Moderasi Konten dan Cermin Kebudayaan Digital Indonesia
Gaya Hidup | 2025-10-25 06:13:28Oleh: Muliadi Saleh
Media sosial kini telah menjadi panggung besar tempat jutaan manusia memainkan perannya: ada yang berbagi pengetahuan, ada yang menebar inspirasi, ada pula yang, tanpa sadar, menebar bara perpecahan. Di ruang maya yang tanpa pagar ini, kata-kata meluncur lebih cepat dari niat, dan opini menyebar lebih luas dari fakta. Dunia digital telah mengubah cara kita berinteraksi, berpikir, bahkan berperilaku.
Pemerintah Indonesia mendorong agar platform seperti TikTok, Instagram, dan X (dulu Twitter) lebih aktif dalam memoderasi konten. Langkah ini bukan sekadar intervensi terhadap arus komunikasi, tetapi usaha menata ulang ruang publik digital agar tetap sehat, aman, dan beradab. Sebab yang dipertaruhkan bukan hanya citra platform, melainkan juga kualitas kebudayaan kita di dunia maya.
Antara Kebebasan dan Tanggung Jawab
Media sosial lahir dari semangat kebebasan berekspresi. Namun, kebebasan tanpa tanggung jawab dapat berubah menjadi kebisingan yang menyesakkan. Di tengah derasnya informasi, batas antara ekspresi dan provokasi semakin kabur. Hoaks, ujaran kebencian, dan disinformasi kini menjadi tantangan besar bagi peradaban digital kita.
Moderasi konten menjadi penting bukan karena pemerintah ingin mengendalikan wacana, tetapi karena kebebasan perlu ditopang oleh etika. Sebuah masyarakat yang bebas berbicara tanpa rasa tanggung jawab akan kehilangan makna kemerdekaan itu sendiri. Moderasi adalah upaya menjaga agar ruang digital tetap menjadi tempat bertumbuhnya pengetahuan, bukan kebencian.
Etika dan Kearifan Lokal: Akar Moderasi Nusantara
Dalam konteks Indonesia, moderasi tidak dapat dilepaskan dari kearifan lokal dan nilai budaya yang telah berakar dalam kehidupan masyarakat. Kita memiliki tradisi etika sosial yang kuat: siri’ na pacce di Bugis-Makassar yang menanamkan rasa malu dan empati; tepo seliro di Jawa yang mengajarkan tenggang rasa; adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah di Minangkabau yang menautkan adat dengan nilai ilahiah.
Nilai-nilai itu sesungguhnya adalah bentuk moderasi kultural: menahan diri, menimbang kata, dan menjaga martabat orang lain. Ia mengajarkan keseimbangan antara ekspresi dan sopan santun
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
