Adakah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dalam Islam?
Agama | 2025-09-16 14:21:53Adakah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dalam Islam?
Oleh : Desti Ritdamaya
Praktisi Pendidikan
1.000 %, 441 %, 400 %, 250 %, bukan sekadar angka persenan biasa. Tapi angka persenan yang mendapat sorotan tajam dari masyarakat belakangan ini. Angka persenan yang menyebabkan protes meluas dan demo besar-besaran pada beberapa daerah. Ya ini adalah angka persenan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang diberlakukan pada beberapa daerah seperti Cirebon, Semarang, Jombang dan Pati. Daerah yang lain pun setali tiga uang.
Kenaikan PBB ini diakui impak dari efisiensi anggaran dari pusat dan ‘titah’ sang Menteri kabinet merah putih agar Pemerintah Daerah (Pemda) kreatif mencari pendapatan daerah. Ternyata kreatifitas Pemda diwujudkan dengan menerapkan kebijakan kenaikan PBB secara gila-gilaan. Lagi-lagi rakyat yang menjadi korban. Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Karena kondisi ekonomi rakyat hari ini tak baik-baik saja. Tentu semakin berat beban ekonomi rakyat dengan pemberlakuan kebijakan nirempati ini.
UU No 12 Tahun 1994 menjelaskan PBB merupakan pajak yang dikenakan atas bumi dan/atau bangunan. Bumi adalah permukaan bumi (perairan) dan tubuh bumi yang berada di bawahnya. Contoh sawah, ladang, kebun, tanah pekarangan, tambang, dan lain-lain. Sedangkan bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan. Contoh rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai dan lain-lain.
Nilai tanah dan bangunan yang ada di atasnya baik produktif atau tidak, akan diperhitungkan untuk penentuan besaran PBB. Artinya besaran PBB linear dengan nilai tanah dan bangunannya. Pembayaran PBB dilakukan setahun sekali. Subjek pajak yang terlambat membayar, akan dikenai sanksi atau denda tertentu. Seperti denda 2% per bulan dari jumlah PBB yang terutang, penyitaan atas objek pajak atau sanksi pidana. PBB berlaku dalam sistem sekuler kapitalistik seperti yang negara terapkan hari ini.
Pungutan Tanah dalam Islam
Islam mengatur tanah sebagai aset ekonomi strategis secara rinci, termasuk pungutan pada tanah. Dalam Islam pungutan pada tanah ada dua yaitu kharaj dan ‘usyr. Pemberlakuan kedua pungutan ini harus memenuhi syarat-syarat tertentu sesuai hukum syara’.
Kharaj adalah pungutan dari tanah baik ditanami atau tidak berdasarkan potensi penghasilan tanah yang hanya berlaku pada kharajiyyah (tanah yang ditaklukan oleh kaum muslim baik secara paksa maupun damai). Kharaj tak berlaku pada tanah ‘usyriyyah (tanah yang penduduknya masuk Islam dengan kesadaran tanpa ada penaklukan, tanah jazirah arab, tanah yang dibagi pada tentara perang dalam penaklukan dan sebagainya). Dalil-dalil kharaj yaitu :
مَآ اَفَاۤءَ اللّٰهُ عَلٰى رَسُوْلِهٖ مِنْ اَهْلِ الْقُرٰى فَلِلّٰهِ وَلِلرَّسُوْلِ وَلِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَابْنِ السَّبِيْلِۙ كَيْ لَا يَكُوْنَ دُوْلَةً ۢ بَيْنَ الْاَغْنِيَاۤءِ مِنْكُمْۗ وَمَآ اٰتٰىكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهٰىكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْاۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِۘ
Artinya : Apa saja (harta yang diperoleh tanpa peperangan) yang dianugerahkan Allah kepada Rasul-Nya dari penduduk beberapa negeri adalah untuk Allah, Rasul, kerabat (Rasul), anak yatim, orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan. (Demikian) agar harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu terimalah. Apa yang dilarangnya bagimu tinggalkanlah. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya (QS. Al Hasyr ayat 7).
قَضَى رَسُوْل اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْمَنْ أَسْلَمَ مِنْ أَهْلِ الْبَحْرَيْنِ أَنَّهُ قَدْ أَحْرَزَ دِمَّهُ وَمَالَه إِلا أَرْضَه فَإِنها فَيْءٌ لِلْمُسْلِمِين لأَنهم لَمْ يُسْلِمُوْا وَ هُمْ مُمْتَنِعُوْن
Artinya : Rasulullah SAW telah memutuskan untuk orang yang masuk Islam dari penduduk Bahrain bahwa Beliau SAW melindungi darah dan hartanya, kecuali tanahnya. Tanah tersebut adalah fa’i bagi kaum Muslim karena mereka tak masuk Islam dan mereka berada di bawah perlindungan kaum Muslim (HR Yahya bin Adam).
