling melengkapi dalam sistem Early Warning System (EWS) Kementerian Agama.
Penghulu berperan sebagai detektor sosial dan mediator keluarga, membaca dinamika masyarakat melalui kasus perkawinan beda agama, perbedaan amaliah, atau perselisihan keluarga yang bisa merembet ke isu sosial-keagamaan. Ia juga menjadi pelapor utama dalam sistem LURIK, memastikan data lapangan tersampaikan secara faktual dan tepat waktu.
Penyuluh agama bertugas sebagai edukator, fasilitator dialog, dan mediator sosial, menanamkan nilai moderasi beragama serta membangun komunikasi lintas kelompok dengan pendekatan kultural. Mereka bukan sekadar pemberi ceramah, tetapi penggerak harmoni sosial.
"Penghulu dan penyuluh adalah wajah sejati Kemenag di tingkat bawah," ujar Sa'ban Nuroni. "Mereka tidak hanya mengurus administrasi nikah dan ceramah, tapi menjaga keutuhan sosial yang sering kali tak terlihat."
Data, Koordinasi, dan Tindakan Nyata
Kegiatan ini juga menegaskan perlunya pembaruan SK Tim Pencegahan Konflik Sosial Berdimensi Keagamaan Islam di setiap KUA, menyesuaikan perubahan jabatan dan komposisi pegawai.
Kemenag DIY menargetkan data berbasis LURIK dapat menjadi profil sosial-keagamaan digital tiap KUA -- sebagai bahan analisis kebijakan, evaluasi moderasi beragama, dan peta sosial daerah rawan.
Menjaga Harmoni, Menjaga Yogyakarta
Dari Patuk hingga Wonosari, dari penyuluh di dusun hingga penghulu di balai nikah, benang merahnya sama: masyarakat Yogyakarta hidup dalam keberagaman yang terkelola dengan baik.
Konflik sosial memang selalu mungkin, tetapi dengan sistem data yang akurat, koordinasi lintas lembaga, dan keteladanan aktor lokal, potensi itu bisa dicegah bahkan sebelum muncul ke permukaan.
Yogyakarta tetap teduh bukan karena tanpa perbedaan, melainkan karena ada orang-orang yang bekerja dalam diam -- penghulu dan penyuluh agama -- yang setiap hari menjaga harmoni dengan doa, data, dan dedikasi.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
