Empat Mazhab dalam Pandangan Sufi: Merajut Jalan Menuju Satu Cinta
Agama | 2025-06-17 18:41:10
Dalam sejarah panjang pemikiran Islam, lahir empat mazhab utama dalam bidang fikih: Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Masing-masing membawa kekayaan metodologi, konteks sosial, dan pendekatan terhadap sumber-sumber syariat. Namun, ketika perbedaan ini ditarik ke ruang perdebatan, tidak jarang memunculkan gesekan. Di sinilah tasawuf—jalan spiritual Islam—datang membawa kesejukan dan makna terdalam: bahwa semua mazhab sejatinya adalah jalan yang berbeda menuju satu cinta, yaitu Allah.
Pandangan sufi terhadap mazhab bukanlah penolakan, melainkan peneguhan dengan sikap hati yang lebih lembut dan terbuka. Para sufi meyakini bahwa mazhab-mazhab fikih lahir dari upaya ijtihad yang jujur untuk memahami syariat sesuai zaman dan kebutuhan umat. Namun mereka juga sadar, hukum bukan tujuan akhir. Syariat adalah gerbang, sementara hakikat dan makrifat adalah puncak dari perjalanan spiritual.
Imam Al-Ghazali—seorang sufi dan ulama Syafi’i—menyebut bahwa syariat, tarekat, dan hakikat adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisah. “Barang siapa mempelajari fikih namun tidak menyentuh hatinya, ia kehilangan inti dari agama,” tulisnya dalam Ihya Ulumuddin. Bagi Al-Ghazali, kekuatan mazhab tidak terletak pada semangat fanatisme, tetapi pada akhlak dan hikmah yang ditanamkan oleh imam-imamnya.
Syekh Abdul Qadir al-Jailani, tokoh sufi besar yang bermazhab Hanbali, juga menunjukkan bahwa seorang salik (penempuh jalan spiritual) tidak perlu keluar dari kerangka mazhab untuk mencapai kedalaman rohani. Justru ia menekankan pentingnya syariat sebagai pondasi awal sebelum naik menuju maqam-maqam cinta Ilahi. Beliau dikenal mengajarkan kasih sayang universal dan kerendahan hati di tengah perbedaan pendapat.
Begitu pula Rumi, dalam bait-bait masyhurnya, menyatakan bahwa kebenaran itu luas, dan manusia tidak akan sampai ke hakikat jika hanya sibuk memperebutkan kulitnya. “Laut itu satu, tapi anak sungai datang dari segala penjuru,” tulisnya dalam Mathnawi.
Dalam pandangan sufistik, keempat mazhab fikih ibarat empat jalan menuju satu rumah. Tidak satu pun yang lebih “mutlak” dari yang lain, karena semua lahir dari pemahaman terhadap nash yang sama—Al-Qur’an dan Sunnah—dengan pendekatan dan konteks yang berbeda. Maka, sikap saling menghormati dan mengapresiasi ijtihad adalah akhlak ilmiah dan spiritual yang dijunjung tinggi oleh para sufi.
Kita hidup di zaman yang dipenuhi polarisasi. Di tengah kecenderungan masyarakat untuk membela satu mazhab dan mencela yang lain, pandangan sufi menjadi lentera: bahwa kebenaran tidak berwarna tunggal. Ia hadir dalam cinta, dalam kelembutan hati, dalam keterbukaan terhadap perbedaan.
Bagi sufi, Tuhan tidak menilai dari mazhab yang kita anut, tetapi dari kesucian niat dan keikhlasan hati. Mazhab adalah kendaraan, bukan tujuan. Tujuan sejati adalah kedekatan kepada Allah—dan dalam cinta itu, semua mazhab bersujud dalam damai.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
