Second Account Dilarang? Jangan Sampai Privasi Jadi Korban
Info Terkini | 2025-07-19 22:43:33
Wacana pelarangan second account atau akun ganda di media sosial belakangan kembali mencuat. Pemerintah melalui Komisi I DPR RI menyampaikan usulan agar pengguna hanya diperbolehkan memiliki satu akun resmi di tiap platform, baik itu individu, lembaga, maupun perusahaan.
Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum bersama Google, Meta, dan TikTok pada 15 Juli 2025, Anggota DPR Fraksi PKB, Oleh Soleh, menyatakan:
“Akun ganda ini sangat sangat‑sangat merusak pada akhirnya disalahgunakan bukan mendatangkan manfaat jadi ancaman.” (sumber: tirto.id)
Wacana ini didasarkan pada kekhawatiran maraknya akun palsu, buzzer politik, serta penyebaran hoaks yang mengganggu ketertiban digital. Namun pelarangan total terhadap akun kedua jelas menimbulkan tanda tanya besar: apakah ini solusi yang bijak, atau justru bentuk kontrol digital yang berlebihan?
Faktanya, second account tidak selalu digunakan untuk tujuan negatif. Bagi sebagian pengguna, akun kedua merupakan ruang aman untuk mengekspresikan diri tanpa tekanan sosial. Banyak yang memanfaatkan akun tersebut untuk hal-hal pribadi, edukasi, eksperimen konten, atau bahkan untuk memisahkan aktivitas profesional dan personal.
Melarang keberadaan akun ganda secara menyeluruh justru bisa menghapus hak masyarakat atas privasi dan ruang berekspresi di dunia maya. Ruang digital yang sehat tidak dibangun melalui pembatasan kaku, melainkan melalui literasi digital, etika penggunaan, dan sistem pengawasan yang adil serta akuntabel.
Persoalan utamanya bukan terletak pada jumlah akun, melainkan pada niat dan perilaku penggunanya. Jika yang disasar adalah penyalahgunaan informasi, penyebaran kebencian, atau penipuan digital, maka fokus utama seharusnya pada penegakan hukum yang tepat sasaran, bukan pada jumlah akun yang dimiliki seseorang.
Larangan terhadap second account berpotensi mengikis privasi dan menghambat ekspresi digital yang sah. Daripada membatasi hak penggunaan platform, pendekatan yang lebih solutif adalah membangun ekosistem digital yang etis, aman, dan inklusif melalui edukasi, transparansi, dan keterlibatan publik.
Karena di era digital seperti sekarang, ruang aman dan otonomi dalam mengekspresikan diri tetap harus dihormati—meskipun hanya melalui akun kedua.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
