Solusi Pengelolaan Migas untuk Kemaslahatan Rakyat
Politik | 2025-08-22 08:11:57
Oleh Sahna Salfini Husyairoh, S.T
Pegiat Literasi
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan Indonesia akan menambah impor minyak mentah (crude), Bahan Bakar Minyak (BBM), hingga Liquefied Pertroleum Gas (LPG) dari Amerika Serikat (AS). Hal ini sesuai komitmen Pemerintah Indonesia saat negoisiasi tarif dagang dengan pemerintah AS. Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung memastikan bahwa Indonesia akan mengimpor minyak, BBM, dan LPG dari AS tersebut hingga US$ 15,5 miliar. Berdasarkan data dari Dewan Ekonomi Nasional (DEN), impor hasil minyak dari AS hanya sebesar US$ 19 juta atau sekitar 0,1% dari total impor Indonesia. Hal ini menunjukkan kontribusi yang sangat kecil dalam pasokan energi domestik. Selain AS, Indonesia juga impor migas dari Singapura, Malaysia, China, Arab Saudi, India, Korea Selatan, dan negara lainnya (cnbcindonesia.com).
Sungguh sangat mengherankan, sebagai salah satu negara pemilik cadangan migas terbesar di dunia justru melakukan impor dari negara lain karena intervensi dari negara lain. Bahkan sangat aneh, mengimpor dari negara yang tidak memiliki cadangan minyak. Padahal potensi Indonesia sangat besar, cadangan migas Indonesia yang sudah terbukti mencapai sekitar 4,17 miliar barel dan potensi yang belum terbukti mencapai 2,44 miliar barel. Namun sekitar 53% dari 128 cekungan migas di Indonesia belum pernah di eksplorasi, sehingga menyimpan potensi besar untuk penemuan cadangan baru, meskipun cadangan ini sangat besar, faktanya tidak mampu memenuhi kebutuhan nasional migas yang mencapai 1,6 juta barel per hari (BOPD).
Alasannya tidak jauh dari kurangnya eksplorasi dan investasi. Tidak bisa dipungkiri pengelolaan migas di negeri ini, realitanya menggunakan sistem ekonomi kapitalisme. Sistem ini melegalkan kebebasan kepemilikan, sehingga para pemilik modal bisa menguasai apapun termasuk menguasai sumber daya alam migas. Selain itu, sistem kapitalisme juga memandulkan peran negara karena diganggap akan menghambat kerja pasar.
Alhasil penerapan sistem ekonomi kapitalisme membuat sumber daya alam yang melimpah ruah, tidak dikelola oleh negara, melainkan dikelola oleh perusahaan atau pemilik modal atas nama investasi.
Negara tidak memiliki kedaulatan migas dari hulu hingga hilir, hal ini lah yang membuat rakyat tak mendapatkan hasil migas meskipun cadangannya di Indonesia sangat besar. Sangat berbeda dengan potensi migas di Indonesia dikelola menggunakan sistem ekonomi Islam. Kekayaan migas akan memberikan kemaslahatan bagi rakyat bahkan mampu menjadikan sebuah negara memiliki bergaining position di dunia internasional. Islam menetapkan semua sumber daya alam yang jumlahnya melimpah terkategori sebagai harta milik umum (milkiyah 'ammah) hal ini didasari pada hadist Rasulullah SAW bersabda, "Kaum muslimin berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga perkara yaitu : padang rumput, air dan api." (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Syaikh Taqiyuddin An Nabhani dalam kitabnya Al Nidzam Al Iqthishadi fi Islam halaman 219 menjelaskan "Tiga barang tersebut (padang rumput, air, dan api diqiyaskan sebagai semua barang yang menjadi hajat hidup orang banyak (min marafiq al-jamaah)". Sumber daya alam yang jumlahnya melimpah merupakan harta milik umum, dengan demikian potensi migas di Indonesia semuanya terkategori milkiyah 'ammah. Sehingga potensi migas tidak boleh dikelola oleh perusahaan atau swasta, semuanya wajib dikelola negara, dan hasilnya diberikan untuk kemaslahatan rakyat.
Wallahu 'alam bi showab
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
