Gejolak Demonstrasi Tekan Pertumbuhan Ekonomi, Investor Pilih Wait and See
Politik | 2025-10-22 07:56:32Jakarta - Gelombang demonstrasi yang terjadi di sejumlah daerah dalam beberapa pekan terakhir mulai memberikan tekanan pada stabilitas ekonomi nasional. Aksi massa yang menuntut berbagai isu politik dan sosial tersebut tidak hanya berdampak pada kelancaran aktivitas masyarakat, tetapi juga menimbulkan ketidakpastian di sektor keuangan.
Ekonom menilai, aksi demonstrasi yang berlangsung berulang kali dapat memperburuk sentimen pasar. "Kondisi ini membuat pelaku usaha dan investor memilih menunda ekspansi, karena mereka menunggu kejelasan arah kebijakan pemerintah," ujar seorang pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia, Selasa (2/9).
Bursa saham juga menunjukkan gejala pelemahan seiring meningkatnya aksi unjuk rasa.
Indeks harga saham gabungan (IHSG) sempat bergerak fluktuatif, sementara nilai tukar rupiah tertekan akibat arus modal asing yang menahan diri masuk. Beberapa investor global bahkan memilih melakukan aksi jual, sehingga menambah tekanan terhadap pasar domestik.
Selain itu, sektor riil juga terdampak. Aktivitas perdagangan, distribusi logistik, hingga transportasi publik di sejumlah kota sempat terganggu. Kondisi ini dinilai dapat menurunkan produktivitas dan menghambat laju pertumbuhan ekonomi jika terus berlanjut.
Pemerintah sendiri mengimbau masyarakat untuk menjaga ketertiban dan stabilitas agar situasi perekonomian tetap kondusif. Menteri Keuangan menegaskan bahwa fundamental ekonomi Indonesia masih cukup kuat, namun gejolak sosial politik tetap menjadi faktor risiko yang harus diwaspadai. "Investor sangat sensitif terhadap ketidakpastian. Semakin cepat stabilitas terjaga, semakin cepat pula arus investasi kembali masuk," ungkapnya.
Dengan situasi yang belum sepenuhnya kondusif, sebagian besar investor kini memilih strategi wait and see. Mereka menunggu kondisi politik dan sosial mereda sebelum mengambil keputusan besar terkait penanaman modal di Indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2024 tercatat sebesar 5,17% year on year (yoy). Angka ini sebenarnya masih cukup kuat, namun potensi pelemahan bisa terjadi bila gejolak sosial politik terus berlanjut.
Dari sisi pasar modal, nilai tukar rupiah sempat melemah hingga Rp15.400 per dolar AS pada awal September, sedangkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun sekitar 1,8% dalam sepekan akibat tekanan jual investor asing. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga menunjukkan arus modal asing keluar (capital outflow) mencapai lebih dari Rp8 triliun sepanjang Agustus, yang menjadi sinyal bahwa investor mulai mengurangi eksposur terhadap aset domestik.
Kondisi ini membuktikan bahwa isu non-ekonomi seperti demonstrasi dapat memberikan dampak nyata pada indikator keuangan nasional.
Apabila ketidakpastian terus berlangsung, potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal berikutnya tidak dapat dihindari, mengingat kontribusi investasi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai sekitar 30%. Artinya, setiap penurunan investasi akibat faktor politik dan sosial berpotensi langsung menekan laju PDB Indonesia.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
