Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Adliyatul Hikmah

Membangun Ketahanan Keluarga sebagai Pilar Bangsa

Agama | 2025-09-23 06:28:46

 

Oleh: Adliyatul Hikmah

Hj. Nia Purnakania, SH., M.Kn., anggota DPRD Provinsi Jawa Barat dari Dapil Jabar II Kabupaten Bandung, menggelar kegiatan penyebarluasan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 9 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga. Kegiatan ini berlangsung di GOR Cisirung, Kelurahan Pasawahan, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung pada Jumat (4/7/2025).

Dalam kesempatan tersebut, Hj. Nia menegaskan pentingnya ketahanan keluarga sebagai fondasi utama dalam pembangunan bangsa. “Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat. Jika keluarga kuat, harmonis, dan sejahtera, maka bangsa juga akan kuat,” ujarnya. Ia juga menjelaskan peran strategis DPRD dalam fungsi legislasi, penganggaran, dan pengawasan, termasuk menyosialisasikan produk hukum seperti Perda ini kepada masyarakat luas. (Bandung, NKRIkitaNews.com)

Pernyataan di atas benar namun, dalam konteks yang lebih luas, permasalahan keluarga di Indonesia dinilai belum tersentuh akar persoalannya. Program-program seperti pemberdayaan perempuan, pengendalian penduduk, dan keluarga berencana (KB), serta pembangunan digitalisasi dinilai belum menyelesaikan permasalahan fundamental dalam keluarga. Bahkan, dalam beberapa kasus, kebijakan tersebut justru tidak menyentuh akar persoalan, bahkan dinilai kontradiktif.

Mengapa? Karena akar masalah tersebut, jika dipandang secara mendalam terletak pada sistem kehidupan sekuler kapitalistik yang diterapkan di negeri ini. Sistem ini memisahkan kehidupan dari nilai-nilai agama, sehingga menyebabkan lemahnya ketahanan spiritual dan sosial dalam keluarga. Sekularisme telah menjauhkan keluarga dari keterikatan kepada aturan agama, dan kapitalisme mendorong gaya hidup konsumtif yang memperberat beban hidup keluarga. Apa pun yang dikatakan sebagai “ketahanan keluarga” hanya terdiri dari faktor-faktor yang bersifat semu.

Sistem kapitalisme hanya menjadikan materi sebagai tolok ukur kebahagiaan. Seseorang merasa bahagia ketika mampu memenuhi seluruh kebutuhannya, primer hingga tersier. Rumah mewah, makanan enak, perhiasan, mode, ataupun jalan-jalan, semua menjadi kebutuhan. Jika “kebutuhan” ini tidak terpenuhi, ia merasa kurang bahagia dan muncullah berbagai konflik dalam rumah tangga.

Tidak heran jika tekanan hidup terus meningkat. Suami rentan melakukan KDRT. Istri mudah mengambil keputusan singkat: pergi dari suami untuk bekerja, menjadi TKW di luar negeri, atau berpaling ke laki-laki lain. Inilah yang memunculkan faktor ekonomi di balik bercerainya sebuah keluarga.

Kapitalisme pun biasanya berjalan bersisian dengan liberalisme ‘paham kebebasan’. Perempuan yang tidak menutup aurat, laki-laki dan perempuan bercampur baur tanpa kepentingan yang mengharuskan, khalwat, maupun pergaulan tanpa batas, menjadikan perselingkuhan marak di tengah masyarakat. Tidak hanya suami yang berselingkuh, istri juga sering kebablasan dengan lelaki idamannya.

Belum lagi sekularisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Paham ini membuat umat Islam memandang agama sebagai ritual semata. Dalam kehidupan sehari-hari, hukum agama dipinggirkan. Kaum muslim pun makin jauh dari ketakwaan.

Kondisi ini diperparah oleh serangan liberalisme yang mengusung kebebasan tanpa batas. Individu bebas menyuarakan pendapat dan bertindak tanpa landasan moral agama yang kuat, sehingga konflik dalam keluarga semakin tak terhindarkan. Dalam situasi ini, peran Islam sebagai agama dan ideologi kehidupan justru terpinggirkan.

Islam sebagai sistem hidup menawarkan solusi yang komprehensif dan sistematis. Aturan-aturannya berasal dari Allah SWT, Sang Pencipta dan Pengatur kehidupan. Oleh karena itu, penerapan syariat Islam secara menyeluruh diyakini mampu menjaga dan memperkuat ketahanan keluarga. Negara harus hadir dalam bentuk sistem pendidikan yang membentuk kepribadian Islam, membina keluarga dengan nilai iman dan takwa, serta mengatur media agar tidak menyebarkan konten merusak seperti pornografi, kekerasan, pinjaman online ilegal, hingga game yang merusak mental generasi muda.

Selain itu, negara juga harus berani menegakkan hukum (uqubat Islam) kepada pelanggar aturan, sebagai langkah konkret menjaga stabilitas dan ketahanan keluarga. Dengan pendekatan ini, ketahanan keluarga tidak hanya menjadi slogan, melainkan kenyataan yang menopang peradaban dan masa depan bangsa.

Wallahu a’lam bishowab

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image