Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Yusmiati S.Si., M.Si.

Skypiea Arc: Eksploitasi Sumber Daya dan Penggusuran, Cermin Konflik Agraria Indonesia

Politik | 2025-09-09 16:52:11

Pendahuluan: Kisah di Langit, Luka di Bumi Arc Skypiea dalam One Piece bukan hanya sekadar kisah petualangan melawan Enel. Di balik pertarungan seru, terselip kritik sosial-politik yang menyayat hati: suku Shandia, pemilik sah tanah leluhur kaya “Vearth” (tanah subur), tergusur oleh rezim langit. Hak adat, warisan budaya, dan kedaulatan rakyat kecil dilucuti demi ambisi elite. Narasi fiksi ini ternyata berkaca jelas pada realitas konflik agraria di Indonesia: masyarakat adat yang bertahan di tanah warisan leluhur berhadapan dengan modal besar, kebijakan negara, dan kekerasan aparat.

Rempang Eco-City: Trauma di Tengah Gas Air Mata Kepulauan Riau menjadi saksi bagaimana proyek raksasa menyingkirkan rakyat kecil. Sekitar 7.500 warga Melayu dari 16 kampung adat terancam tergusur demi proyek Rempang Eco-City senilai Rp381 triliun. Saat pengukuran lahan, aparat menembakkan gas air mata yang melukai fisik dan psikis warga, bahkan anak-anak mengalami trauma (BBC Indonesia, 2023). Alih-alih membawa kesejahteraan, pembangunan justru menghadirkan derita.

Kalimantan: Tanah Adat Tergadai Sawit Hampir tak berbeda dengan nasib Shandia, masyarakat adat di Kalimantan tersingkir dari tanah mereka sendiri. Menurut WALHI (2022), luas perkebunan sawit di Kalimantan sudah menembus 8 juta hektare. Tanah adat dilegalkan untuk korporasi, rakyat kehilangan sumber pangan dan pekerjaan. Demi sawit yang menyejahterakan segelintir elit, warisan leluhur dijadikan komoditas.

Papua: Grasberg, Luka yang Tak Pernah Sembuh Di Papua, tambang Grasberg menjadi simbol luka panjang. Tambang emas dan tembaga terbesar dunia itu menorehkan kerusakan alam sekaligus merampas ruang hidup masyarakat Amungme dan Kamoro. Amnesty International (2022) mencatat adanya pelanggaran HAM, termasuk pembatasan akses masyarakat adat terhadap tanahnya sendiri. Tanah yang bagi mereka identitas, kini hanya tersisa sebagai ladang eksploitasi global.

Fiksi vs Realita: Siapa yang Menjadi Luffy? Shandia dalam Skypiea akhirnya mendapatkan kembali tanah mereka setelah Luffy menumbangkan Enel. Namun masyarakat adat di Indonesia tidak seberuntung itu. Perjuangan mereka bisa memakan puluhan tahun, lintas generasi, dengan lawan yang jauh lebih rumit: korporasi global, kebijakan negara, serta aparatur keamanan. Tidak ada “Luffy” yang datang—yang ada hanyalah resistensi rakyat yang sering dipatahkan dengan kekerasan.

Solusi Islam terhadap Konflik Agraria Islam memandang tanah dan sumber daya sebagai amanah Allah, bukan komoditas bebas yang bisa dipindah tangan sesuka elite atau investor. Negara berfungsi sebagai pengelola, bukan pemilik. Beberapa prinsip penting ditegaskan syariah:

  1. Hak Milik Individu dan Komunal Dilindungi Islam mengakui kepemilikan pribadi (milk fardhi) maupun komunal (milk ‘ammah), termasuk tanah adat. Negara wajib menjamin hak tersebut, bukan merampasnya.
  2. Larangan Perampasan Tanah Nabi ﷺ bersabda:“Barangsiapa mengambil sejengkal tanah orang lain secara zalim, maka Allah akan kalungkan di lehernya tujuh lapis bumi pada hari kiamat.” (HR. Bukhari) Merampas tanah rakyat adalah kezaliman besar yang tidak boleh dilegitimasi.
  3. Redistribusi Tanah Tidak Produktif Tanah yang dibiarkan mangkrak lebih dari tiga tahun boleh diambil negara dan diberikan kepada pihak yang siap mengelola, sesuai konsep ihya’ al-mawat.
  4. Kepemilikan SDA untuk Kepentingan Umum Tambang, hutan, air, dan sumber daya vital bukan hak swasta. Negara wajib mengelola langsung dan hasilnya dikembalikan untuk kesejahteraan rakyat.
  5. Ganti Rugi dan Relokasi yang Adil Jika relokasi benar-benar diperlukan demi kepentingan umum, ganti rugi harus adil, layak, tanpa paksaan.
  6. Peradilan Independen (Qadha Syariah) Sengketa tanah diputus hakim independen, bukan pejabat eksekutif yang rawan konflik kepentingan.

Penutup: Agar Enel Tidak Lahir di Dunia Nyata Indonesia tidak kekurangan tanah subur, tetapi kekurangan sistem yang adil. Jika prinsip Islam diterapkan, kasus Rempang, sawit Kalimantan, hingga Grasberg Papua tidak akan menjadi luka turun-temurun. Negara bukan lagi menjadi “Enel” yang congkak, atau “Crocodile” yang licik, tetapi pelindung rakyat dan pengelola amanah Allah. Masyarakat adat tidak seharusnya menunggu pahlawan fiksi seperti Luffy. Mereka menunggu hadirnya sistem adil yang berpihak pada rakyat kecil. Islam menawarkan solusi itu—bukan sekadar teknis, tetapi juga struktural dan moral—agar tanah leluhur kembali menjadi sumber kehidupan, bukan sumber konflik.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image