Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Galih Rakasiwi

Bajak Laut di Jalanan: Saat One Piece Menyentuh Pesan Al-Quran

Agama | 2025-08-13 09:19:45

Beberapa pekan terakhir, Indonesia punya “lambang baru” yang ramai dibicarakan. Tengkorak bertopi jerami ala One Piece, ikon bajak laut fiksi yang biasanya cuma ada di layar kaca, kini berkibar di dunia nyata. Ia muncul di aksi-aksi protes, berkibar diatas kendaraan roda empat seperti truk dan bus, bahkan jadi mural di tembok-tembok desa.

Fenomena ini semakin mencuat ketika tokoh agama seperti Ustadz Felix Siauw ikut membahasnya di media sosial. Bahasan ini bahkan sampai masuk ruang debat televisi, memancing pro-kontra tentang makna sebenarnya dari simbol ini. Lebih panas lagi, beredar kabar simpang siur bahwa bendera ini akan dikibarkan secara besar-besaran pada peringatan 17 Agustus mendatang.

Bagi sebagian orang, ini sekadar tren atau gaya. Tapi bagi yang memahami konteksnya, simbol ini adalah bentuk kritik sosial, bahkan perlawanan terhadap kekuasaan yang dianggap tidak berpihak pada rakyat.

Bahasa Simbol yang Tak Pernah Mati

Dalam dunia One Piece, bendera tengkorak bertopi jerami adalah lambang kru bajak laut Straw Hat Pirates yang dipimpin Monkey D. Luffy. Mereka dikenal setia kawan, pantang menyerah, dan berani menantang kekuasaan yang sewenang-wenang. Mereka tidak selalu patuh pada hukum resmi, tapi punya kompas moral sendiri: membela yang lemah dan menolak tirani.

Ketika simbol ini muncul di Indonesia di luar konteks anime, ia menjadi bahasa visual perlawanan. Tidak perlu pidato panjang atau tulisan berlembar-lembar, satu gambar ini cukup untuk mewakili perasaan kecewa, marah, dan ingin melawan.

Amtsāl al-Qur’ān: Perumpamaan yang Menggugah

Dalam studi Qur’an, ada konsep amtsāl al-Qur’ān—perumpamaan yang digunakan untuk menyampaikan pesan besar lewat gambaran yang sederhana tapi mengena.

Contohnya:

QS Ibrahim [14]:24

“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kokoh dan cabangnya menjulang ke langit.”

Pohon yang baik itu adalah simbol kekuatan iman. Akar kuat, cabang menjulang, dan buahnya bermanfaat.

QS Al-Baqarah [2]:261

“Perumpamaan orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh bulir...”

Biji yang tumbuh itu adalah simbol keberkahan amal.

Qur’an menggunakan simbol yang akrab dengan kehidupan masyarakat Arab kala itu. Tujuannya jelas: memudahkan pemahaman dan membuat pesan lebih melekat.

Dari Pohon Qur’an ke Bajak Laut One Piece

Jika Qur’an menggunakan pohon, biji, atau cahaya sebagai simbol kebenaran, maka masyarakat hari ini, terutama generasi muda, kadang memilih simbol dari budaya populer untuk mengirim pesan moral atau politik.

Simbol bajak laut Straw Hat Pirates punya narasi yang jelas: keberanian melawan otoritas zalim, solidaritas tanpa batas, dan kebebasan untuk menentukan nasib sendiri. Nilai-nilai ini, meskipun lahir dari dunia fiksi, punya irisan dengan prinsip keadilan yang diajarkan Al-Qur’an.

Kita bisa mengingat teguran Qur’an kepada kaum Quraisy:

“Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka‘bah), yang telah memberi mereka makan untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari rasa takut.” (QS Al-Quraisy [106]:3-4)

Kaum Quraisy saat itu punya kekuatan, keamanan, dan kemakmuran. Tapi bukannya digunakan untuk melindungi semua, kekuatan itu dipakai untuk menekan dan menindas Nabi Muhammad ﷺ dan pengikutnya.

Mirip dengan kisah di One Piece, di mana kekuasaan besar kadang digunakan bukan untuk keadilan, tapi untuk melanggengkan kekuasaan itu sendiri.

Simbol yang Berkembang Jadi Gerakan

Fenomena bendera One Piece di Indonesia berkembang dari sekadar atribut fans menjadi ikon gerakan sosial. Ia muncul di protes jalanan, menghiasi kendaraan besar seperti bus dan truk, yang notabene sering melintasi kota dan desa, menjadikannya media berjalan untuk menyebarkan pesan.

Di desa-desa, mural bergambar tengkorak bertopi jerami muncul di tembok, kadang berdampingan dengan kata-kata sindiran atau tuntutan. Tokoh-tokoh publik, termasuk ustadz, ikut membicarakan fenomena ini, membuatnya semakin masif.

Dan jika benar kabar bahwa simbol ini akan dikibarkan pada momen nasional seperti 17 Agustus, itu akan menjadi pernyataan yang jauh lebih besar, seolah-olah menyandingkan narasi kemerdekaan bangsa dengan perlawanan terhadap penindasan.

Pelajaran dari Qur’an untuk Aktivisme Modern

Dari kacamata studi Qur’an, fenomena ini mengajarkan beberapa hal:

1. Qur’an selalu relevan. Prinsip melawan penindasan, membela yang lemah, dan menjaga keadilan tetap berlaku, tidak peduli simbol apa yang dipakai untuk menyuarakannya.

2. Bahasa simbol efektif. Seperti perumpamaan Qur’an yang memadatkan pesan besar dalam gambaran sederhana, simbol bajak laut memadatkan kritik sosial dalam bentuk visual yang mudah dikenali.

3. Konsep adaptasi pesan. Nilai Qur’an dapat dikemas ulang dalam bentuk yang mudah dicerna generasi sekarang, asalkan substansinya tetap lurus.

Menutup dengan Renungan

Bendera bajak laut One Piece mungkin lahir dari cerita fiksi Jepang, tapi di tangan masyarakat Indonesia, ia menjadi “amtsāl modern” yang sarat makna. Ia mengingatkan bahwa keadilan, keberanian, dan solidaritas bisa datang dari mana saja, dan bahwa bahasa simbol bisa menjembatani jarak antara pesan dan penerima.

Al-Qur’an mengajarkan prinsip yang sama, hanya saja dengan simbol yang berbeda. Seperti pohon yang baik, simbol ini bisa tumbuh dan berbuah, selama akarnya adalah niat yang benar.

Mungkin suatu hari nanti, ketika kita melihat bendera tengkorak di jalan raya atau di puncak tiang pada 17 Agustus, kita tidak hanya melihat bajak laut, tapi juga melihat pesan yang pernah dibawa wahyu: “Tolak kezaliman, tegakkan keadilan.”

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image