Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Syifa Aulia

Mampukah Elit Politik Memulihkan Kepercayaan Publik yang Hilang?

Politik | 2025-10-10 10:46:37

Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia sedang menghadapi tantangan serius dalam hal kepercayaan publik terhadap institusi politik. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah sebagai dua pilar utama sistem presidensial Indonesia kini tengah mengalami krisis legitimasi yang mengkhawatirkan. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Indikator Politik Indonesia pada Januari 2025, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap DPR hanya mencapai 69 persen, menempatkan lembaga legislatif di peringkat ke-10 dari 11 lembaga yang disurvei (Kompas.id, 2025). Kondisi ini bukan hanya mencerminkan kekecewaan masyarakat terhadap kinerja para wakil rakyat, tetapi juga menandakan adanya kesenjangan yang semakin lebar antara harapan publik dengan realitas politik yang terjadi.

Krisis kepercayaan publik terhadap DPR dan pemerintah bukan fenomena yang muncul secara spontan, melainkan hasil dari akumulasi berbagai permasalahan sistemik yang telah berlangsung dalam waktu lama. Salah satu akar masalah utama adalah rendahnya transparansi dalam proses legislasi dan pembuatan kebijakan publik. Praktik pembahasan rancangan undang-undang yang dilakukan secara tertutup, bahkan di luar gedung parlemen, menciptakan persepsi bahwa proses legislasi lebih mengutamakan kepentingan elit politik daripada kepentingan rakyat. Ketika masyarakat merasa tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan yang akan berdampak langsung pada kehidupan mereka, maka rasa memiliki terhadap institusi politik pun memudar.

Salah satu isu yang paling kontroversial dan memicu kemarahan publik adalah besarnya tunjangan dan fasilitas yang diterima oleh anggota DPR. Masyarakat mempertanyakan mengapa wakil rakyat menerima kompensasi yang sangat besar sementara kinerja mereka dalam menghasilkan produk legislasi yang berkualitas dan berpihak pada rakyat masih jauh dari memuaskan. Ketimpangan ini menciptakan jurang yang semakin dalam antara elit politik dan rakyat yang mereka wakili. Ketika anggota DPR menikmati berbagai fasilitas mewah dan tunjangan yang fantastis, sementara rakyat berjuang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, maka legitimasi mereka sebagai wakil rakyat menjadi dipertanyakan.

Persoalan ini semakin pelik ketika dikaitkan dengan minimnya transparansi dalam penggunaan anggaran DPR. Masyarakat berhak mengetahui secara rinci bagaimana uang rakyat digunakan

oleh para wakil mereka, namun informasi tersebut seringkali sulit diakses atau tidak dipublikasikan dengan jelas. Ketidaktransparanan ini menimbulkan kecurigaan dan asumsi negatif bahwa terdapat praktik pemborosan atau bahkan penyalahgunaan anggaran. Dalam konteks demokrasi yang sehat, akuntabilitas finansial bukan hanya soal kepatuhan administratif, tetapi juga tentang membangun kepercayaan publik melalui keterbukaan dan pertanggungjawaban.

Meskipun tanggung jawab utama ada pada elit politik, masyarakat dan media juga memiliki peran penting dalam proses pemulihan kepercayaan publik. Masyarakat perlu lebih aktif dalam mengawasi kinerja wakil rakyat mereka dan tidak hanya bersikap apatis. Partisipasi dalam konsultasi publik, penyampaian aspirasi melalui berbagai kanal yang tersedia, serta pengawasan terhadap penggunaan anggaran daerah merupakan bentuk-bentuk kontrol sosial yang efektif. Di era digital, masyarakat memiliki akses yang lebih luas untuk memantau kinerja para wakil rakyat dan dapat menggunakan media sosial sebagai alat untuk menyuarakan kritik konstruktif.

Media massa memiliki tanggung jawab untuk menyajikan informasi yang akurat, berimbang, dan mendalam tentang dinamika politik. Media harus menjadi jembatan antara masyarakat dan elit politik dengan cara melakukan investigasi mendalam terhadap kasus-kasus yang merugikan kepentingan publik, memberikan ruang bagi berbagai perspektif, dan mengedukasi masyarakat tentang hak-hak politik mereka.

Krisis kepercayaan publik terhadap DPR dan pemerintah merupakan ancaman serius bagi keberlangsungan demokrasi Indonesia yang substansial. Akar permasalahan terletak pada rendahnya transparansi dalam proses legislasi, maraknya praktik korupsi, dominasi oligarki dalam pengambilan keputusan politik, kesenjangan antara kesejahteraan elit politik dan rakyat, serta kegagalan dalam memenuhi janji-janji politik seperti penciptaan lapangan kerja. Kontroversi terkait besarnya tunjangan anggota DPR yang tidak sebanding dengan kinerja mereka, serta janji palsu penciptaan 19 juta lapangan kerja yang tidak terealisasi, telah semakin memperparah krisis kepercayaan ini. Untuk mengatasi krisis ini, elit politik memiliki tanggung jawab untuk melakukan reformasi tata kelola yang menyeluruh, memperkuat pemberantasan korupsi, meningkatkan transparansi dalam penggunaan anggaran negara, dan menunjukkan komitmen nyata dalam kebijakan yang berpihak kepada rakyat serta akuntabilitas dalam memenuhi janji politik.

Sebagai mahasiswa yang hidup di era di mana akses informasi sangat terbuka, saya melihat bahwa generasi muda saat ini memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap akuntabilitas dan transparansi para pemimpin politik. Kita tidak lagi puas dengan janji-janji kosong yang hanya muncul saat kampanye pemilu. Kita ingin melihat bukti konkret bahwa para wakil rakyat benar- benar bekerja untuk kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok mereka.

Isu tunjangan DPR yang besar menjadi tamparan keras bagi generasi muda yang sedang berjuang mencari pekerjaan dan membangun masa depan. Bagaimana mungkin kita bisa menghormati institusi yang anggotanya menikmati kemewahan dari uang rakyat, sementara jutaan anak muda masih menganggur? Janji 19 juta lapangan kerja yang gagal terealisasi adalah bukti nyata bahwa elit politik kita lebih pandai berjanji daripada bekerja. Ini bukan hanya soal angka statistik, tetapi tentang masa depan generasi yang merasa dibohongi dan diabaikan.

Saya percaya bahwa jika para elit politik ingin mendapatkan kembali kepercayaan generasi muda, mereka harus mulai dengan langkah konkret: potong tunjangan yang tidak perlu, tingkatkan transparansi anggaran, dan yang paling penting, tepati janji-janji yang telah disampaikan. Generasi muda tidak butuh retorika politik yang muluk-muluk, kami butuh pemimpin yang berani bertanggung jawab atas kegagalan mereka dan memiliki integritas untuk memperbaikinya. Jika tidak, jangan salahkan kami ketika kami kehilangan kepercayaan dan memilih untuk tidak lagi berpartisipasi dalam sistem politik yang telah mengecewakan kami berkali-kali.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image