Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fauzan Muhammad Khoir

Saring Sebelum Sharing: Nilai-Nilai Islam untuk Jurnalisme Warga

Pendidikan dan Literasi | 2025-08-27 11:38:08
empol kita bisa jadi sumber kebaikan, tapi juga bisa menebar mudarat. Pilihan ada di tangan kita (Sumber: Pexels - Lisa).

Hoaks, ujaran kebencian, dan berita provokatif semakin mudah kita jumpai di layar ponsel kita. Media sosial yang pada mulanya diciptakan sebagai sarana komunikasi kini juga melahirkan praktik jurnalisme warga, yaitu ketika masyarakat biasa ikut serta dalam menyebarkan informasi. Fenomena ini menghadirkan peluang sekaligus tantangan. Bagaimana seorang Muslim sebaiknya bersikap? Islam telah menuntun kita melalui ajaran tabayyun dan perintah untuk menjaga lisan.

Media Sosial dan Peran Baru Masyarakat

Perkembangan teknologi telah membawa manusia ke dalam ruang baru bernama media sosial. Ia bukan sekadar medium untuk bercakap, melainkan sarana bagi siapa pun untuk menghadirkan dirinya dan gagasannya di hadapan publik. Di dalamnya kita dapat mengunggah teks, gambar, maupun video yang bisa diakses secara luas.

Bersamaan dengan itu, tumbuhlah praktik jurnalisme warga. Masyarakat biasa, tanpa latar belakang profesi jurnalis, dapat merekam peristiwa yang dilihatnya lalu membagikannya kepada publik. Rekaman amatir saat tsunami Aceh 2004 menjadi salah satu contoh bagaimana informasi dari warga dapat berfungsi sebagai sumber utama pemberitaan.

Sejak saat itu, jurnalisme warga berkembang pesat di Indonesia, terutama seiring dengan masifnya penggunaan media sosial.

Manfaat dan Risiko

Tidak dapat dipungkiri, jurnalisme warga menghadirkan manfaat. Informasi menjadi lebih cepat tersebar, lebih beragam, dan relatif lebih murah diakses. Kita tidak perlu menunggu terbitnya surat kabar atau tayangan televisi untuk mengetahui peristiwa tertentu. Cukup membuka ponsel, berita sudah sampai ke tangan kita.

Namun, kesempatan terbuka ini sekaligus menghadirkan persoalan. Tidak semua informasi yang beredar lahir dari niat baik. Hoaks, provokasi, dan fitnah sering kali ikut menyertai. Situasi ini diperparah dengan rendahnya tingkat literasi digital masyarakat Indonesia. Walhasil, publik kerap kesulitan membedakan mana informasi yang benar dan mana yang menyesatkan.

Dalam masyarakat yang majemuk seperti Indonesia, kondisi tersebut dapat memicu gesekan sosial dan dimanfaatkan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Islam hadir sebagai pedoman hidup manusia di dunia dan akhirat (Sumber: Pexels - RDNE Stock project).

Nilai-Nilai Islam sebagai Panduan

Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin telah menghadirkan nilai-nilai kehidupan yang dapat dijadikan pedoman, termasuk dalam menghadapi arus informasi di media sosial.

1. Tabayyun: Meneliti Sebelum Mempercayai

Al-Qur’an menegaskan pentingnya verifikasi dalam menerima informasi. Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Hujurat ayat 6 agar setiap kabar yang datang diteliti kebenarannya, agar kita tidak terjerumus dalam kesalahan dan penyesalan.

Konsep tabayyun dapat diwujudkan melalui beberapa langkah sederhana:

  • Meneliti sumber informasi, baik kredibilitas maupun reputasinya.
  • Menelaah substansi berita, apakah mengandung bias atau kecenderungan tertentu.
  • Memeriksa kesesuaian dengan fakta lapangan.
  • Meminta keterangan dari pihak terkait atau otoritas resmi.

Dengan tabayyun, kita dapat menyeleksi informasi dan terhindar dari menyebarkan kabar yang menyesatkan.

2. Menjaga Lisan, Menjaga Jempol

Rasulullah SAW mengingatkan bahwa banyak manusia celaka karena lisannya. Pada era digital, peringatan ini juga berlaku bagi “lisan” yang menjelma menjadi jempol. Apa yang kita tulis dan bagikan di media sosial akan tercatat dan berpengaruh, baik bagi diri sendiri maupun orang lain.

Sebelum mengunggah sesuatu, hendaknya kita bertanya: apakah informasi ini benar, bermanfaat, dan membawa kebaikan? Jika tidak, lebih baik ditahan. Sebab setiap kalimat yang kita sebarkan akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak.

3. Peran Pemerintah dan Masyarakat

Fenomena jurnalisme warga tidak hanya menjadi urusan individu. Pemerintah perlu hadir dengan kebijakan yang jelas dalam menangani penyebaran informasi yang menyesatkan. Namun yang tidak kalah penting adalah membangun kesadaran kolektif.

Literasi digital harus terus ditumbuhkan melalui pendidikan, komunitas, maupun tokoh masyarakat. Dengan begitu, masyarakat tidak mudah terprovokasi dan lebih siap menghadapi derasnya arus informasi.

Penutup

Jurnalisme warga adalah keniscayaan di era media sosial. Ia dapat menjadi sarana kebaikan sekaligus ancaman, tergantung bagaimana kita menyikapinya. Islam telah memberikan pedoman yang jelas: lakukan tabayyun sebelum mempercayai, jaga lisan dan jempol sebelum berbagi.

Dengan meneladani nilai-nilai ini, serta dukungan kebijakan dan pendidikan dari pemerintah, ruang digital dapat berkembang ke arah yang sehat dan bermanfaat. Media sosial pada akhirnya hanyalah alat. Baik buruknya ditentukan oleh bagaimana kita menggunakannya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image