Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image naufal aqil fauzi

Mengapa Wajah Terasa Familiar: Mekanisme Biopsikologis dalam Pengenalan Sosial

Eduaksi | 2025-10-20 10:34:30

https://id.pngtree.com/free-backgrounds-photos/bertemu-dan-menyapa-pictures

fenomena yang sering muncul ditengah masyarakat Ketika adalah merasatidak asing dengan wajah seseorang padahal sebenarnya belum ada interaksi samasekali atau bahkan saat kita melihat wajah orang yang sudah lama tidak melompat, tiba-tiba muncul rasa seperti akrab meski lupa namanya. Fenoma seperti ini seringterjadi secara alami, dan ternyata fenomena seperti ini dapat dijelaskan melauicara kerja otak kita. Di dalam bidang biopsikologi, pengenalan wajah termasukbagian dari proses pengenalan sosial serta cara otak kita memahami dan mengingat identitas orang lain seperti, wajah seseorang, perilaku, dll, melauiimekanisme biologi dan psikologis yang kompleks.

Bagi manusia, wajah bukan hanya sebagai tampilan fisik, tetapi sebagai simbol terhadap identitas diri sendiri. Melalui wajah, kita dapat mengenali orang-orang, membaca emosi, serta dapat menentukan apakah dia orang yang kitakenal atau bukan (asing). Brunce dan Young (1986) mengatakan bahwa dalam model pengenalan wajahnya dapat menjelaskan bahwa otak memperoses wajah melalui tahapan seperti: mulai dari mengenali bentuk wajahnya, mengidentifikasi identitas, hingga memahami ekspresi emosinya. Jadi, otak bukan hanya melihat bentuk wajah tetapi juga memahami makna sosial di baliknya.

Secara evolusi, kemampuan mengenali wajah seseorang memiliki fungsipenting dalam bertahan hidup. Pada zaman dulu, manusia perlu mengetahui siapa yang termasuk dalam kelompoknya dan siapa yang tidak masuk dalam kelompoknyahal ini bertujuan untuk menjaga keselamatanya. Dalam perkembangan fungsi ituberkembang menjadi dasar dari hubungan sosial dan komunikasi. Menurut Haxby, Hoffman, dan,Gobbni (2000) area fusiform face area (FFA) di bagian otaktemporal mempunyai peran utama dalam mengenali wajah dan membedakan satuorang dengan yang lain.

Proses pengenalan wajah dimulai dari area otak visual, tepatnya dibagiankorteks oksipital yang berfungsi untuk menangkap stuktur wajah. Proses selanjutnya yaitu mengirimkan informasi ke fusiform gyrus di area temporal, khususnya FFA yang bertujuan untuk mengenali ciri-ciri khas seperti bentukmata, hidung, dan ekspresi wajah. Kanwisher, McDermott, dan Chun (1997)mengatakan bahwa FFA bekerja secara khusus untuk mengenali wajah bukan bentuk yang lain. Itulah alasan mengapa manusia lebih cepat mengenali atau mengenali wajah dari pada objek biasa. Selain itu, Amygdala ikut berperan dalam anggota makna emosional terhadap wajah yang dilihat, seperti Ketika kitamelihat seseorang tersenyum atau marah maka Amygdala menilai apakah situasiitu aman atau mengancam. leDoux (1996) mengatakan bahwa amigdala sebagai “pusat emosi” yang membuat kita cepat menaggapi ekspresi tersebut. Di sisi lain, hipokampus berperan untuk menyimpan memori jangka panjang tentang wajah-wajah yang pernah ditemui, sehingga ketika bertemu kembali muncul rasa seolah-olah mengenali wajah tersebut.

Rasa familiar saat melihat wajah seeorang muncul karena adanya aktivitas memori visual dan emosional di otak kita. Saat kita melihat wajah yang mirip dengan orang yang kita kenal maka FFA dan hipokampus langsung bekerjamen cocokan pola visualnya dengan memeori lama. Jika kemiripanya tinggi makaotak akan memberikan sinyal bahwa wajah tersebut terasa familiar bagi kita. Ellis dan Lewis (2001) Menyebutkan bahwa hal ini sebagai fase familiatry, yaitukondisi di mana ketika otak salah atau keliru menggangap wajah baru sebagaiwajah yang sudah dikenal karena kemiripanya baik dari ekspresi dan bentuk wajahnya.

Selain memori, emosi juga sangat berpengaruh, misalnya wajah orang yang memiliki hubungan emosional dengan kita seperti keluarga atau sahabatyang lebih mudah diingat karena otak memberikan “penanda emosional”. leDoux (1996) menjelaskan konsep ini sebagai penandaan emosional yang berartiketika pengalaman emosional memperkuat daya ingat terhadap seseorang. Itulahsebabnya wajah orang yang kita sukai terasa lebih mudah diingat di bandingkan dengan wajah orang asing. Hal ini dikarenakan bahwa FFA kanan (rFFA) menunjukkan aktivitas yang lebih tinggi selama pengenalan wajah yang sama di bandingkan dengan wajah yang lain, meskipun dapat mengenal wajah baru dengan cepat tetapi kita lebih akurat dalam mengenali wajah yang kita kenal lama dibandingkan dengan wajah baru. Fenomena ini di kenal sebagai efeketnis lain.

