Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Sanjoyo

Islam Rahmatan Lil Alamin dan Jalan Menuju Pembangunan Berkelanjutan

Kebijakan | 2025-07-16 13:51:55

Islam adalah agama yang lengkap. Ia tidak hanya membahas hubungan antara manusia dan Tuhan, tetapi juga mengatur tata kelola kehidupan sosial, ekonomi, dan alam. Risalah Nabi Muhammad disebut sebagai rahmatan lil‘alamin dalam Al-Qur'an (QS. Al-Anbiya: 107). Dengan kata lain, tujuan dari nilai-nilai Islam adalah untuk memberikan kedamaian, keadilan, dan keberlanjutan bagi semua makhluk hidup di Bumi, termasuk manusia.

Di tengah krisis global yang semakin kompleks seperti perubahan iklim, ketimpangan ekonomi, dan degradasi moral, konsep ini kembali menjadi perhatian. Metode pembangunan yang hanya mengejar pertumbuhan materi telah terbukti tidak efektif. Dengan prinsip-prinsipnya yang kuat dan berimbang, Islam menawarkan arah yang tepat untuk pencarian global saat ini.

1. Maqasid al-Shariah: Menjaga Kelangsungan Hidup dan Kemaslahatan

Ulama seperti Imam Al-Ghazali dan ulama modern seperti Kamali (2016) memperluas konsep maqasid al-shariah, yang menekankan lima tujuan utama syariat: perlindungan jiwa (nafs), akal (‘aql), agama (din), keturunan (nasl), dan harta (mal). Prinsip-prinsip ini mendorong pembangunan untuk membuat kebijakan yang manusiawi dan berkeadilan.

Uthman et al. (2011) membahas bagaimana prinsip maqasid dapat membantu pembangunan manusia seutuhnya, seperti di bidang kesehatan, pendidikan, perlindungan sosial, dan tata kota. Artinya, ukuran keberhasilan pembangunan Islam tidak hanya investasi atau PDB, tetapi seberapa jauh kebijakan tersebut mematuhi lima prinsip utama tersebut.

2. Khilafah: Orang sebagai Pelindung, Bukan Penguasa Alam

Orang-orang dalam Islam disebut sebagai khalifah fil ardh (QS. Al-Baqarah: 30), yang berarti pemimpin di bumi, tetapi dalam arti penjaga, daripada penguasa absolut. Ini mengandung prinsip yang sangat kuat tentang lingkungan. Menurut Mustapha dan Umar (2019), manusia ditugaskan untuk menjaga Bumi, bukan mengeksploitasinya.

Metode ini sangat relevan dengan masalah lingkungan yang sedang dibahas. Polusi, kerusakan hutan, dan krisis air bukan hanya masalah teknis; mereka juga merupakan masalah moral dan spiritual. Islam menyatakan bahwa Bumi bukan milik manusia, melainkan milik Allah, dan harus dijaga untuk generasi berikutnya.

3. Wasatiyyah: Jalan Tengah untuk Gaya Hidup

Prinsip wasatiyyah, atau keseimbangan, adalah kekuatan Islam. Al-Qur'an melarang berlebihan (QS. Al-Isra: 27) dan menganjurkan untuk hidup sederhana (QS. Al-Furqan: 67). Pembangunan menghasilkan konsumsi dan produksi yang berkelanjutan.

Wasatiyyah berfungsi sebagai pedoman moral untuk mengurangi penggunaan energi, mengurangi limbah makanan, dan mencegah korporasi terlalu banyak mengeksploitasi sumber daya, menurut Bsoul et al. (2022). Selain itu, gagasan ini mendorong pengembangan teknologi yang berorientasi pada kebutuhan dan ramah lingkungan.

4. Zakat dan Sukuk: Alat Keuangan yang Beretika

Keuangan Islam menawarkan alat yang secara alami dapat bertahan lama. Zakat tidak hanya membantu orang miskin, tetapi juga membantu menyebarkan kekayaan secara adil. Berbagai negara Muslim sekarang mulai memanfaatkan zakat dan wakaf untuk membangun SDGs, seperti ketahanan pangan, sanitasi, dan sekolah (Khan & Haneef, 2022).

Indonesia, Malaysia, dan negara Teluk juga menerbitkan green sukuk, yang merupakan obligasi syariah untuk proyek yang berkaitan dengan lingkungan. Seperti yang dinyatakan oleh World Bank dan Islamic Development Bank (2019), sukuk hijau memiliki potensi besar untuk mendukung energi terbarukan, irigasi berkelanjutan, dan konservasi sumber daya alam sambil tetap mematuhi prinsip syariah.

5. Ta‘āwun: Pembangunan Berdasarkan Kerja Sama

Salah satu ajaran Islam, ta‘āwun ‘alal birri wa taqwa (QS. Al-Ma’idah: 2), menekankan pentingnya kerja sama dalam kebaikan. Prinsip ini dalam konteks pembangunan berarti kerja sama antara negara, komunitas, ulama, pengusaha, dan lembaga keuangan Islam. Pandangan top-down tidak cukup; partisipasi masyarakat sangat penting.

Pendekatan pembangunan berbasis komunitas Islam, seperti koperasi pesantren, lembaga Amil Zakat, dan musrenbang berbasis masjid, telah terbukti memiliki dampak sosial yang signifikan, menurut Khan & Haneef (2022). Ini merupakan contoh nyata dari rahmatan lil'alamin yang membumi.

Tantangan dan Peluang

Kerangka nilai Islam sangat kuat, tetapi implementasinya masih sulit. Banyak negara Muslim belum berhasil meletakkan khilafah atau maqasid sebagai dasar kebijakan mereka. Hegemoni pasar dan globalisasi ekonomi sering bertentangan dengan iman Islam. Selain itu, banyak orang Islam yang belum menyadari potensi nilai agama mereka dalam mengatasi krisis dunia.

Untuk mendorong kebijakan publik berbasis etika Islam, diperlukan tajdid atau pembaruan pemikiran, dan integrasi ilmu Islam dan ilmu modern. Masyarakat sipil, teknokrat, akademisi, dan ulama harus bekerja sama.

Penutup Klaim bahwa Islam adalah rahmatan lil‘alamin bukanlah tanpa dasar. Ia adalah tawaran peradaban dan etis; jalan menuju kemajuan yang berkelanjutan, berkeadilan, dan memuliakan semua makhluk hidup. Umat Islam seharusnya bertindak sebagai penyelesaian ketika dunia bingung mencari jalan keluar. Dengan kebijakan, tindakan, dan keteladanan, bukan dengan jargon.

Referensi

1. Kamali, M. H. (2016). The Objectives of Shariah (Maqasid al-Shariah). IIIT.

2. Uthman, I. O., Mokhtar, K. S., & Shah, M. K. M. (2011). Islamic perspectives on sustainable development. IJHSS.

3. Mustapha, A. R., & Umar, M. M. (2019). Islamic stewardship and sustainable development.

4. Khan, T., & Haneef, M. A. (2022). Islamic Finance and the SDGs: Principles and Practice. ISRA Journal.

5. Bsoul, M., et al. (2022). Wasatiyyah (Moderation) in Sustainable Consumption. Journal of Islamic Marketing.

6. World Bank & Islamic Development Bank. (2019). Innovative Finance for Development in Muslim-Majority Countries.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image