Sang Penilai: Antara Benar atau Salah
Sana Sini | 2025-12-17 11:43:32
Dalam konteks sehari-hari pandangan semua orang pasti tertuju pada suatu tujuan dan setiap pandangan orang pasti berbeda-beda. Entah itu pendapat ataupun respon, dan disini kita mulai menilai seseorang dari apa yang kita lihat atau kita ketahui. Namun, ini bukan hanya tentang menilai orang lain saja. Ketika kau menilai orang lain, apa yang kau nilai?, fisik, perilaku, atau karakteristik?, bahkan apapun bisa dinilai olehmu dan orang lain. Tapi disini kita tidak membahas tentang cara menilai, namun bertanya tentang menilai itu sendiri. Kau harus tahu “Bahwa setiap orang itu hannya topeng belah dua, bahkan dirimu sendiri”.
Jadi, saat kita melihat diri kita sendiri kita selalu melihat bahwa diri kita seperti “wah aku ini orang hebat ya” atau “aku hari ini kelihatan keren”, namun apa yang dilihat orang lain itu selalu berbeda bukan?, mereka pasti akan melihatmu, melirikmu dan menilaimu, bahkan jika itu bukan orang yang kau kenal. lalu kemudian mereka menyimpulkan seperti “itu orang sok keren”,”itu orang aneh sekali sih”,”sok bisa amat”, akhirnya muncul pertanyaan “apa salahku?” bukankah begitu?.
Semua orang punya namanya persepsi atau kita pakai kata spesifikasi (spek) mereka sendiri, inilah yang menjadi awal kita menilai, karena menilai pasti harus ada kriteria bukan?, ya benar. Semua orang bisa menilai secara langsung atau bahkan mereka melakukan observasi dahulu, semua orang begitu, selalu begitu bukan?. Dalam hidup kita tidak pernah bisa jauh dari hal ini, bahkan ini selalu dekat dengan kita, setiap saat, setiap waktu, bahkan kita selalu tidak sadar akan keberadaannya.
Menariknya, proses menilai tidak hanya diarahkan kepada orang lain, tetapi juga kepada diri sendiri juga. Manusia (Kita sendiri) kerap membangun citra diri berdasarkan persepsi internal, seperti merasa dirinya cukup baik, menarik, atau mampu. Namun tentu saja, citra tersebut tidak selalu sejalan dengan cara orang lain memandang dirinya, bisa saja orang lain tidak suka akan hal tersebut. Perbedaan antara penilaian akan diri sendiri dan penilaian sosial inilah yang akhirnya sering sekali memunculkan kebingungan, bahkan pertanyaan eksistensial sederhana: “Apa yang sebenarnya salah dengan diriku?”, pasti akan selalu muncul di dalam otak pikir seseorang karena merasa heran akan penilaian orang lain.
Perbedaan pendapat seperti itu muncul karena setiap orang pasti punya spesifikasi/kriteria penilaian tertentu ketika memandang dan melihat orang lain. Hal bisa dilihat jelas dari kondisi ruang lingkup hidup sosial orang tersebut, seperti pengalaman hidup, nilai yang dianut, serta lingkungan sosial akhirnya membentuk masing-masing standar dari seorang individu untuk menilai orang lain. Akibatnya, satu tindakan yang dianggap wajar oleh seseorang dapat dinilai berlebihan, aneh, atau bahkan negatif oleh orang lain. Dalam konteks ini, penilaian bukanlah kebenaran mutlak, melainkan hasil dari sudut pandang yang subjektif.
Proses menilai ini akan berlangsung terus-menerus dan dapat berkembang menjadi pelabelan secara sosial. Ketika seseorang telah diberi label tertentu secara spesifik, maka perilaku selanjutnya cenderung ditafsirkan sesuai dengan label tersebut. Pada akhirnya penilaian awal memiliki pengaruh yang jauh lebih besar daripada yang disadari oleh banyak orang. Penilaian seseorang tidak lagi sekadar menjadi kesan sesaat, tetapi menjadi konstruksi sosial yang mempengaruhi relasi, perilaku, dan posisi seseorang di dalam lingkungannya.
Pada titik ini, manusia berada dalam dua peran sekaligus: sebagai penilai dan sebagai yang dinilai. Peran ganda ini sering kali tidak disadari, padahal dampaknya sangat nyata dalam interaksi di dalam dunia sosial. Tanpa kesadaran kritis, penilaian dapat berubah menjadi alat pembatas yang menyederhanakan kompleksitas manusia menjadi satu atau dua ciri saja, dan menghilangkan ciri khas seseorang yang telah dibentuk dari tahun ke tahun.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