Tetapi tidak semua orang mempunyai kemampuan mengenali wajah yang sama. Ada kondisi yang disebut sebagai prosopagnosia atau kebutaan wajah, dimana seseorang tidak dapat mengenali wajah seseorang walaupun penglihatannya normal. Duchaina dan Nakaya (2006) mengatakan bahwa prosopagnosia biasanya terjadi karena gangguan pada FFA atau jalur visual di otak. Namun, penderitanya dapat mengetahui seseorang melalui suara atau pakaian, tetapi tidak dari wajahnya. Hal ini menunjukkan betapa spesifiknya sistem otak yang menangani pengenalanwajah.

Selain itu, individu dengan gangguan spektrum autisme (ASD) seringmengalami kesulitan dalam memahami ekspresi wajah. Schultz (2005) menemukan bahwa aktivitas FFA pada individu dengan autisme lebih rendah saat melihatwajah orang lain. Kondisi ini menunjukkan bahwa kemampuan mengenaliwajah bukan hanya perihal pengeliatan, tetapi juga terkait dengan empati dan interaksi sosial.

Di sisi sosial, kemampuan mengenali wajah sangat penting karena dapat membangun rasa keakraban dan kepercayaan antar individu. Saat mengenaliseseorang, otak melepaskan hormon seperti oksitosin yang menumbuhkan rasa nyaman dan kedekatan. Menurut Gazzaniga (2009), otak manusia memangberevolusi menjadi otak sosial yang mendukung kemampuan dalam berintraksi dan memahami orang lain. Pengenalan wajah menjadi pintu utama dalammembetuk hubungan sosial yang sehat dan empatik.

Dalam kehidupan sehari-hari, kemampuan ini membantu kita dalam menavigasi dunia sosial. Misalnya, kita bisa cepat menyesuaikan diri di lingkungan baru, mengenali teman lama, atau bahkan membangun hubungan emosional dengan orang lain. Rasa familiar pada wajah seseorang bisa jadi dasarmunculnya empati, rasa percaya diri dan kerja sama sosial. Dengan kata lain, kemampuan otak mengenali wajah bukan hanya sebagai fungsi kognitif tetapi juga fondasi dari kehidupan sosial manusia.

Wajah terasa familiar karena otak memiliki sistem yang sangat kompleksdalam memperoses informasi visual dan emosional. Area seperti FFA, amigdala, dan hipokampus bekerja sama untuk mengenali pola wajah, menghubungkannya dengan memori, dan memberikan makna emosional. Proses ini menjelaskankenapa kita bisa merasa akrab dengan seseorang bahkan sebelum sadar siapa dia. Kemampuan mengenali wajah menunjukkan betapa eratnya hubungan antar biologis dan pengalaman sosial manusia seperti halnya membuat interaksi sosial kitaterasa seperti alami, bermakna, dan manusiawi.

DAFTAR PUSTAKA

Bruce, V., & Young, A. (1986). Memahami pengenalan wajah. British Journal of Psychology, 77(3), 305–327.

Duchaine, B., & Nakayama, K. (2006). Prosopagnosia perkembangan: Jendela menuju pemrosesan wajah yang spesifik terhadap konten. Opini Terkini dalam Neurobiologi, 16(2), 166–173.

Ellis, HD, & Lewis, MB (2001). Delusi Capgras: Sebuah jendela pengenalan wajah. Tren dalam Ilmu Kognitif, 5(4), 149–156.

Gazzaniga, MS (2009). Manusia: Ilmu di Balik Keunikan Kita. New York: HarperCollins.

Haxby, JV, Hoffman, EA, & Gobbini, MI (2000). Sistem saraf terdistribusi manusia untuk persepsi wajah. Tren dalam Ilmu Kognitif, 4(6), 223–233.

Kanwisher, N., McDermott, J., & Chun, MM (1997). Area wajah fusiform: Sebuah modul di korteks ekstrastriata manusia yang terspesialisasi untuk persepsi wajah. Jurnal Neurosains, 17(11), 4302–4311.

LeDoux, J. (1996). Otak Emosional. New York: Simon & Schuster.

Robert, J.McDonald. Mekanisme Saraf yang Mendasari Perbedaan PengenalanWajah dan Memori, Identifikasi, Empati, dan Perilaku Prososial pada KelompokDalam dan Kelompok Luar: Bukti dari Studi fMRI dan ERP. Integrasi jurnal. ilmu saraf. 2024. (32,33,34)

Schultz, RT (2005). Defisit perkembangan dalam persepsi sosial pada autisme: Peran amigdala dan area wajah fusiform. Jurnal Internasional Neurosains Perkembangan, 23(2–3), 125–141.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image