Sekolah Rakyat Tetap Tak Berpihak pada Rakyat
Curhat | 2025-08-05 06:34:46
Oleh: Sisi Septiana
SLBN A Pajajaran Bandung menghadapi tantangan serius akibat pengurangan ruang belajar dari empat menjadi tiga ruangan, karena satu ruangan digunakan oleh Sekolah Rakyat, program milik Kementerian Sosial. Kondisi ini menyulitkan proses pembelajaran, terutama bagi siswa tunanetra yang sangat bergantung pada pendengaran. Pemadatan kelas menyebabkan dua guru mengajar dalam satu ruangan secara bersamaan, yang mengganggu konsentrasi siswa.
Masalah ini berakar dari status lahan yang digunakan SLBN A, yang masih milik Kemensos. Upaya untuk mengalihkan kepemilikan lahan ke Pemprov Jawa Barat sudah dilakukan sejak era Gubernur Ahmad Heryawan hingga Ridwan Kamil, namun belum membuahkan hasil. Pihak sekolah berharap gubernur baru dapat menjalin komunikasi dengan Kemensos agar SLBN A dapat berdiri di atas lahan milik sendiri demi kelangsungan pendidikan yang lebih layak dan kondusif. (20 Juli 2025, www.pikiran-rakyat.com)
Presiden RI Prabowo Subianto meluncurkan program Sekolah Rakyat untuk memutus rantai kemiskinan dengan menyediakan pendidikan gratis bagi anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem. Program ini dijalankan oleh Kementerian Sosial melalui Inpres No. 8 Tahun 2025, dengan konsep boarding school yang menekankan pendidikan akademik, pembentukan karakter, dan pemanfaatan teknologi digital. Rekrutmen siswa dilakukan secara aktif ke daerah terpencil berdasarkan data DTSEN.
Hingga 14 Juli 2025, telah berdiri 63 Sekolah Rakyat dari target 100 sekolah di seluruh Indonesia, menampung lebih dari 9.700 siswa. Selain pendidikan, siswa mendapat fasilitas lengkap dan intervensi sosial seperti renovasi rumah dan pemberdayaan lingkungan. Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid meminta media ikut mengawal program ini, sementara Komdigi menyediakan infrastruktur digital termasuk akses internet cepat. (21 Juli 2025,
kilaskementerian.kompas.com)
Peluncuran Sekolah Rakyat (SR) oleh Presiden Prabowo Subianto merupakan upaya negara untuk menjawab permasalahan akses pendidikan bagi anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem. Dengan pendekatan boarding school, fasilitas lengkap, dan intervensi sosial seperti perbaikan rumah dan pemberdayaan lingkungan, program ini tampak sebagai solusi menyeluruh. Namun jika dianalisis lebih mendalam, program ini hanya menyentuh permukaan dari problem kemiskinan yang jauh lebih kompleks dan struktural.
SR seolah menjadi harapan baru bagi sebagian kecil masyarakat yang termarjinalkan secara ekonomi. Namun realitas yang ada menunjukkan bahwa akar masalah kemiskinan tidak sekadar pada akses pendidikan, melainkan pada kemiskinan struktural akibat sistem yang timpang.
Kemiskinan struktural terjadi karena ketimpangan distribusi kekayaan, keterbatasan lapangan pekerjaan, dan kebijakan ekonomi yang berpihak pada korporasi besar. Banyak lulusan pendidikan tinggi pun kesulitan mendapatkan pekerjaan, seiring dengan tingginya angka PHK dan langkanya lapangan kerja. Artinya, solusi seperti SR tidak akan mampu memutus rantai kemiskinan antargenerasi jika sistem yang melatarbelakangi problem tersebut tidak berubah.
Saat ini, negara lebih fokus pada solusi jangka pendek dan populis seperti SR atau Makan Bergizi Gratis (MBG) tanpa menyentuh persoalan utama, seperti rendahnya kualitas pendidikan di sekolah negeri, kekurangan guru, hingga minimnya sarana dan prasarana.
Kasus seperti SLBN A Pajajaran di Bandung menjadi bukti nyata bagaimana negara gagal menyediakan ruang belajar yang layak bagi siswa tunanetra, karena lahan sekolah masih dikuasai oleh Kementerian Sosial dan dipakai untuk SR. Akibatnya, siswa berkebutuhan khusus harus belajar dalam kondisi tidak kondusif, berbagi ruangan dengan dua guru sekaligus. Ini menunjukkan bahwa solusi yang diambil negara justru mengorbankan lembaga pendidikan lain yang lebih dulu eksis dan memiliki kebutuhan khusus.
Program SR seolah menjadi kebijakan "tambal sulam" yang hanya memperbaiki permukaan, bukan fondasi. Jika benar-benar ingin menyelesaikan persoalan pendidikan dan kemiskinan, negara seharusnya Memastikan semua sekolah negeri berkualitas, baik dari aspek tenaga pendidik, kurikulum, hingga fasilitas. Lalu menjamin pendidikan gratis, berkualitas, dan merata di semua wilayah, bukan hanya bagi kelompok tertentu. Serta program pendidikan dengan jaminan ekonomi, pekerjaan, dan kesejahteraan yang berkelanjutan.
Masalah pendidikan hari ini sangatlah kompleks. Ternyata semua itu disebabkan karna masalah yang sudah tersistem, tidak akan teratasi hanya dengan solusi parsial. Solusi yang benar adalah solusi yang menuntaskan dari akar-akarnya. Yakni mengganti sistem kufur sekulerisme dengan sistem Islam.
Islam menjawab permasalahan pendidikan dengan melahirkan kurikulum berasaskan akidah Islam. Stategi pendidikan dalam sistem Islam yakni membentuk pola pikir Islami (Aqliyah Islamiyah) dan pola sikap Islami (Nafsiyah Islamiyah).
Islam menetapkan pembiayaan pendidikan diberikan secara gratis. Pembiayaan pendidikan mulai dari tingkat dasar, menengah, hingga pendidikan tinggi ditanggung negara melalui pengelolaan baitulmal. Seluruh pemasukan negara Khilafah, baik yang dimasukkan di dalam pos fai dan kharaj, serta pos milkiyyah ‘amah (kepemilikan umum), yaitu SDA, termasuk pertambangan, dapat diambil untuk membiayai sektor pendidikan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
