Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image suntusia hafiza

Refleksi Muharram: Mewujudkan Kebangkitan Umat yang Hakiki

Agama | 2025-06-25 05:24:59
Gambar diambil dari https://gemini.google.com/app/de7ae3a029047bf8?hl=id

Tahun Baru Islam kembali menyapa, namun ia hadir di tengah realitas pahit di mana umat Islam masih bergelut dengan berbagai persoalan pelik, seolah nasib mereka kian terselimuti awan kelabu. Genosida Palestina masih terus terjadi di tengah pengkhianatan penguasa negeri muslim. Muharam bukan cuma penanda tahun baru Hijriah, tapi juga cermin refleksi mendalam bagi Muslim. Momen hijrah Nabi Muhammad ﷺ dari Mekah ke Madinah, yang menjadi tonggak kalender kita, adalah simbol kuat: dari kesulitan menuju harapan, dari perpecahan menuju persatuan, dan dari keterasingan menjadi masyarakat yang dibangun atas nilai-nilai ilahi. Hijrah lebih dari sekadar perjalanan; ia adalah transformasi total yang berhasil menyatukan berbagai kelompok di Madinah menjadi komunitas Muslim yang kokoh di bawah panji Islam. Peristiwa hijrah menjadi titik awal terwujudnya kemuliaan umat. Umat Islam bersatu di bawah naungan Daulah Islam, hidup Sejahtera di bawah aturan Allah, islam tersebar ke seluruh penjuru dunia dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.

Memahami makna Muharam sebagai refleksi spiritual, bukan hanya pergantian tahun, dapat menjadi langkah awal. Faktanya, Bulan Muharram, yang menandai awal tahun baru Hijriah, lebih dari sekadar pergantian kalender; ia adalah momen refleksi spiritual mendalam bagi umat Islam, sangat tepat untuk memperkuat keimanan. Menurut kalender Hijriah Indonesia 2025, Jumat, 27 Juni 2025, akan menjadi tonggak penting: hari itu 1 Muharram 1447 H tiba, resmi menandai datangnya Tahun Baru Islam. Keistimewaan bulan ini juga terletak pada anjuran berpuasa, yang bahkan dianggap memiliki keutamaan lebih tinggi dibanding puasa sunah lainnya setelah Ramadhan. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Muslim, "Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Allah, yakni Muharram. Dan salat yang paling utama setelah salat fardhu adalah salat malam." Ini menjadikan Muharam sebagai ladang pahala yang istimewa. Salah satu praktik puasa yang sangat dianjurkan adalah puasa Tasua (9 Muharram) dan Asyura (10 Muharram), keduanya sarat keutamaan dan nilai spiritual tinggi.

Namun, di era modern, semangat persatuan itu masih jadi impian. Umat Islam, meski banyak dan tersebar, justru terpecah belah oleh batas geografis, nasionalisme, perbedaan mazhab, bahkan kepentingan politik dan ekonomi. Konflik, ketidakadilan, dan campur tangan luar yang memperburuk perpecahan jadi bukti bahwa persatuan sejati belum tercapai. Maka, Muharam adalah waktu tepat untuk bertanya: Kenapa umat yang seharusnya satu malah terpecah? Bagaimana kita bisa mengembalikan esensi persatuan ala Rasulullah ﷺ agar umat bisa bersatu kembali di tengah tantangan zaman?

Sungguh sebuah ironi, di tengah hiruk-pikuk pertanyaan pelik ini, gelar "umat terbaik" yang mulia itu seakan menguap, tak lagi termanifestasi dalam realita hidup Muslim kontemporer. Umat Islam harus merenungkan kembali apa akar masalah kondisi buruk ini sehingga umat Islam kehilangan kemuliaannya sebagai umat terbaik. Umat terpuruk karena makin jauh dari aturan Allah (QS 20: 124)

Satu-satunya cara untuk meraih kembali kemuliaan adalah dengan kembali kepada aturan Allah dan menerapkannya dalam kehidupan secara kaffah. Umat disadarkan akan kebutuhannya pada Khilafah sebagai institusi yang akan menjadi junnah bagi ummat. Karena itu umat harus disadarkan hakekatnya sebagai muslim dan didorong untuk ikut memperjuangkannya.

Penyadaran umat ini membutuhkan bimbingan dari jamaah dakwah yang tulus dan istiqamah berjuang di jalan Allah. Mari berlomba-lomba untuk meramaikan majelis taklim yang menyerukan amar ma’ruf nahi mungkar.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image