Penentuan potensi penghasilan tanah kharaj diserahkan pada pakar pertanahan. Seperti Khalifah Umar bin Khattab yang memerintahkan Utsman bin Hanif ke Kufah dan Hudzaifah bin Yaman ke daerah sekitar Sungai Tigris untuk mengukur nilai kharaj. Potensi penghasilan tanah kharaj tergantung pada wujud fisik tanah, pengairan, tanaman yang ditanam (jika ada proses penanaman) dan kemampuan pemilik tanah sehingga tak memberatkan.
Hasil kharaj dimasukkan dalam Baitul mal sebagai kepemilikan negara. Pembelanjaannya sesuai dengan ijtihad Khalifah. Misalnya untuk biaya gaji pegawai negara, biaya jihad, biaya santunan pada rakyat dan sebagainya.
‘Usyr adalah pungutan dari hasil pengelolaan tanah (ditanami tanaman dan buah-buahan) oleh kaum muslim baik pada tanah kharajiyyah maupun tanah ‘usyriyyah. ‘Usyr lebih dikenal di masyarakat sebagai zakat pertanian. Allah SWT berfirman :
وَاٰتُوْا حَقَّهٗ يَوْمَ حَصَادِهٖۖ
Artinya : dan berikanlah haknya (zakatnya) pada waktu memetik hasilnya (QS. Al An'am ayat 141).
‘Usyr hanya berlaku pada kaum muslim yang menanam tanaman dan buah-buahan tertentu berupa gandum (al-qamhu), jejawut (asy-sya’ir), kurma (at-tamru), dan kismis (az-zabib). Tanaman dan buah-buahan tersebut baru dipungut ‘usyr jika mencapai nishab (5 wasaq atau setara 652 kg). Pada tanaman (gandum, jejawut) nishab dihitung setelah dipanen dan dibersihkan, sedangkan buah-buahan (kurma, anggur) setelah dikeringkan.
Besaran ‘usyr ada sebesar 1/10 (10 %) dan 1/20 (5 %) dari hasil panen. 10 % jika pertaniannya menggunakan air tadah hujan dan pengairan alami, sedangkan 5 % jika pertaniannya menggunakan pengairan buatan.
Hasil ‘usyr dimasukkan dalam Baitul mal dan hanya dibagikan pada 8 ashnaf sesuai firman Allah SWT :
اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعٰمِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغٰرِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ
Artinya : Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para amil zakat, orang-orang yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) para hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan (yang memerlukan pertolongan), sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana (QS. At Taubah ayat 60).
Apabila seorang muslim hidup di tanah kharajiyyah memungkinkan pada dirinya untuk membayar kharaj dan ‘usyr. Terkait hal ini kewajiban kharaj ditunaikan terlebih dahulu. Baru setelah ada sisanya yang mencapai nishab dibayarkan ‘usyrnya.
Bagi yang tak membayar kharaj dan ‘usyr dikenakan ta’zir. Yaitu hukuman yang dijatuhkan atas pelanggaran syari’at yang tak ada nash khusus dari Al Quran dan hadits mengenai jenis hukuman dan tak ada kaffarah (tebusan), sehingga hukumannya berdasarkan hasil ijtihad qadhi.
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa pungutan pada tanah dalam sistem sekuler kapitalistik berbeda dengan Islam. Dalam sistem sekuler kapitalistik, PBB ditarik dari semua tanah yang besarannya tergantung pada nilai tanah dan bangunan di atasnya setiap setahun sekali. Sedangkan sistem Islam, jika tanah kharajiyyah berlaku dari semua tanah tapi tak memperhitungkan bangunan di atasnya, dilakukan setiap setahun sekali. Jika tanah ‘usyriyyah hanya berlaku dari tanah yang ditanami oleh kaum muslim berupa tanaman dan buah-buahan tertentu, dilakukan saat panen saja (mencapai nishab).
Hasil PBB dimasukkan dalam APBN untuk pembiayaan kegiatan dan program negara. Sedangkan hasil kharaj sebagai kepemilikan negara yang dibelanjakan sesuai ijtihad Khalifah dan hasil ‘usyr hanya dibagikan pada 8 ashnaf. Hukuman tak membayar PBB berupa denda atau sanksi, sedangkan tak membayar kharaj dan ‘usyr hanya sanksi saja.
Wallahu a’lam bish-shawabi.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
