Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Sebi Daily

Dari Konvensional ke Syariah: Menimbang Arah Koperasi Indonesia

Ekonomi Syariah | 2025-08-26 16:50:24
Ilustrasi Catatan Menarik. Foto: Lukas/Pexels.

Oleh: Lulu Qoonitah Hanifah_Mahasiswa Institut Agama Islam SEBI.

Selama lebih dari satu abad, koperasi hadir sebagai pilar penting ekonomi rakyat Indonesia. Sebagai badan usaha yang berasaskan kekeluargaan, koperasi menjadi ruang alternatif bagi masyarakat kecil untuk memenuhi kebutuhan ekonomi tanpa sepenuhnya bergantung pada sistem kapitalistik. Namun, dalam perkembangannya, koperasi di Indonesia terbagi menjadi dua bentuk utama: koperasi konvensional dan koperasi syariah.

Fenomena ini memunculkan pertanyaan: apakah koperasi konvensional yang sudah lama berjalan masih relevan dengan kebutuhan masyarakat modern, ataukah koperasi syariah yang berbasis nilai Islam lebih mampu menjawab tantangan keadilan ekonomi saat ini?

Tulisan ini akan membahas prinsip, fungsi, serta perbedaan kedua jenis koperasi tersebut, sekaligus mengulas peran masyarakat dan arah pengembangan koperasi ke depan.

Akar Koperasi: Dari Revolusi Industri ke Indonesia

Kelahiran koperasi secara global berawal dari Revolusi Industri di Inggris pada abad ke-19, ketika buruh mencari jalan keluar dari eksploitasi kapitalis. Di Indonesia, konsep koperasi diperkenalkan oleh Raden Aria Wiriatmaja (1896) dan diperdalam oleh Mohammad Hatta yang kemudian dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia.

Pasal 33 UUD 1945 menegaskan koperasi sebagai wujud nyata “usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan”. Artinya, koperasi bukan sekadar lembaga ekonomi, tetapi juga gerakan sosial yang menekankan kebersamaan.

Koperasi Konvensional: Demokratis, Tapi Rentan

Koperasi konvensional berlandaskan asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi tanpa aturan keagamaan khusus. Bentuknya beragam, mulai dari koperasi simpan pinjam, konsumsi, produksi, hingga jasa. Prinsip utamanya adalah keanggotaan terbuka, pengelolaan demokratis, serta pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) secara proporsional.

Kelebihan:

1. Memberikan akses ekonomi murah bagi anggota.

2. Menguatkan solidaritas sosial dan pendidikan ekonomi.

3. Fleksibel dalam usaha (multi fungsi: simpan pinjam, konsumsi, distribusi).

Kelemahan:

1. Masih menggunakan bunga dalam transaksi pinjam-meminjam.

2. Rentan salah urus karena kurangnya transparansi.

3. Belum sepenuhnya melawan praktik ketidakadilan ekonomi kapitalistik.

Koperasi Syariah: Ekonomi Berkah dan Bebas Riba

Berbeda dengan sistem konvensional, koperasi syariah beroperasi sesuai prinsip Islam. Transaksi dilakukan melalui akad seperti mudharabah (bagi hasil), murabahah (jual beli margin), musyarakah (kerja sama modal), hingga ijarah (sewa). Tujuannya bukan hanya kesejahteraan ekonomi, tetapi juga keberkahan hidup.

Kelebihan:

1. Bebas dari praktik riba, gharar, dan maysir.

2. Mendorong fungsi sosial melalui zakat, infak, sedekah, dan wakaf.

3. Mendidik anggota agar berbisnis secara halal dan transparan.

Tantangan:

1. Literasi keuangan syariah masyarakat masih rendah.

2. Modal dan jaringan sering lebih terbatas dibanding koperasi konvensional.

3. Perlu pengawasan ketat dari Dewan Pengawas Syariah (DPS).

Peran Masyarakat: Penentu Arah Koperasi

Baik koperasi konvensional maupun syariah tidak akan berjalan tanpa partisipasi masyarakat. Anggota memegang kendali penuh: dari rapat, pengawasan, hingga pengembangan usaha. Dalam konteks koperasi syariah, masyarakat Muslim juga berperan menjaga agar koperasi tetap sesuai prinsip halal dan menjauhi praktik riba.

Selain anggota, akademisi, mahasiswa, dan lembaga pemerintah seperti Kementerian Koperasi & UKM punya peran vital untuk memberikan edukasi, meningkatkan literasi keuangan, dan menciptakan regulasi yang adil.

Solusi dan Reformasi

Untuk menjadikan koperasi sebagai tulang punggung ekonomi rakyat, ada beberapa langkah penting:

1. Edukasi & Literasi Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang manfaat koperasi, baik konvensional maupun syariah.

2. Transparansi & Akuntabilitas Laporan keuangan koperasi harus terbuka.

3. Digitalisasi Koperasi harus memanfaatkan teknologi agar lebih efisien.

4. Penguatan Regulasi Pemerintah perlu memperkuat aturan agar koperasi syariah mendapat dukungan setara dengan lembaga keuangan lain.

Kesimpulan

Koperasi, baik konvensional maupun syariah, sama-sama lahir dari semangat kebersamaan dan kemandirian. Namun, koperasi syariah menawarkan nilai tambah berupa kehalalan dan keberkahan yang sesuai dengan kebutuhan mayoritas masyarakat Indonesia.

Pilihan antara konvensional atau syariah tidak boleh berhenti pada preferensi pribadi, tetapi harus dilihat sebagai peluang untuk memperkuat ekonomi rakyat. Dengan reformasi, literasi, dan dukungan penuh dari masyarakat, koperasi bisa kembali menjadi soko guru perekonomian Indonesia seperti yang dicita-citakan oleh Mohammad Hatta.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image